Agnes menjalani kehidupan yang amat menyiksa batinnya sejak kelas tiga SD. Hal itu terus berlanjut. Lingkungannya selalu membuat Agnes babak belur baik secara Fisik maupun Psikis. Namun dia tetap kuat. Dia punya Tuhan di sisinya. Tapi seolah belum cukup, hidupnya terus ditimpa badai.
"Bagaimana bisa..? Kenapa Kau masih dapat tersenyum setelah semua hal yang mengacaukan Fisik dan Psikis Mu ?" Michael Leclair
"Apa yang telah Dia kehendaki, akan terjadi. Ku telan pahit-pahit fakta ini saat Dia mengambil seseorang yang menjadi kekuatanku. Juga, Aku tetap percaya bahwa Tuhan punya rencana yang lebih baik untukku, Michael." Agnes Roosevelt
Rencana Tuhan seperti apa yang malah membuat Nya terbaring di rumah sakit ? Agnes Roosevelt, ending seperti apa yang ditetapkan Tuhan untuk Mu ?
Penasaran ? Silakan langsung di baca~ Only di Noveltoon dengan judul "Rencana Tuhan Untuk Si Pemilik Luka"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ATPM_Writer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Brigida sadar bahwa Kakak Cantik ini melupakan Dia. Dengan sifat khas nya, Brigida langsung mendekat dan bersuara,
“Kakak Cantik, ini Aku. Gadis yang meminjam Alkitab sebulan yang lalu.”
“Ah...” Matanya membola. Saat menyinggung Alkitab, pikirannya langsung terhubung dengan situasi saat ini.“...Aku ingat. Kau gadis waktu itu.”
“Jadi Kakak Cantik yang akan—“
“Apapun yang terjadi, perkenalkan diri Mu dulu!” Sela Theresia dengan tatapan membola, sekaligus ancaman untuk Brigida agar menjaga sikap.
“Halo salam Kenal Ibu Guru. Nama Ku Brigida Amelia Lucria. Anda bisa memanggil Brigida saja.” Ucap nya dengan intonasi ramah.
“Halo, Brigida. Perkenalkan, Namaku Agnes Roosevelt. Karena ini bukan dikawasan sekolah, Kau bisa memanggilku Kak Agnes. Buat dirimu senyaman mungkin.” Sambung Agnes sambil mencetak senyum kerja. Senyum profesionalnya.
“Baiklah, Bu Guru, maaf atas sikap dan keterlambatan Brigida.”
“Tak apa, Nyonya Theresia.”
“Sepertinya Putra Ku juga mengenal Bu Guru walaupun wajah Mu beberapa saat yang lalu mengatakan tidak. Lebih baik Kalian berkenalan secara resmi kan ?”
“Baik Nyonya Theresia.” Tutur Agnes dan maju beberapa langkah, sama seperti Michael yang membuat pergerakan untuk memangkas jarak di antara Mereka.
“Halo. Aku Michael Lecllair. Senang bertemu dengan Mu.”
“Halo juga Tuan Lecllair. Nama Ku Agnes Roosevelt. Senang berkenalan dengan Mu.”
“....”
Hening. Michael menunggu Agnes membuka obrolan terlebih dahulu. Wanita ini harus meminta maaf karena tidak mengenal nya kemarin bukan ? Walaupun hanya sekedar basa-basi, situasi nya saat ini harus di mulai dengan permintaan maaf. Namun mulut Agnes tak juga bergerak untuk mengeluarkan sekata pun.
“Mari, akan Ku antar ke ruangan yang akan Kalian gunakan.” Sela Theresia memecahkan situasi yang tiba-tiba membeku.
Agnes mengangguk dan mengikuti langkah Theresia. Brigida sudah meminta ijin menggandeng tangan Agnes, dan diijinkan. Betapa girang nya Brigida sampai rasanya ingin meloncat saat ini.
Theresia sudah melewati Michael, tersisa Agnes dan Brigida.
Mata Michael dan Agnes bertemu. Otak nya langsung teringat bahwa Pria yang Dia temui kemarin adalah Orang yang mengembalikan Alkitab. Merasa bersalah karena tidak mengingatnya, Agnes meletakkan tangan kanan di dada dengan lembut dan sedikit menunduk. Berharap ucapan maaf ini tersampaikan pada Michael.
“.....”
Michael terdiam di tempat. Ibu, Brigida dan Agnes sudah melewatinya.
“Hanya itu saja ?” Tuturnya tidak terima. Namun kembali pada kewarasan, Michael pun berucap “...Sudahlah.” Cetusnya yang memilih untuk kembali ke ruang kerja.
Akhir-akhir ini pikirannya seolah hanya dipenuhi dengan kejadian yang melibatkan Agnes saja. Keputusan akhir, Michael memilih untuk kembali dalam kesibukan kerja dengan kepercayaan diri bahwa nanti juga lupa sendiri dengan hal ini.
...***...
Satu jam sudah lewat sejak Agnes masuk ke dalam ruang belajar atau ruang Perpustakaan di kediaman Lecllair. Rak-rak dengan berbagai macam buku terpajang di sana.
Kini Agnes sedang merapikan barang-barang yang Dia bawa, kemudian kembali menggerakkan jemarinya di Ipad.
“Brigida..”
“Iya Kak Agnes ?”
“Apa ada sesuatu di wajah Ku ?”
“Ah, apa Aku memandang terlalu lama ? Maaf.. Wajah Kakak sungguh nyaman di pandang.”
“Sungguh ? Terimakasih. Di jam seperti ini, Nyonya Theresia masih ada di kediaman ?”
“Tante Theresia ? Di jam ini pasti sedang menikmati waktu romantis di halaman belakang bersama Om Feliks. Apa Kakak ingin berbicara dengan Tante ?”
“Tentu. Karena harus menyampaikan beberapa hal terkait pelajaran Mu ini. Apa Aku akan mengganggu waktu Mereka ?”
“Tentu tidak. Aku sudah berulang-ulang kali menghancurkan waktu Mereka dan Mereka tidak akan marah, ayo Aku antar.”
“Hahaha, Baiklah.”
Dengan perasaan tidak enakkan, Agnes tetap mengikuti Brigida. Toh Dia tidak mungkin menetap di Kediaman Lecllair sampai Mereka usai menikmati waktu bersama.
Beberapa menit kemudian.
“Brigida, ini sudah kencan Kami keberapa kali yang Kau hancurkan ?” Tutur Feliks berusaha tenang namun melihat Brigida yang tetap cengar-cengir membuat nya sulit menahan tangan agar tidak mencubit pipi chubby Brigida.
“Maaf Nyonya Theresia, karena Aku...”
“Tak apa, Bu Guru. Jadi, kesimpulannya ?” Ucap Theresia paham betul kemunculan Agnes di saat seperti ini dengan wajah tidak nyaman.
“Brigida anak yang cepat tanggap dalam pelajaran. Kurasa pertemuannya cukup tiga kali seminggu. Durasinya satu jam tiga puluh menit saja. Dan lama waktu yang dibutuhkan cukup empat bulan. Dengan demikian pemahaman Brigida akan melampaui teman-teman sekelasnya.”
“Baiklah. Tadi Kami berdua tengah berdiskusi sebentar, ini tentang transportasi Mu. Apa mau di antar jemput ? kami punya mobil dan supir untuk mengatasi masalah ini. Soal bayaranmu tak akan terpotong sedikit pun.”
“Ah tidak... Tidak perlu. Aku memakai Taxi karena Mobilku sedang di service, Nyonya Theresia. Terimakasih atas kebaikan nya.”
“Kalau Kau sudah bilang begitu, Aku bisa apa lagi ? Aku menghargai keputusan Mu, Bu Guru.”
“Sekali lagi, terimakasih Nyonya Theresia. Saya pamit dulu.”
“Brigida—“
“Tidak perlu mengantar. Biarkan saja, Dia tengah bercanda tawa dengan Suami Nyonya Theresia. Saya bisa sendiri ke depan.” Sela Agnes dan langsung berbalik.
Agnes pun pergi, meninggalkan keharmonisan yang tercipta dari sikap Brigida yang semakin menghidupkan suasana. Senyumnya tertarik lembut. Senyuman yang berbeda, bukan senyum profesional yang Dia tunjukkan sejak kemarin. Senyumnya sama dengan senyum yang tercipta saat menerima Alkitab setelah satu bulan tidak bertengger di atas nakas nya.
“Momen itu mahal, mana mungkin Aku menghancurkannya.” Ucap Agnes di dalam hati. Ikut bahagia dengan keluarga cemara yang sungguh tiada duri didalamnya.
“...Kira-kira seperti apa rasa dari momen itu ? Sampai kapan Aku mengharapkan hal itu terjadi—“ Batinnya terhenti. Agnes di haruskan untuk bersuara.
“Selamat sore, Tuan Lecllair. Permisi.” Tutur Agnes saat melihat Michael.
“Hum..” Michael mengangguk kemudian bersuara, “Hati-hati di jalan.”
Agnes mengangguk pelan dan bergegas meninggalkan Michael beserta keluarga nya.
Saat di rasa Agnes tidak ada lagi di halaman belakang. Michael berbalik dan berucap “Dia bisa tersenyum seperti itu lagi ? Penyebabnya ?” Michael kembali berpaling. Menyaksikan tingkah Brigida, Ayah dan tawa Ibu nya.
Michael memiringkan kepala karena tidak menemukan jawaban. Namun di lubuk hatinya, tersirat tanda tanya yang semakin membesar.
Agnes Roosevelt, tanpa sepengetahuannya telah berhasil menduduki pikiran Michael.
...***...
Sesuai yang Agnes katakan pada Theresia kemarin soal waktu pembelajaran Brigida, kini sudah berjalan sesuai rencana. Sudah lewat dua minggu Agnes mengajari Brigida. Artinya sudah enam kali Dia datang ke kediaman Lecllair.
Agnes selalu menjaga batasan pada para penghuni di Kediaman Lecllair, entah itu para pekerja apalagi pemilik Kediaman. Sampai sekarang saja, Agnes masih menjaga jarak antara diri nya dengan Theresia yang nampak sekali ingin dekat dengannya. Sedangkan Michael, Agnes selalu mengapa formal saat bertemu. Seperti sebelum-sebelumnya.
Hanya pada Brigida saja perilaku Agnes berbeda. Karena itu Demi kenyamanan saat belajar, sesuai yang di katakan Theresia saat kesepakatan di Restoran.
Hal inilah yang membuat Michael semakin penasaran. Pikirannya yang tidak terkontrol mulai mengacaukan beberapa pekerjaan yang tidak terlalu berdampak besar. Namun kesalahan tetap kesalahan. Ayahnya berkali-kali mengingatkan Michael untuk fokus.
Kini jarum jam sudah mendarat di angka yang menandakan akhir dari pembelajaran Brigida. Michael sengaja mengambil air minum di dapur dan menunggu Agnes dan Brigida yang keluar dari ruangan. Ingin memastikan satu hal.
Yang di tunggu akhirnya keluar. Agnes tengah tersenyum dan menanggapi perkataan Brigida.
Saat pandangan Michael dan Agnes bertemu, senyum Agnes langsung kendur dan Dia menunduk pelan penuh rasa sengan. Yang berarti Menyapa tanpa suara, kemudian berlalu begitu saja. Brigida tidak menyadari atensi Michael yang masih fokus pada punggung Agnes yang selalu di tutupi Kemeja lengan panjang itu.
Michael berjalan ke ruang kerja nya dengan perasaan kesal. Dia sudah cukup bersabar selama dua minggu ini. Namun yang ingin Dia lihat tidak nampak di mata nya.
“Aku ingin melihat senyum yang Dia torehkan saat menerima Alkitab waktu itu.” Cetusnya dan duduk mendekati jendela dengan wajah yang berkerut. Dengan seksama, Michael Mengamati kepergian Agnes yang menaiki Taxi.
“Apa yang dimiliki Wanita ini ? Dia tidak banyak tingkah, bahkan tidak pernah bertingkah. Tapi kenapa malah berhasil menarik perhatian Ku ? Dia terlihat bukan sengaja melakukannya. Dia seolah membangun tembok untuk Kami semua yang ada di Kediaman ini—‘
Mata nya beralih pada Brigida yang tengah meloncat-loncat kesenangan usai Taxi yang Agnes tumpangi bergegas meninggalkan kediaman.
“—Kecuali anak centil itu.” Tuntas Michael
Yang awalnya terus menyangkal, kini menyadari bahwa kehadiran Agnes berhasil menjadi Magnet yang selalu menarik Atensinya. Dimanapun Agnes berada, selagi di kediaman Lecllair, Michael pasti akan mendapati dirinya. Dengan ataupun tanpa sepengetahuan Agnes.
...***...
Jangan lupa like dan Komen, Guys. Thank you so much, Darling~♡