Sakit rasanya ketika aku menyadari bahwa aku hanyalah pelarianmu. Cinta, perhatian, kasih sayang yang aku beri setulus mungkin ternyata tak ada artinya bagimu. Kucoba tetap bertahan mengingat perlakuan baikmu selama ini. Tapi untuk apa semua itu jika tak ada cinta untukku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zheya87, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 24
Selama tiga hari menjalani perawatan dii Rumah Sakit, Ibu datang setiap pagi menemaniku dan pulang sore hari bergantian dengan Roy. Roy tak pernah kembali ke rumah selama aku sakit, meski aku mendiamkannya dia tidak perduli. Dia bersikap seenaknya seakan tak yang terjadi.
Sesekali kak Arini dan mama datang menjenguk sekalian membawakan pakaian bersih untuk Roy.
Aku hampir tersentuh oleh sikap Roy, namun kali ini aku telah bertekad tak akan terpengaruh lagi.
Hari ini aku diijinkan pulang oleh Dokter. Aku segera menelpon mama meminta ijin untuk sementara kembali ke rumah ayah dan ibu. Untungnya mama memaklumi. Aku tak butuh ijin Roy, biarlah aku dianggap istri durhaka. Hatiku masih sakit.
Ayah menjemput aku dan ibu di Rumah Sakit menggunakan mobil dari pemilik bengkel tempat ayah bekerja. Aku bersyukur ayah dan ibu dikelilingi oleh orang-orang baik. Meski ibu sudah membuka usaha warung depan rumah, ayah tak diijinkan berhenti kerja dari bengkel oleh bosnya.
" Ayo nak, pelan-pelan jalannya. " ucap ayah.
Ibu berjalan disampingku sambil menggandeng tanganku. Aku sebenarnya sudah pulih tak ada rasa nyeri lagi, namun ayah dan ibu masih sangat khawatir. Kata Ibu, seorang wanita jika mengalami keguguran maka efbeknya sangat besar. Jadi ibu selalu menjagaku dengan telaten.
Aku tak diijinkan melakukan apapun di rumah. Hanya makan dan tidur. Sesekali untuk mengurangi rasa bosan aku membantu ibu di warung walau hanya sekedar melayani pembeli.
Sudah seminggu aku tinggal di rumah ibu, dua kali Roy datang mengajakku pulang. Meski aku menolak Roy tetap bersikap baik padaku.
"Baiklah, jika kamu masih belum mau ikut bersamaku. Aku beri kamu waktu beberapa hari lagi. " ucap Roy pada saat terakhir kali dia datang. Dan aku tetap bungkam tak menjawab sepatah katapun.
Setelah kepergian Roy, beranjak masuk. Namun ayah dan ibu yang pada saat itu masih duduk diruang makan memanggilku.
" Dara, kemarilah. Ayah mau ngomong sesuatu." kata ibu
" Iya bu "
Setelah aku duduk berhadapan dengan Ayah dan ibu kulihat wajah ayah sangat serius. Aku takut ayah akan mengungkit perihal hubunganku dan Roy. Karena sejauh ini aku belum menceritakan apa yang sebenarnya terjadi diantara kami.
" Dara, tak baik mengabaikan suamimu berlama-lama. Ayah mengerti kamu masih sedih karena kehilangan anak. Namun, kamu pun harus mengerti suamimu juga sama. Ayah bisa melihat raut wajah kesedihan dan penyesalan yang mendalam di mata Roy. Ayah sudah tau apa yang terjadi diantara kalian berdua. Roy sudah menceritakan semuanya. " ucap ayah.
" Roy termasuk suami yang sabar nak, sudah berhari-hari kalian tinggal terpisah. Ibu mertuamu pun sama, setiap hari menelpon untuk menanyakan perkembangan kesehatanmu. " aku masih diam mendengar nasehat ayah.
" Apapun masalah kalian berdua, ayah yakin Dara bisa menyingkapinya dengan hati lapang. Dari kecil yang ayah tau, kamu adalah anak yang paling dewasa. Selalu mengalah, pengertian kepada orang tua dan saudara-saudaramu. Sekarang, tunjukkan sifatmu itu kepada suami dan mertuamu nak. Yakinkan mereka, bahwa mereka tak salah telah memilihmu. " aku meneteskan air mata.
Dalam hati aku berucap, aku tak sekuat itu ayah. Kemelut dalam rumah tanggaku sangat sulit untuk diterima. Meski aku tampak baik-baik saja, namun batinku tersiksa.
" Pikirkan kembali apa yang ayah ucapkan. Usia pernikahan kalian baru setengah tahun. Sangat wajar jika dalam kehidupan rumah tangga tak semulus yang kamu bayangkan. Tapi percayalah di luar sana mungkin banyak permasalahan rumah tangga yang lebih parah dari yang kita alami, namun beberapa orang tak menyerah untuk memperbaiki keutuhan rumah tangganya. Ayah dan ibumu pun begitu, bukan hanya masalah ekonomi dan tekanan orang tua yang ayah hadapi saat awal menjalani hidup bersama namun ada hal lain yang tak bisa ayah ungkapkan kepadamu. Tapi semua terserah kepada kamu, ayah tak akan ikut campur dalam keputusanmu. Ayah hanya menasehati agar kelak kamu tak menyesali keputusanmu."
" baik ayah, akan Dara pikirkan baik-baik " jawabku.
Semalaman setelah perbincanganku dengan ayah, aku kembali gamang. Meski Roy menyakiti hatiku berulang kali dalam hatiku namun aku masih sangat mencintainya. Rasa cintaku lebih besar dari rasa benciku.
Sabtu pagi Roy kembali datang, dengan membawakan bucket bunga mawar putih.
" Dara, kamu masih marah hmmmm?? Apa seminggu belum cukup buat kamu untuk menenangkan diri? Jangan berlama-lama meninggalkanku. Aku merindukanmu " ucap Roy mendekat dan ingin memelukku.
Aku menghindar, meski yang kurasa pun sama. Setelah beberapa hari tak bertemu ada setitik rasa rindu dalam hatiku.
" Baiklah, jika kamu masih marah tak apa, tapi terimalah bunga ini , dan oh ....ya ini oleh-oleh dari Ana." Roy menyodorkan sebuah paper bag berwarna coklat.
" Ana? "
Aku menatap Roy ketika mendengar nama Ana.
" Bener ada Ana? "
" Iya, dia tiba kemarin. Kenapa? Ga percaya?"
" Bukan begitu. Sudah sangat lama. Bahkan aku putus kontak dengannya. "
" Aku kebetulan bertemu Ana di pestanya Adit. Adit sepupunya Ana yang kelas 3 C1. "
Aku ingat sepupu Ana , meski tak akrab aku mengenal Adit karena beberapa kali Ana pulang bersamanya.
" Ana sudah punya dua anak. Lucu-lucu anaknya. Kembar. Sepertinya Ana mememiliki kehidupan yang baik. Suaminya sangat menyayanginya meski mereka menikah dijodohkan. " Roy melanjutkan sambil tersenyum. Hatiku nyeri mendengarnya. Nasibku dan Ana sangat berbeda, aku yang menikah dengan orang yang kucintai malah menderita.
" Ana menanyakan kamu Dara, dia ikut prihatin atas kejadian menimpamu. Dia ingin kamu hadir direuni nanti malam. " lanjut Roy lagi.
" Iya, aku ikut " jawabku dengan cepat.
" Ya udah ayo "
" katanya nanti malam " jawabnya
" dresscodenya hitam. Emang kamu punya baju hitam di sini?"
" ga ada. Tunggu sebentar, aku siap-siap dulu." aku masuk ke dalam. Ada ibu dan ayah sedang duduk sambil menonton TV.
" Ayah, Dara ijin pulang sama Roy ya," ayah bangkit dan berjalan ke depan.
" baiklah nak, Roy ada di depan? Ayah mau ngobrol sebentar dengannya. Kamu siap-siap dulu."
"baik ayah"
Aku masuk ke kamar, menyiapkan beberapa lembar pakaianku untuk dibawa pulang. Entah apa yang dibicarakan ayah dan suamiku, tak ingin mengganggu aku memberi kesempatan kepada mereka.
Ibu mengikutiku ke kamar, membantuku mengemas. Masih sama dengan kemarin, nasehat ibu sama dengan ayah.
Aku yang awalnya hanya ingin ikut Reuni, akhirnya memutuskan untuk kembali bersama suamiku melihat kegigihannya membujukku untuk pulang.