NovelToon NovelToon
Benci Jadi Cinta

Benci Jadi Cinta

Status: tamat
Genre:Tamat / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Dijodohkan Orang Tua / Menikah dengan Musuhku
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Nike Nikegea

Benci Jadi cinta mengisahkan perjalanan cinta Alya dan Rayhan, dua orang yang awalnya saling membenci, namun perlahan tumbuh menjadi pasangan yang saling mencintai. Setelah menikah, mereka menghadapi berbagai tantangan, seperti konflik pekerjaan, kelelahan emosional, dan dinamika rumah tangga. Namun, dengan cinta dan komunikasi, mereka berhasil membangun keluarga yang harmonis bersama anak mereka, Adam. Novel ini menunjukkan bahwa kebahagiaan datang dari perjuangan bersama, bukan dari kesempurnaan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nike Nikegea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14 : menghadapi jarak lagi

Rayhan memang harus pergi ke luar negeri untuk urusan pekerjaan, yang membuat Alya harus kembali menjalani kehidupan sehari-hari tanpa suami di sampingnya. Walaupun dia sudah terbiasa dengan rutinitas sebagai ibu, kali ini terasa berbeda. Kehilangan Rayhan untuk beberapa waktu, meskipun tidak lama, membuatnya merasa sedikit kesepian.

Setiap malam, sebelum tidur, Alya merasakan ada kekosongan. Tanpa Rayhan di sampingnya, suasana rumah menjadi lebih sunyi. Meski Adam masih ada, perasaan sepi tetap menyelip di hati Alya. Beruntung, mereka selalu menjaga komunikasi, dengan Rayhan menghubunginya lewat video call setiap malam. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa komunikasi jarak jauh tetap tak bisa menggantikan kebersamaan langsung.

Suatu malam, setelah Rayhan selesai dengan pekerjaannya di luar negeri, mereka berbicara lewat video call seperti biasa.

“Alya, kamu baik-baik saja kan?” tanya Rayhan, terlihat cemas meski hanya bisa melihat wajah istrinya melalui layar.

Alya tersenyum, meski ada kelelahan di matanya. “Aku baik-baik aja, Ray. Cuma, sedikit merasa kesepian tanpa kamu. Adam juga kangen banget sama papa-nya.”

Rayhan mengangguk, memahami betul perasaan Alya. “Aku juga kangen kalian, sayang. Aku berusaha secepatnya selesai di sini dan pulang. Aku janji, kita akan lebih sering merencanakan waktu bersama setelah ini.”

Alya menatap layar dengan mata yang sedikit berkaca-kaca. “Aku tahu kamu kerja keras, Ray. Aku cuma pengen kita tetap bersama, tanpa ada jarak seperti ini. Gimana caranya supaya kita bisa terus dekat meskipun terpisah?”

Rayhan menarik napas panjang. “Alya, aku janji, kita akan melaluinya bersama. Aku nggak ingin kamu merasa sendirian. Begitu aku pulang, kita akan atur semuanya, supaya kita bisa lebih sering bersama dan nggak ada lagi rasa kosong seperti ini.”

Alya tersenyum tipis, merasa sedikit lega. “Aku percaya kamu, Ray. Aku cuma ingin kita tetap bisa berbicara, berbagi, dan menjadi satu. Aku nggak mau kita terpisah lagi.”

Rayhan menatap Alya dengan mata penuh kasih. “Kita nggak akan terpisah, Alya. Ini cuma sementara. Kita akan kembali lagi bersama, dan hubungan kita akan tetap kuat.”

Mereka mengakhiri pembicaraan itu dengan senyum dan janji untuk tetap berusaha menjaga komunikasi. Walau begitu, masih ada rasa rindu yang tak bisa disembunyikan dari keduanya.

---

Beberapa minggu berlalu, dan akhirnya Rayhan bisa kembali ke rumah. Alya menyambutnya dengan hangat, pelukan mereka terasa lebih dalam. Tidak ada kata-kata yang perlu diucapkan, karena keduanya tahu bahwa kehadiran satu sama lain adalah yang paling mereka butuhkan.

Setelah Rayhan pulang, mereka memutuskan untuk pergi berlibur sejenak. Meninggalkan rutinitas sehari-hari, mereka merencanakan perjalanan singkat untuk menyegarkan pikiran dan menghabiskan waktu bersama. Meskipun liburan itu singkat, itu memberikan momen berharga bagi mereka untuk kembali menemukan kedekatan yang sempat teruji oleh jarak.

Di tengah perjalanan, saat mereka duduk berdua menikmati pemandangan matahari terbenam, Alya memandang Rayhan dengan mata penuh cinta.

“Aku senang kita bisa punya waktu ini, Ray. Rasanya seperti kita bisa kembali menemukan diri kita,” kata Alya, suaranya penuh kehangatan.

Rayhan menggenggam tangan Alya, tersenyum. “Aku juga, Alya. Ini waktunya buat kita berdua. Setelah semua yang kita lalui, kita masih bisa menikmati kebersamaan ini, itu yang paling penting buat aku.”

Mereka berbicara lebih banyak tentang masa depan, tentang harapan dan impian mereka untuk keluarga mereka. Mereka menyadari bahwa meskipun tantangan akan selalu ada, mereka punya satu sama lain untuk menghadapinya.

---

Saat mereka kembali ke rumah, kehidupan mereka kembali berjalan seperti biasa. Rayhan mulai lebih memperhatikan kebutuhan keluarga dan Alya, memastikan bahwa mereka tetap bisa meluangkan waktu bersama. Adam yang semakin pintar dan ceria membuat rumah mereka semakin hidup dengan tawa dan canda.

Namun, meskipun mereka mulai merasa lebih dekat, tantangan lain mulai muncul. Alya yang selama ini merasa cukup mandiri, mulai merasakan tekanan dari ekspektasi menjadi ibu rumah tangga yang sempurna, sementara Rayhan semakin sibuk dengan pekerjaannya. Meskipun mereka saling mendukung, terkadang perasaan lelah itu mulai terasa.

Suatu malam, setelah Rayhan pulang larut, mereka duduk di ruang tamu untuk berbicara.

“Alya, aku tahu aku udah banyak ninggalin kamu sendirian beberapa waktu ini. Aku nggak ingin kamu merasa terbebani dengan semua ini,” kata Rayhan dengan serius.

Alya menatap suaminya, merasa sedikit cemas. “Aku nggak keberatan, Ray. Aku cuma takut kita jadi terpisah lagi. Aku nggak ingin kita lupa cara untuk tetap dekat.”

Rayhan menarik napas panjang. “Kita nggak akan terpisah, Alya. Kita hanya perlu mencari cara untuk lebih seimbang. Aku akan berusaha lebih baik lagi.”

Alya mengangguk, merasakan keinginan yang sama untuk menjaga keluarga ini tetap utuh. “Kita akan temukan cara, Ray. Kita nggak bisa menyerah, karena kita sudah sampai sejauh ini bersama.”

---

Hari-hari mulai terasa lebih sibuk. Rayhan kembali ke rutinitas kerja yang padat, sementara Alya juga merasa beban sebagai ibu rumah tangga semakin besar. Adam yang semakin aktif membutuhkan perhatian ekstra, sementara pekerjaan rumah tangga yang tak ada habisnya menuntut waktunya. Meskipun mereka berdua saling mendukung, terkadang ada momen ketika mereka merasa lelah, bahkan cemas apakah mereka bisa terus menjaga keharmonisan dalam keluarga.

Suatu malam, setelah seharian bekerja dan mengurus Adam, Alya duduk di ruang tamu, menatap kosong ke arah televisi yang tidak menyala. Pikirannya mulai dipenuhi rasa cemas dan pertanyaan tentang masa depan mereka. Sementara itu, Rayhan yang baru pulang dari kerja, masuk ke ruang tamu dan melihat Alya dengan wajah yang berbeda.

“Alya, kamu oke?” tanya Rayhan, duduk di sampingnya dan meraih tangannya.

Alya mengalihkan pandangan, mencoba menyembunyikan kekhawatirannya. “Aku cuma capek, Ray. Rasanya semuanya semakin berat, dan aku nggak tahu gimana cara buat tetap seimbang.”

Rayhan menatapnya dengan prihatin. “Aku ngerti, sayang. Aku juga merasa begitu. Kita berdua kadang terjebak dalam rutinitas dan lupa untuk punya waktu buat diri sendiri dan satu sama lain.”

Alya menunduk, menatap tangan Rayhan yang menggenggam tangannya. “Aku khawatir kalau kita mulai kehilangan diri kita sendiri, Ray. Aku nggak mau kita jadi pasangan yang cuma ada di fisik aja, tapi nggak ada kedekatan emosional. Kita udah berjuang jauh-jauh banget buat sampai sejauh ini, aku nggak mau itu sia-sia.”

Rayhan menghela napas, merasa berat. “Aku juga nggak mau itu, Alya. Tapi aku juga nggak tahu harus mulai dari mana. Aku sayang banget sama kamu, dan aku nggak mau kita merasa tertekan seperti ini.”

Alya menatap Rayhan dengan mata yang penuh harapan. “Kita butuh waktu buat diri kita sendiri, Ray. Kita perlu berbicara, bercanda, dan melakukan hal-hal yang membuat kita bahagia, bukan hanya tentang pekerjaan atau keluarga. Aku butuh kamu, bukan hanya sebagai suami, tapi juga sebagai sahabat.”

Rayhan meresapi kata-kata Alya, dan hatinya terasa semakin terhubung dengan perasaannya. “Kamu benar. Kita harus bisa lebih seimbang. Aku janji, aku akan berusaha lebih banyak meluangkan waktu untuk kita, Alya. Aku nggak ingin kamu merasa sendirian atau terbebani.”

Alya tersenyum, meskipun masih ada kelelahan di matanya. “Aku tahu, Ray. Aku cuma butuh kamu di sampingku. Kita akan temukan cara untuk melewati ini, bersama.”

Rayhan memeluk Alya dengan lembut. “Kita akan selalu ada untuk satu sama lain, sayang. Kita akan tetap kuat.”

---

Hari-hari setelah percakapan itu, mereka mulai lebih sadar akan pentingnya waktu bersama. Rayhan berusaha untuk lebih terlibat dalam mengurus Adam dan pekerjaan rumah tangga. Meski tidak sempurna, Alya merasakan perbedaannya. Setiap kali Rayhan pulang kerja, dia akan meluangkan waktu untuk bermain dengan Adam atau membantu mengerjakan hal-hal kecil yang membuat Alya merasa lebih ringan. Mereka mulai menikmati momen-momen sederhana, seperti makan malam bersama, bercakap-cakap tentang hal-hal ringan, atau hanya duduk bersama setelah Adam tidur.

Mereka juga mulai merencanakan kegiatan berdua, seperti berjalan-jalan di taman atau menonton film bersama. Tanpa beban pekerjaan atau tanggung jawab keluarga, mereka berdua bisa berbicara dari hati ke hati, membicarakan perasaan dan kekhawatiran mereka.

Namun, meskipun ada kemajuan, tantangan baru kembali muncul. Suatu hari, ketika Rayhan sedang bekerja dari rumah, Alya menerima telepon dari sahabat lamanya, Rina, yang mengajaknya keluar untuk berkumpul.

“Yuk, Alya. Kita udah lama nggak ketemu. Aku rindu banget. Ayo keluar sebentar,” ajak Rina dengan suara ceria.

Alya yang sudah lama tidak bertemu teman-temannya merasa senang, namun ada sedikit rasa bersalah. “Aku pengen banget, Rin, tapi... aku lagi agak sibuk sama Adam dan Rayhan di rumah. Aku nggak mau ninggalin mereka, takut nggak bisa seimbang.”

Rina tertawa kecil. “Alya, kamu perlu waktu buat diri kamu sendiri. Rayhan juga pasti paham. Coba deh, sempatin sedikit waktu buat keluar, kamu butuh itu.”

Alya merasa ragu, tapi setelah berpikir sejenak, akhirnya dia memutuskan untuk keluar sebentar. “Oke deh, Rin. Aku bakal keluar sebentar. Tapi nanti aku balik cepat.”

Saat Alya pergi, Rayhan yang sedang bekerja di ruang lain menyadari bahwa dia sedang sendirian di rumah. Ketika melihat Adam yang sedang bermain di ruang tamu, dia merasa kesepian, tapi juga bangga bisa mengurus anak mereka sendiri. Meski sedikit merasa kehilangan kehadiran Alya, Rayhan tahu bahwa ini adalah kesempatan baik bagi Alya untuk bersosialisasi dengan teman-temannya.

---

Di luar, saat Alya bertemu dengan Rina, dia merasa segar kembali. Tertawa, bercakap-cakap, dan mengenang masa lalu membuat Alya merasa lebih ringan. Namun, saat dia pulang dan melihat Rayhan yang tampak sedikit lelah namun tetap tersenyum, Alya merasa bahwa dia telah menemukan keseimbangan baru dalam hidupnya.

“Gimana tadi, sayang?” tanya Rayhan sambil menggendong Adam yang sudah tertidur.

Alya tersenyum, merasa lebih bahagia. “Aku senang bisa keluar sebentar, Ray. Rina ngajak ngobrol, ketawa-ketawa. Aku merasa lebih segar sekarang.”

Rayhan meletakkan Adam di tempat tidurnya dan mendekat pada Alya. “Aku senang kamu bisa sedikit bersantai, sayang. Aku tahu kamu butuh waktu itu. Aku juga merasa lebih baik bisa memberi kamu ruang.”

Alya merangkul Rayhan, merasa bahwa mereka berdua mulai menemukan cara untuk menjaga keseimbangan dalam kehidupan mereka. “Kita pasti bisa, Ray. Kita cuma perlu saling mendukung.”

Rayhan mengangguk, menatap Alya dengan penuh cinta. “Kita akan selalu ada buat satu sama lain, Alya. Apapun yang terjadi.”

---

1
Niat
suka banget, aku suka ngebacanya 🤩
semangat kak 🤗
Niat
ini novel pertama yang ku baca 😊
sumpah aku jadi ketagihan bacanya 😁😁
Tae Kook
Thor, ini cerita adalah yang pertama kali aku baca dan membuatku ketagihan.
Coralfanartkpopoaf
Meresapi setiap detail dalam cerita ini. 🧐
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!