Bidadari Yang Ternoda

Bab 5

Rasa amarah menguasai Papa Andromeda dan Azzam. Mereka tidak terima perlakuan yang terjadi kepada Malika. Mereka ingin menghajar Pradipta setelah memastikan kehamilan wanita itu.

Malika yang baru saja sadar, diminta melakukan tes urin dan hasilnya menunjukkan dua garis. Dengan ini sudah jelas kalau dia sedang hamil anaknya Pradipta.

"Kenapa ini harus terjadi kepadaku, Ma?" ucap Malika disela-sela isak tangisnya.

"Bersabarlah!" kata Mama Aisyah sambil merangkul putrinya.

Hati Malika hancur kembali. Dia tidak ingin mengandung benih dari laki-laki yang tidak dikenalnya sama sekali. Terlebih lagi, dia akan menikah dengan pria pilihannya.

"Semua ini sudah takdir. Pasti Allah akan memberikan suatu kebaikan kepada Kak Malika," ucap Rania yang ikut terisak menangis.

Pradipta datang ke ruang Papa Andromeda bersama sembilan anggota keluarganya, naik tiga mobil. Mereka berencana mengatakan apa yang sudah terjadi kepadanya dan Malika.

"Bagi keluarga Bramantya keturunan adalah sesuatu yang sangat penting dan langka. Tidak semua orang dari keluarga kami mudah punya anak. Punya satu anak saja merupakan suatu anugrah yang sangat besar," ucap Bu Mayang dengan ekspresi sedih.

"Apa yang dikatakan oleh Bu Mayang itu benar. Makanya pas Pradipta membuat pengakuan sudah meniduri seorang perempuan dan merasa hamil anaknya, kita semua beranikan diri untuk meminangnya," kata laki-laki paruh baya dengan serius.

Keluarga Airlangga tentu saja tidak terima dengan perbuatan keluarga Pradipta yang seenaknya mau merebut Malika. Mereka sudah terlanjur sayang dan suka kepada wanita itu.

"Aku sudah tahu apa yang terjadi di malam itu," ucap Airlangga dan membuat semua orang yang ada di ruangan itu terkejut. "Aku juga sudah mengatakan kepada Malaika, apa pun yang akan terjadi kepadanya, aku sudah siap. Bahkan jika dia hamil, aku akan mengakuinya sebagai anakku."

"Tidak bisa begitu!" ucap keluarga Pradipta kompak. "Bayi yang ada di dalam perutnya adalah keturunan Bramantya!"

Papa Andromeda dan Papa Alex saling melirik. Mereka termasuk pelaku laki-laki yang membuat wanita baik-baik hamil di luar nikah, walau tanpa sengaja karena dijebak dan salah sasaran.

"Kita akan memperlakukan Malika dan bayinya dengan sangat baik," kata Bu Mayang dengan ekspresi memohon.

Airlangga melihat ke arah kedua orang tuanya yang menggelengkan kepala. Mereka memberi kode untuk menyerah dan merelakan Malika. Namun, dia tidak mau. Dia akan berjuang untuk mempertahankan wanita yang dicintainya.

"Airlangga, maafkan kami. Saat ini Malika sedang hamil anaknya Pradipta. Jadi, dia yang harus menikahinya," kata Papa Andromeda.

Bagai petir di siang bolong, ucapan Andromeda menghancurkan dunia yang sedang dibangun oleh Airlangga. Begitu banyak impian dan harapan yang dimiliki olehnya bersama Malika. Namun, dalam hitungan menit hancur luluh lantak.

Semua sepupu Malika hendak protes menolak keputusan Papa Andromeda, tetapi Mama Aisyah memberi kode meminta mereka menghormati keputusan suaminya. Dia percaya apa yang dilakukan oleh laki-laki itu adalah yang terbaik untuk semuanya. Jadi, mereka hanya bisa memaki di dalam hati masing-masing.

"Kami menerima keputusan Anda," ucap Pak Agung dengan nada lirih dan ekspresi sendu. Bukan hanya Airlangga yang sedih, dia juga merasakan hal yang sama. 

"Pa, aku tidak akan menikah dengan siapa pun. Biar aku urus dan besarkan sendiri anak ini, nanti," kata Malika dengan suaranya yang parau karena kebanyakan menangis.

"Tidak bisa! Anak itu harus punya kejelasan hukum. Apa kamu ingin membuat penderita baru kepadanya lagi?" balas Andromeda.

Malaika paham maksud ayahnya itu. Namun, dia tidak ingin menikah dengan Pradipta.

"Kenapa Allah memberi takdir seperti ini? Apa aku belum menjadi hamba-Nya yang baik?" gumam Malika yang mulai disusupi rasa amarah dan tidak menerima takdir karena sudah menghancurkan impiannya.

"Kak, yakinlah, Allah memberikan takdir seperti ini kepada Kakak pasti akan ada hikmahnya," lanjut Aisyah. "Banyak-banyak istighfar, Kak. Jangan biarkan bisikan setan menguasai hati dan pikiran Kakak!"

Malika beristighfar dalam isak tangisnya. Dia sadar sudah salah dengan perbuatannya barusan. Semua orang memberikan penyemangat kepada Malika, kalau kebahagiaan akan datang kepadanya di waktu yang tepat suatu hari nanti.

"Kalau laki-laki itu macam-macam, bilang saja sama aku. Nanti aku kasih jurus derita seribu tahun," bisik Rania.

Malika melirik kepada sepupunya. Bisa-bisanya Rania kepikiran untuk melakukan KDRT. Biasanya kepolosan istri Rain itu membuatnya tertawa geli, kini malah terasa menakutkan.

"Ingat, kamu lagi hamil!" balas Malika dengan mata memicing dan Dania pun menggerutu.

Hari lamaran itu berubah menjadi hari pernikahan antara Pradipta dengan Malika. Walau hanya dihadiri oleh keluarga kedua belah pihak, semua berjalan dengan baik.

Wajah ceria yang biasanya diperlihatkan oleh Malika, kini sirna bersamaan dengan gagalnya hubungan dia dengan Airlangga. Wanita itu tidak tahu apa yang akan terjadi kepadanya nanti.

Airlangga sendiri sangat terpukul. Dia sampai tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Wajahnya datar tanpa ada garis lengkung, cahaya dari tatapan mata juga kini terlihat kosong. Dia hanya diam mematung ketika melihat wanita yang dicintainya menikah dengan laki-laki lain.

Separuh jiwa Airlangga terasa hilang entah ke mana. Ini membuat dia terlihat seperti seonggok daging yang tak berguna. 

Arumi dan Bu Seruni memberi penyemangat agar Airlangga bisa kuat menjalani hidup ke depannya. Karena bagaimanapun juga masa depannya masih panjang dan banyak cara untuk mendapatkan kebahagiaan.

***

Malika dibawa oleh Pradipta ke rumahnya. Karena sekarang mereka sudah sah menjadi pasangan suami-istri. Bangunan dua lantai itu terlihat sederhana sekali. Wanita itu ditempatkan di kamar utama yang cukup luas dibandingkan dengan kamar yang lain.

"Kamu tata pakaian di lemari sebelah kiri. Untuk make up kamu tata yang rapi di lemari kecil dekat cermin," ucap Pradipta sambil menunjuk ke arah cermin yang terpasang pada dinding dengan ukuran besar.

Tanpa bicara apa pun, Malika membereskan semua barang miliknya. Sebenarnya saat ini dia sedang menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Namun, wanita itu tidak berani bilang apa pun kepada suaminya.

"Sekarang kamu sudah menjadi istriku, itu artinya kamu tidak boleh sembarangan lagi dekat dengan laki-laki mana pun. Terutama Airlangga, mantan calon suamimu," ucap Pradipta.

"Jika sudah selesai membereskan semua barang-barang kamu, ikut gabung sama Ibu dan lainnya. Kamu harus bisa mengakrabkan diri dengan semua penghuni rumah," lanjut laki-laki itu sebelum pergi ke luar dari kamar.

Air mata Malika jatuh bercucuran. Dia mengira air matanya sudah kering, tadi. Karena terus-terusan menangis. Setelah selesai membersihkan semua barang-barang miliknya, wanita itu pergi membasuh muka agar tidak terlihat sembab dan bengkak.

"Eh, sini, Malika! Ayo, cepat masak untuk makan malam nanti!" titah Bu Mayang.

"I-ya, Bu," balas Malika.

"Maaf, ya! Di sini tidak ada pembantu. Jadi, mulai sekarang semua pekerjaan rumah, kamu yang kerjakan," ucap Bu Mayang tersenyum tipis. "Ibu dengar, kalau kamu adalah wanita mandiri yang bisa melakukan banyak hal."

"Semua pekerjaan rumah?" ulang Malika.

"Iya, tentu saja. Itu kan tugas kamu sebagai seorang istri dari Pradipta," tukas Bu Mayang.

"Sendirian?" Malika mencoba memahami maksud ucapan ibu mertuanya agar tidak salah paham.

"Ya, iya, lah!" ucap Bu Mayang dengan bola mata berputar ke belakang. "Ibu sudah tua. Sekarang waktunya istirahat menikmati masa tua. Kalau Puput, dia sejak kecil tidak tahu yang namanya pekerjaan."

"Apa boleh aku menyewa pembantu, Bu? Biar aku yang bayar nanti gajinya. Karena saat ini aku lagi hamil muda dan juga bekerja di rumah sakit," jelas Malika berharap mertuanya paham.

"Tidak boleh! Kalau kamu punya banyak uang, lebih baik kasihkan saja kepada Puput dan Ibu saja," kata Bu Mayang tersenyum lebar.

Malika hanya terdiam. Dia merasa ada yang aneh dengan mertuanya itu.

***