Jika tak percaya adanya cinta pada pandangan pertama, Rayyan justru berbeda, karena semenjak melihat Mbak Tyas, dia sudah langsung menjatuhkan hati pada perempuan cantik itu.
Dan dia Rayyan Asgar Miller, yang jika sudah menginginkan sesuatu dia harus mendapatkannya dengan cepat.
"Ngapain masih ngikutin? Kan tadi udah aku bayarin minumannya tah!?"
"Bayarannya kurang Mbak!" Rayyan menyengir lalu menunjukkan sebelah pipinya. "Kiss sepuluh kali dulu, baru aku anggap impas."
"Astaghfirullah!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DB DUA DELAPAN
...Sebelumnya sorry atas ketidak nyamanan membacanya kk semua, akhir akhir ini Emang byk typo, karena Pasha lagi menyesuaikan jari sama hape lain yang nggak biasa aku buat nulis... Koreksi saja jika ada kesalahan, karena auto correct hape ini beneran susah diimbangi... Sementara aku nulis sambil ngantuk, sama sambil ngurus Baby, jadi harap malkum......
...°^\=~•∆•∆•~\=^°...
"Kita sudah tidak dibutuhkan lagi, jadi biar saja dia mandiri!" Kata yang akhirnya terucap dari bibir seorang Aisha.
Baru saja King membuka mulut untuk menimpali statement istrinya, Aisha kembali membentakkan suara. "Jangan ikut campur! Ini urusan hati seorang ibu!"
"Aku Papanya," sela King. Bicara berhak, dia juga berhak atas putranya. "Kita ini orang tua Rayyan, Aisha!" tambahnya.
King menurunkan nada suaranya. "Yang aku lihat dari Rayyan sekarang, dia menikahinya, bukan menidurinya lalu pergi. Bukan kamu, justru aku sendiri yang akan memutilasi dia kalau begitu ceritanya!"
Sentakan di akhir kalimat King cukup tinggi hingga Rayyan mendengarnya. Tyas yang berada di sisinya, perempuan itu melepas tangan Rayyan dengan perlahan.
Hal yang tentunya membuat Rayyan akhirnya menoleh padanya. Terlihat di matanya yang tulus sudah mulai meluapkan sebulir air yang mengintip.
"Hei, Sayang..."
Tyas yakin Rayyan serius dengan kata sayang itu. Tapi ini karena anak itu masih dalam kondisi yang sedang sayang sayangnya.
Tyas tak bisa memprediksi, apa yang akan dilakukan Rayyan ketika nantinya pemuda itu mulai bosan dengan dirinya. Bisa saja ini hanya cinta sesaat suaminya saja.
"Ada mantan istri, Mas, tapi tidak ada mantan ibu, sampai kapan pun, ibu tetap ibu, jangan jadi durhaka karena aku." Ucapan yang justru membuat Rayyan ingin tetap bertahan.
Di mana wanita yang biasanya dekat dengan sikap egois, salah satunya jika menyoal perihal ibu mertua, dan hak istri.
Bahkan mereka berbondong- bondong membuat mame, quote, dalil, yang dimaksudkan untuk memberi paham seorang suami bahwa istri harus lebih diprioritaskan.
Akan tetapi, lihat lah, Tyas tidak berdiri kukuh, bahkan tak sedikitpun mendongakkan kepala, di atas dalil, mame, bahkan quote, yang menguntungkan diri seorang istri.
Di mana lagi ada istri sehebat ini, di mana lagi ada istri yang secantik ini. Tak hanya dari luar saja, bahkan hatinya begitu indah.
"Biar Rayyan kerja sendiri, King! Biar Rayyan cari nafkah sendiri. Sekali saja aku liat kamu bantu keuangan Rayyan, aku pulang ke Jawa Timur! Biar Rayyan hidup di luar rumah ini!"
Keduanya kembali mendengar teriakan Aisha yang menggema di depan sana. "Ok Mimi restui pernikahan mereka, sudah Mimi kasih restu, tapi ... biar Rayyan mandiri, kita lihat sampai mana Rayyan bertahan hidup susah?"
Tyas menggeleng, ini tidak seharusnya terjadi, ini tidak boleh terjadi. Maka yang Tyas lakukan adalah, membujuk suaminya.
"Bujuk Ibu Mas. Wanita hanya butuh kata maaf, menyesal, dibujuk, jangan diam saja begini, ini salah kamu, Rayyan!" katanya ketus.
Dari usia Dimas masih sangat kecil, Tyas ditinggalkan ibunya. Dan Tyas tak mau Rayyan mengalami hal yang sama karena hidup tanpa doa ibu itu sulit.
Tyas genggam tangan Rayyan. "Bapak sudah tenang, aku yakin Bapak bisa maklum kalau pun Mas menceraikan aku sekarang juga."
Rayyan mengerut keningnya kuat, tak terpikir sedikitpun olehnya untuk menceraikan istri shalihahnya. Sungguh, Rayyan yakin Aisha hanya belum bisa menerima saja.
Bukan tidak suka pada Tyas, tapi karena terkejut dan masih berpikir tidak dihargai karena keputusannya menikahi Tyas tidak menyertakan campur tangan Mimi Aisha.
"Aku mau jaga kamu."
Kata sederhana Rayyan yang jujur saja membuat Tyas melentur. Sebab ada binar ketulusan yang entah ini benar atau tidak.
"Aku sudah biasa hidup sederhana, tapi kamu tidak, Rayyan. Dan kamu perlu tahu. Hidup susah nggak enak, kamu akan mengalami banyak kesulitan dalam hal apa pun. Aku yakin seratus persen, kembali ke orang tua kamu, itu keputusan yang paling terbaik."
"Kamu istriku kan?" tanya Rayyan. Dan Tyas segera menganggukkan kepalanya. "Menurut saja, aku lebih tahu titik kemampuan ku."
Tyas meredup matanya yang sedari tadi menajam, karena sepertinya Rayyan tersinggung dengan kalimatnya barusan.
Rayyan tak anggap ucapan Tyas ini ejekan, tapi justru kepedulian. Maka dari itu, Rayyan raih tangan Tyas untuk digandeng ke arah di mana sang ibu masih berdiri sengit bersama ayahnya.
Aisha lekas melirik, lalu membuang pandangan ke arah lain. Sering Aisha dikecewakan putra bungsunya, tapi untuk kali ini Rayyan sudah sangat keterlaluan.
"Mi..." Rayyan meraih tangan ibunya, mencium punggung tangannya, ia menuruti istrinya, membujuk, meminta maaf, setidaknya itu akan membuat sang ibunda lebih dihargai.
"Rayyan minta doa restu Mimi."
Rayyan berucap lirih agar Aisha lebih empati. Siasat, perlu dilakukan, karena jika bicara soal tulus, apa pun kondisinya Rayyan sudah lebih dari tulus.
"Kamu bisa menafkahi istri kamu tanpa bantuan orang tua?" tanya Aisha. Berharap Rayyan memohon untuk diberikan ampunan.
"Bisa," kata Rayyan. Dan hal itulah yang cukup menyakiti hati Aisha. Karena, bungsunya kini sudah lebih membela pilihannya sendiri.
"Kamu yakin keluar dari rumah ini?" Aisha terus mengancam demi permohonan putra yang manja ini. Berharap, Rayyan memohon untuk tidak dipisahkan dari fasilitasnya.
Sebab saat Rayyan masih melakukan hal itu, sama berarti dirinya masih berguna sebagai seorang ibu. Tidak muluk- muluk, Rayyan cukup bilang 'jangan hukum Rayyan, Mi'.
Akan tetapi, Rayyan justru memeluk dirinya sambil berkata. "Rayyan masih bisa jualan ikan, tenang ajah."
itu kata om opik
itu juga yg ak alami
skrg tertawa
bebrapayjam lagi cemberut
lalu g Lma pasti nangis