Pasti ada asap, makanya ada api. Tidak mungkin seseorang dengan tiba-tiba membenci jika tidak ada sebab.
Itu yang di alami Adara gadis 25 tahun yang mendapatkan kebencian dari William laki-laki berusia 30 tahun.
Hanya karena sakit hati. Pria yang dulu mencintainya yang sekarang berubah menjadi membencinya.
Pria yang dulu sangat melindunginya dan sekarang tidak peduli padanya.
Adara harus menerima nasibnya mendapatkan kebencian dari seorang yang pernah mencintainya.
Kehidupan Adara semakin hancur dikala mereka berdua terikat pernikahan yang dijalankan secara terpaksa. William semakin membencinya dan menjadikan pernikahan itu sebagai neraka sesungguhnya.
Mari kita lihat dalam novel terbaru saya.
Apakah 2 orang yang saling mencintai dan kemudian berubah menjadi benci. Lalu benci itu bisa kembali berubah?
Terus di ikuti dalam Novel ini. Jangan lupa like, koment dan subscribe.
Follo Ig saya.
ainunharahap12.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 18 Peraturan.
"Ini sungguh tidak masuk akal, Bi!" ucap Adara.
"Jika ingin protes atau menanyakan sesuatu atau mendengar penjelasan yang lebih lengkap lagi. Nona bisa tanyakan sendiri pada tuan William. Saya hanya menyampaikan apa yang diperintahkan," ucap Bi Asih dengan menundukkan kepala.
Adara yang benar-benar terlihat prestasi yang mendapatkan larangan yang pasti sangat berat untuk dilaksanakan.
"Saya hanya menyampaikan semua itu kepada, Nona. Jika membutuhkan sesuatu bisa memanggil saya. Kalau begitu saya permisi!" ucap Bibi pamit
dan tanpa berbicara lagi yang langsung keluar dari kamar itu.
"Tidak mungkin!"
"Aku tidak mungkin hanya berada di rumah saja, bagaimana dengan Nando, bagaimana dengan ibu. Mereka membutuhkan aku dan jika aku bukan aku lalu siapa? Kenapa William harus memberikan peraturan seperti ini. Dia seolah sedang membuatku berada di dalam penjara. Ini benar-benar sangat tidak masuk akal," Adara yang terlihat begitu panik menyibak rambutnya ke belakang dan juga mengusap wajahnya menggunakan kedua tangannya.
Mungkin seperti apa yang dikatakan William, Adara benar-benar akan menjadi tahanannya yang tidak akan diizinkan ke mana-mana. Adara harus menerima segala konsekuensi atas persetujuan dirinya untuk menikah dengan William.
Jika Adara tidak memiliki keluarga dan mungkin hal itu tidak akan dipermasalahkannya. Tetapi ibunya masih sakit dan adiknya juga masih kecil yang membuat Adara tidak bisa berpikir jernih bagaimana nasib keluarganya setelah ini tanpa dirinya.
William sendiri yang berada di kamarnya, sudah dapat dipastikan dia tidak akan sekamar dengan Adara. William berdiri di depan cermin yang baru saja memakai dasinya dan selanjutnya memakai jam tangannya.
Tok-tok-tok-tok.
"Masuk!" titahnya.
Pintu yang terbuka yang mana Bi Asih memasuki kamar dengan membawakan nampan yang berisi secangkir teh.
"Dia protes?" tanya William.
"Wajah Nona Adara kaget dan dari ekspresinya memang pasti akan protes. Saya hanya menyuruh untuk bertanya kembali kepada tuan agar dia mengerti," jawab Bibi sembari meletakkan teh tersebut di atas meja.
"Dia tidak akan berani bertanya padaku," sinis William dengan hembusan nafas kasar.
"Jangan terlalu menahannya di dalam rumah. Dia memiliki seorang adik dan juga seorang Ibu. Jika bukan Nona Adara yang menjaga mereka lalu siapa lagi," ucap Bi Asih yang memberikan saran.
"Dia sudah memilih untuk menikah dan aku sudah memberikan pilihan kepadanya. Dia tetap menikah denganku dan itu artinya dia sudah siap dengan semua resiko dari keputusan yang telah diambil," jawaban itu yang diberikan William sembari memakai jasnya.
"Lagi pula dia memiliki seorang ibu. Apa ibunya tidak bisa menjaga adiknya," sahut William.
"Bukankah ibunya sedang berada di rumah sakit," sahut Bibi.
Dahi William mengkerut yang sepertinya baru mengetahui hal itu, sampai-sampai William melihat ke arah Bi Asih.
"Jangan terlalu berlebihan kepada Nona Adara. Saya juga mendapatkan pesan untuk menjaga dia. Jadi saya berharap tuan mengerti," ucap Bi Asih dengan menundukkan kepala dan tidak mengatakan apa-apa lagi yang langsung pergi dari kamar William.
"Ibunya sakit!" gumam William.
"Jadi tadi malam dia memang ke rumah sakit untuk melihat ibunya?"
Entahlah apakah setelah mendengarkan dari Bi Asih, maka William akan mengubah ketentuan yang sudah dia tetapkan. Tidak membiarkan Adara keluar rumah tanpa seizinnya itu memang sudah sangat keterlaluan. Adara pasti akan frustasi yang akan terus memikirkan keluarganya.
**
Adara yang berada di dalam kamarnya terlihat begitu gelisah. Sejak tadi dia hanya bisa mondar-mandir seperti setrikaan yang memencet jari-jarinya.
Tidak ada yang bisa dia lakukan selain itu. Dia jika belum membicarakan semuanya kepada William untuk William tidak mengurung dirinya di dalam kamar. Adara terus saja memikirkan bagaimana adik dan ibunya terlebih lagi Nando yang pasti kebingungan dengan kakaknya yang tidak pulang.
Ceklek!
Pintu kamar yang terbuka membuat Adara yang menoleh ternyata itu adalah William.
"Aku mohon tolong izinkan aku pergi sebentar," pinta Adara dengan wajah yang tampak meminta belas kasihan yang langsung menghampiri William dengan suaranya yang sangat sendu.
"Kau memang selalu saja menyusahkan. Kau pikir siapa dirimu yang apa-apa harus melaporkan semuanya!" tegas William dengan penuh amarah.
"Aku harus kerumah sakit," ucapnya lirih.
Sebelumnya Adara memang meminta Bi Asih untuk meminta izin kepada William agar dirinya diizinkan pergi. Adara baru saja mendapatkan telepon dari Dokter mengenai ibunya. Dia tidak akan tenang sebelum memastikan semua baik-baik saja.
"Aku mohon!" ucap Adara yang menyatukan kedua tangan.
"Apa aku harus harus bersujud?" ucapnya yang rela melakukan apa saja agar di beri izin.
William tetap diam yang tidak memberikannya kepastian. Saat itu juga Adara yang tiba-tiba saja sudah berlutut yang membuat kedua alis William bertautan. Adara memang tidak peduli apapun. Baginya yang terpenting bagaimana dirinya bisa menemui ibunya.
"Aku mohon!" ucapnya lagi.
"Keluar! Awas saja jika kau macam-macam, aku tidak akan memberikan ampunan kepadamu. Kau yang menginginkan pernikahan ini. Jadi kau harus menerima segala konsekuensi yang akan kau dapatkan, jika kau melanggar atau mencoba membantahku!" tegas Adrian yang memberikan peringatan.
Adara menganggukkan kepala. Baginya yang terpenting sekarang bisa bertemu dengan ibunya. Adara yang tidak membuang-buang waktu yang langsung berdiri dan mengambil ponselnya dan dengan cepat dia keluar dari kamar itu.
William yang membuang nafasnya perlahan ke depan, dari wajahnya sebenarnya terlihat tidak tega melihat Adara yang bersujud seperti itu. Tetapi William tetap saja menunjukkan bahwa dirinya bukan laki-laki yang seperti dulu. Dia ingin memperlihatkan kepada Adara bahwa dia laki-laki yang kejam yang tidak memiliki perasaan.
***
Adara ke rumah sakit hanya sebentar saja, Bi Asih menyampaikan pesan William kepada Adara bahwa, Adara tidak diperbolehkan pulang lewat dari jam 07.00 malam. Adara menuruti semua perintah Bibi. Karena tidak ingin menghilangkan kepercayaan William yang pasti jika dia melanggar aturan itu. Banyak kemungkinan William tidak akan memberikan dia izin untuk pergi lagi.
Ibunya belum sadar dan ada beberapa saran yang diberikan Dokter kepadanya. Adara juga memiliki kesempatan bertemu dengan adiknya dan berpesan banyak pada adiknya. Adik dan Ibunya dititipkan pada tetangga mereka yang selama ini memang sangat baik.
Setelah melakukan semua secara singkat dan sangat buru-buru. Adara yang bergegas pulang yang baru saja keluar dari rumah sakit.
"Aku harus cepat kembali!" ucapnya yang buru-buru berjalan mencari kendaraan.
"Adara!" Adara menoleh ke belakang saat mendengar namanya dipanggil.
"Bryan!" ucapnya dengan suara lirih. Pria tampan dengan campuran Timur Tengah Indonesia langsung menghampiri Adara dengan tersenyum. Tetapi wajah Adara terlihat begitu datar.
"Kamu sedang apa di rumah sakit?" tanya Bryan.
"Ibuku masuk rumah sakit," jawab Adara sedikit gugup dan merasa kurang nyaman saat berbicara dengan pria itu.
"Benarkah? Lalu bagaimana keadaan ibu kamu?" tanya Bryan yang terlihat sedikit khawatir.
"Tidak apa-apa. Ibu baik-baik saja," jawab Adara secara singkat.
Sepertinya dia tidak ingin lama-lama berbicara dengan dia pria itu.
"Aku turut atas apa yang terjadi dengan kamu," ucapnya.
"Terima kasih," jawab Adara.
"Ya. Sudah kalau begitu aku pergi dulu," ucap Adara pamit dengan menundukkan kepalanya.
"Tunggu Adara!" Bryan yang langsung menahan Adara dengan memegang tangan Adara.
Bersambung.....