Kembali Ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikan s2-nya. Anindya harus dihadapkan masalah yang selama ini disembunyikan Abinya yang ternyata memiliki hutang yang sangat besar dan belum lagi jumlah bunga yang sangat tidak masuk akal.
Kavindra, Pria tampan berusia 34 tahun yang telah memberikan hutang dan disebut sebagai rentenir yang sangat dingin dan tegas yang tidak memberikan toleransi kepada orang yang membuatnya sulit. Kavindra begitu sangat penasaran dengan Anindya yang datang kepadanya meminta toleransi atas hutang Abinya.
Dengan penampilan Anindya yang tertutup dan bahkan wajahnya juga memakai cadar yang membuat jiwa rasa penasaran seorang pemain itu menggebu-gebu.
Situasi yang sulit yang dihadapi gadis lemah itu membuat Kavindra memanfaatkan situasi yang menginginkan Anindya.
Tetapi Anindya meminta syarat untuk dinikahi. Karena walau berkorban demi Abinya dia juga tidak ingin melakukan zina tanpa pernikahan.
Bagaimana hubungan pernikahan Anindya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 17 Rindu Dalam Gengsi
"Talitha? apa dia salah satu pelayan di rumah ini?" tanya Anindya yang memang baru mendengar nama itu.
"Dia asisten pribadiku yang sudah lama bekerja bersamaku, dia wanita yang tadi muncul saat kita sarapan," jawab Kavindra dan akhirnya Anindya tahu juga siapa wanita itu dan walau dia tadi berpura-pura tidak ingin mengetahuinya dan padahal sangat penasaran.
"Jika asisten pribadi tuan dan bukankah seharusnya ikut dengan tuan dan kenapa malah mengawasiku?" tanya Anindya.
"Apa kau tidak bisa berhenti untuk tidak bertanya apapun kepadaku hah! Anindya setiap aku menyuruhmu untuk ini dan itu berhentilah bertanya. Mau dia ikut denganku atau mengawasimu semua itu adalah ketentuanku dan kau dengarkan saja apa yang aku katakan dan jangan membuat ulah!" tegas Kavindra.
"Hanya bertanya saja dan apa yang salah," sahut Anindya.
"Jadi kau tidak mempermasalahkan jika aku akan membawa asisten wanita ikut bersamaku, satu pesawat bersamaku, satu tempat tinggal bersamaku dan satu kamar bersamaku?" tanya Kavindra yang membuat Anindya terdiam.
"Kau baru saja meminta syarat kepadaku, jika selagi kau masih menjadi istriku maka aku tidak boleh berhubungan dengan wanita manapun," ucap Kavindra.
"Tuan tahu apa yang salah dan yang benar. Jadi jangan meminta saran seperti itu kepada saya," jawab Anindya yang membuat Kavindra mendengus kasar.
"Sudahlah! aku tidak ingin membahas apapun tentang Thalita bersamamu yang terpenting kau dengarkan semua yang aku katakan!" tegas Kavindra
"Baiklah! tidak perlu menekan suara hanya ingin membicarakan itu saja. Jadi bagaimana apa saya perlu menyiapkan pakaian tuan atau tuan menyiapkan sendiri?" tanya Anindya.
"Aku bisa melakukannya sendiri dan berhenti seolah menjadi istri yang apa-apa harus menyiapkan segala keperluanku," ucap Kavindra.
"Baiklah!" sahut Anindya yang lebih baik mengatakan iya saja daripada suaminya itu semakin banyak kata-kata yang membuatnya juga pasti sakit mendengarnya.
Kavindra yang tidak mengatakan apa-apa lagi yang langsung keluar dari kamar tersebut.
"Jadi itu asisten pribadinya. Tetapi kali ini asistennya berbeda dengan yang lain dan terlihat wanita itu jauh lebih tegas dan sepertinya tidak ada jarak diantara mereka berdua. Karena Wanita itu berbicara selayaknya wanita biasa dan tidak ada majikan dan juga bawahan," ucapnya yang tiba-tiba saja penasaran dengan wanita yang bernama Talitha
Anindya hanya menghela nafas yang berusaha untuk tidak peduli dan harus mengingat apa kata Abinya. Jika dia tidak perlu mencampuri semua urusan Kavindra mungkin saja sedikit berbahaya.
Karena sang suami akan ke Luar Negri yang membuat Anindya turut mengantarkan suaminya dengan memakai cadarnya. Anindya melihat bagaimana suaminya itu yang bergegas ingin pergi dan sementara sopir yang tampak memasukkan koper Kavindra ke dalam bagasi.
"Apa semuanya sudah beres?" tanya Kavindra.
"Sudah tuan," jawab pria itu.
"Baiklah kalau begitu aku pergi dulu. Thalita yang mengatur semua ketentuan di rumah ini dan kamu kontrol semua anak buahku dan jaga dia agar tidak pergi!" titah Kavindra melihat kearah Anindya yang sejak tadi diam saja.
"Jika ada sesuatu kabari secepatnya," ucap Kavindra.
"Baiklah!" sahut Tatlitha.
"Aku pergi!" dengan dinginnya Kavindra berpamitan pada sang istri.
Anindya mengulurkan tangannya yang membuat Kavindra bingung dengan dahi mengkerut. Karena tangannya tidak juga disambut yang membuat Anindya bergerak sendiri mengambil tangan suaminya dan mencium punggung tangan suaminya itu.
Kavindra sungguh tidak percaya jika hal itu akan terjadi dan bahkan membuat dia bengong, Talitha tiba-tiba saja ingin tertawa dan saat Kavindra menyadari hal itu langsung mengubah ekspresi Thalita menjadi datar.
"Kau pikir ada yang lucu," ucapnya dengan kesal.
"Tuan hati-hati," ucap Anindya dengan lembut.
"Hmmmm!" jawabannya dengan deheman.
"Kalau begitu aku pergi dulu!" Kavindra yang sedikit salah tingkah yang memilih untuk memasuki mobil walau dia terus saja melihat Thalita yang terus ingin tertawa.
Anindya menunggu mobil suaminya keluar dari area gerbang dan akhirnya sudah keluar yang membuat para penjaga menutup pintu gerbang. Anindya melihat ke arah Thalita.
"Membutuhkan sesuatu?" tanya Thalita yang membuat Anindya menggelengkan kepala.
"Kalau begitu masuklah dan istirahat," ucap Thalita Anindya hanya mengangguk dan langsung pergi.
"Ternyata orang seperti Kavindra bisa juga membuat keluarga," ucap Thalitha yang masih merasa lucu dengan apa yang terjadi di depannya yang mungkin juga tidak dia duga jika Kavindra tampak patuh pada seorang wanita.
****
Anindya sudah beberapa hari ditinggal oleh suaminya dan jangan harap jika ada kabar-kabaran antara mereka berdua. Anindya juga tidak menanyakan kabar Kavindra seperti apa dan begitu juga dengan Kavindra.
Anindya merasa tidak bermasalah jika terus berada di rumah dan lagi pula dia baru juga menemui Abinya dan tidak ada rencana untuk pulang ke rumah.
Anindya hanya menjalani hari-harinya di rumah Kavindra yang ternyata sangat nyaman dan tidak ada yang mengganggu dia atau yang membuatnya risih. Karena walau tidak ada Kavindra peraturan di rumah itu tetap yang tidak boleh ada laki-laki masuk ke dalam.
Walau seperti itu Anindya jarang sekali keluar dari kamar, dia kebanyakan menghabiskan waktu di dalam kamar dengan beribadah dan membaca Alquran agar hafalannya tidak hilang.
Sama seperti saat ini yang mana suara merdunya diperdengarkan di rumah tersebut yang pasti setiap pelayan yang melewati kamarnya tampak tersentuh dan rasanya Ingin cepat-cepat tobat. Anindya memang bukan tipe wanita yang suka menegur, hanya mencoba untuk memberikan contoh yang baik.
Tok-tok-tok-tok.
Suara ketukan pintu di kamarnya membuat Anindya menghentikan membaca Alquran tersebut dan mengakhirinya yang menutup Alquran itu. Kemudian dia berdiri dan membuka pintu.
"Ada apa, Bi?" tanyanya dengan begitu lembut.
"Nona Maaf jika saya mengganggu ibadah Nona. Makan malam sudah siap," ucap Bibi.
"Begitu, Kah. Lain kali Bibi tidak perlu mengingatkan saya untuk makan malam. Saya tahu jadwal makan malam dan pasti akan turun sendiri. Jangan memperbanyak pekerjaan yang capek-capek datang ke kamar saya," ucap Anindya.
"Nona bisa mengatakan seperti itu, tetapi saya yang akan berhadapan dengan tuan Kavindra," ucap Bibi dengan gugup.
"Beliau tidak ada di sini, apa yang harus dikhawatirkan?" tanya Anindya.
"Walau tidak ada. Tetapi setiap jam pasti menghubungi saya dan mempertanyakan hal yang sama," ucap Bibi.
"Menghubungi!" sahut Anindya. Bibi menganggukkan kepala.
"Jadi beliau sering berkomunikasi dengan Bibi?" tanya Anindya memastikan sekali lagi.
"Benar, Nona. Tetapi Nona jangan salah paham dulu. Soalnya tuan menghubungi saya juga mempertanyakan semua tentang Nona," jawab Bibi.
"Apa beliau yang memastikan jika saya tidak pergi dari rumah ini dan beliau sangat takut kalau saya pergi diam-diam?" tanya Anindya.
"Bukan Nona. Tentang itu tuan Kavindra bahkan tidak pernah mempertanyakan hal itu. Beliau lebih mempertanyakan apa Nona sudah makan, lalu apa Nona nyaman dan apa ada orang yang masuk," ucap Bibi.
Anindya speechless mendengar kata-kata Bibi. Setau dia Kavindra adalah pria yang sangat cuek, sangat dingin dan sepertinya tidak peka dengan sekitar dan tanpa dia duga ternyata Kavindra memberikan perhatian kepadanya.
"Baiklah Nona. Kalau begitu Nona makanlah agar nanti ketika tuan Kavindra menelpon saya, saya sudah mendapatkan jawabannya. Saya permisi!" ucap Bibi menundukkan kepala dan langsung pergi.
"Kenapa tidak langsung menelponku dan bertanya kepadaku saja? kenapa harus melalui Bibi!" batin Anindya yang sepertinya ingin ditelepon secara langsung oleh suaminya, mungkin saja dia sedikit merindukan suaminya.
Bersambung ....