NovelToon NovelToon
Benih Pengikat Kaisar

Benih Pengikat Kaisar

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Balas Dendam / CEO / Cinta setelah menikah / One Night Stand / Percintaan Konglomerat
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Puji170

Satu tahun menikah, tapi Sekar (Eka) tak pernah disentuh suaminya, Adit. Hingga suatu malam, sebuah pesan mengundangnya ke hotel—dan di sanalah hidupnya berubah. Ia terjebak dalam permainan kejam Adit, tetapi justru terjatuh ke pelukan pria lain—Kaisar Harjuno, CEO dingin yang mengira dirinya hanya wanita bayaran.

Saat kebenaran terungkap, Eka tak tinggal diam. Dendamnya membara, dan ia tahu satu cara untuk membalas, menikahi lelaki yang bahkan tak percaya pada pernikahan.

"Benihmu sudah tertanam di rahamiku. Jadi kamu hanya punya dua pilihan—terima atau hadapi akibatnya."

Antara kebencian dan ketertarikan, siapa yang akhirnya akan menyerah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puji170, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6

Mendengar suara yang begitu familiar di telinganya, Kai meninggalkan pekerjaannya tanpa pikir panjang. Kini, ia dalam perjalanan menuju rumah sakit, berharap benar-benar menemukan wanita itu.

"Pak, bapak yakin dia wanita itu?" tanya Rendi, merasa bosnya benar-benar impulsif. Hanya dengan mendengar suara wanita itu, Kai langsung yakin bahwa dia adalah wanita yang bersamanya semalam. Apa ini semacam ikatan batin? Atau hanya karakter bosnya yang terlalu percaya diri dan mudah terpancing?

"Lalu kamu meragukanku? Kalau iya, berikan informasi yang kuminta sekarang juga," balas Kai tajam.

Rendi menelan ludah kasar. Ia sudah mencoba menyelidiki wanita yang dimaksud bosnya, tapi data wanita itu seperti terhapus. Bahkan rekaman CCTV di hotel pun tidak ada.

"Maaf, Pak. Karena semalam kamar di samping bapak ditempati salah satu pejabat kota, CCTV dinonaktifkan. Saya tidak bisa memeriksanya," lapor Rendi dengan hati-hati.

"Terlalu semena-mena," gumam Kai dingin.

"Namanya juga menjaga nama baik," sahut Rendi santai.

Kai enggan membahas hal tak berguna itu. Bagaimanapun, dunia ini selalu memiliki sisi baik dan buruk, seperti sebuah jabatan—ada yang menggunakannya dengan benar, ada pula yang memanfaatkannya demi kepentingan pribadi. Sebagai seseorang yang sudah lama berkecimpung di dunia bisnis, hal semacam itu bukan lagi sesuatu yang mengejutkan baginya.

"Fokus ke jalan dan segera sampai di rumah sakit. Jika wanita itu tidak ada, kamu yang harus menanggung konsekuensinya," perintah Kai tegas.

Rendi langsung mengangguk patuh dan menginjak gas dalam-dalam. Beruntung, jalanan kali ini cukup lengang. Hanya butuh tiga puluh menit sebelum mereka sampai di rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, Kai turun dari mobil dengan langkah panjang dan penuh keyakinan. Rendi hampir berlari untuk mengimbanginya. Kai tidak mengatakan apa pun, tapi ekspresinya yang tegang sudah cukup membuat siapa pun tahu bahwa ia sedang tidak ingin diganggu.

"Pak, di depan belok ke kiri dan tidak perlu buru-buru karena—"

Kai mengabaikan perkataan Rendi dan terus berjalan melewati lorong rumah sakit. Saat membuka pintu ruang rawat pacar asisten pribadinya itu, bola matanya sama sekali tidak menangkap sosok lain di ruangan itu kecuali Ita yang terbaring lemah.

"Di mana temanmu?" tanya Kai dengan nada tegas.

Rendi yang mendengar suara bosnya meninggi langsung bersikap lebih hati-hati. Ia tahu betul bahwa pacarnya hampir trauma mendengar suara itu dulu. Maka, sebelum Ita merasa tertekan, Rendi segera menjelaskan, "Pak, tadi di perjalanan ke sini saya mau bilang kalau teman pacar saya sedang membeli makanan."

Kai meraup wajahnya, frustrasi. "Kenapa tidak bilang dari tadi?"

"Bapak terus jalan kayak robot dan—"

"Alasan!" Kai mendengus kesal. Emosinya tidak stabil saat ini. Pikirannya terpecah antara penyesalan, tanggung jawab, dan satu hal yang pasti—ia tidak mau berhutang budi pada wanita itu, terutama karena wanita itu membawa pergi jam tangan peninggalan ibunya.

Tanpa banyak bicara, Kai langsung duduk di sofa ruangan itu. Sebagai ruang VIP, fasilitas di dalamnya memang lebih lengkap dan nyaman. Tatapannya tajam saat ia memerintah Ita, "Segera hubungi temanmu. Aku ingin bicara dengannya."

Ita yang masih terbaring memberikan kode pada kekasihnya, seolah bertanya apa yang sedang terjadi. Setahunya, Eka tidak pernah memiliki koneksi dengan Kai. Kalau pun ada, tentu tadi Eka tidak akan kesulitan mencari pekerjaan, bukan?

Namun, Rendi memilih diam. Ia tidak ingin buru-buru membuka suara tentang masalah antara Kai dan teman pacarnya. Maka, ia hanya berkata, "Coba telepon temanmu."

Baru saja Ita ingin mengambil ponselnya untuk menghubungi Eka, suara pintu terbuka.

"Ta, aku beli camilan dan minuman kesukaan kamu juga ini—"

Suara Eka perlahan melemah begitu saja saat matanya menangkap sosok pria yang kini duduk di sofa, menatapnya dengan tajam. Tatapan itu seolah milik pemangsa yang baru saja menemukan buruannya.

Tubuh Eka menegang seketika.

Namun, ia segera mengembalikan keberaniannya dan menatap pria itu dengan tajam. "Ka-kamu... lelaki semalam?"

Rendi dan Ita saling bertukar pandang. Ita berpikir jika Kai adalah pria yang membeli Eka, sementara Rendi hanya bisa menghela napas panjang, berpikir bahwa bosnya ini benar-benar hebat dalam menebak.

Kai langsung bangkit dari sofa, tanpa basa-basi menarik tangan Eka dan berkata dingin, "Kita perlu bicara."

***

Di kantin rumah sakit, Kai dan Eka duduk berhadapan. Tatapan Kai tetap tajam, wajahnya dingin tanpa ekspresi. Tanpa basa-basi, ia merogoh saku jasnya, mengeluarkan cek kosong, lalu mendorongnya ke hadapan Eka.

"Tulis angka yang kamu inginkan, lalu kembalikan jam tanganku," ucapnya datar.

Eka menatap cek itu tanpa menyentuhnya. Ia pikir butuh waktu lama untuk menemukan lelaki itu, tapi takdir justru mempercepat segalanya. Lelaki yang telah merenggut kehormatannya kini duduk di hadapannya, menawarkan uang seolah itu bisa menyelesaikan semuanya.

"Keputusanku masih sama," jawab Eka, suaranya tenang namun tegas. "Aku tidak menjual tubuhku. Jika kamu punya hati, tanggung jawab bisa dilakukan dengan cara lain. Tidak semua hal bisa dibeli dengan uang."

Kai menyeringai kecil. Wanita ini berubah. Semalam, ia melihat keputusasaan dan penyesalan di mata itu, tapi kini—yang terpancar justru kobaran api yang membara. Namun bagi Kai, uang adalah penyelesaian terbaik. Selalu begitu.

"Tidak perlu bersikap seolah kamu suci dan mulia," katanya tajam. "Aku hanya menawarkan solusi. Selain uang, aku tidak akan memberikan tanggung jawab lain padamu."

"Jadi kamu benar-benar ingin jadi pria brengsek?" Eka mendongak, menatapnya penuh keberanian. "Setelah mengambil madu, lalu pergi begitu saja?"

Kai mendengus, matanya menyipit. "Setidaknya aku membayarmu."

Eka mendengus sinis. "Dan kamu pikir aku akan menerima itu begitu saja?"

Kai mendorong cek itu lebih dekat. "Isi saja angka yang kamu mau. Aku tidak ingin ada hubungan apa pun denganmu. Dan satu hal lagi, jangan pernah manfaatkan situasi ini untuk menaikkan kastamu."

Eka menatap pria di hadapannya dengan kemarahan yang ditahan. Ada banyak kata makian yang ingin ia lontarkan, tapi pikirannya masih berjalan jernih. Ada hal yang lebih penting daripada sekadar meluapkan emosi.

Ia menarik napas, menatap langsung ke mata Kai. "Sayangnya, aku memang ingin memanfaatkannya."

Kai mengangkat alis, ekspresinya mulai mengeras.

"Aku ini gadis desa," lanjut Eka. "Seumur hidupku, aku menjaga kesucianku untuk lelaki masa depanku. Dan sekarang, suka atau tidak, dalam tubuhku sudah ada bagian dari dirimu yang menyatu di sana."

Seketika, Kai terdiam. Matanya menajam, rahangnya menegang.

"Kau... wanita!"

Eka langsung menyembunyikan tangannya yang tremor di bawah meja. Suara bentakan itu menggema di kantin, membuat beberapa orang melirik ke arah mereka. Tapi alih-alih mundur, Eka dengan keberanian seujung kuku justru menyipitkan mata dan berbicara lebih pelan.

"Pelankan suaramu." Ia mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan. "Jika kau berteriak, aku juga bisa berteriak lebih keras. Jangan sampai aku buat semua ini viral."

Kai mengepalkan tangannya. Ini pertama kalinya ada seseorang yang berani menantangnya seperti ini. Bahkan mengancamnya. Cukup punya nyali, pikirnya.

Melihat Kai hanya terdiam, eka langsung melanjutkan, "Karena ada calon benihmu dalam perutku. Ayo, kita nikah!"

1
Dia Fitri
/Ok/
Hayurapuji: terimakasih kakak
total 1 replies
Muslika Lika
Ya ampun patkaai..... imajinasi mu lho thor.... melanglang buana....
Muslika Lika: bener bener si eka eka itu ya.....😂
Hayurapuji: hahhaha, dia dipanggil anak buahnya Pak kai, nah si eka kepleset itu lidahnya jadi Patkai
total 2 replies
@Al🌈🌈
/Good/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!