Menunggu adalah cinta yang paling tulus, tapi apakah yang ditunggu juga mencintai dengan tulus? Sudah tiga tahun lamanya Anaya Feroza Mardani menunggu sang kekasih pulang dari Indonesia. Kabar kematian sang kekasih tak akan membuat Naya begitu saja percaya sebelum dirinya bertemu dengan jasad sang kekasih.
Penantian tiga tahun itu, membuat kedua orang tua Naya harus menjodohkan Naya dengan seorang Dokter tampan bernama Naufal Putra Abikara anak dari Abikara Grup, yang tak lain adalah musuhnya saat SMA dulu.
Apakah kekasih yang Naya tunggu akan datang? Dan apakah dia masih hidup atau sudah meninggal? Bagaimanakah hubungan Naya dengan Naufal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aniec.NM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 20 Foto Pernikahan
Suasana sekolah terasa sunyi karena para murid dengan khusyu mengamati pelajar yang guru terangkan di depan papan tulis. Begitu pula kelasnya Kayra dan Vero, kala itu pelajaran bahasa Indonesia, semua murid diminta untuk membuat puisi bertema bebas. Semua murid sibuk dengan pikirannya masing- masih ada yang meletakan kepalanya di tembok agar dapat mudah mencari ide, dan yang menceritakan referensi di google, dan Kayra sibuk bertanya kepada Ridho sang ketua kelas, yang katanya pintar dalam membuat puisi. Keduanya asyik mengobrol, hingga tak menyadari sepasang mata mengamati keduanya, sorot matanya tajam tak lepas dari pandangan itu. Tangannya sibuk memutar-mutar pulpen, duduk di barisan di pojok paling belakang. .
“Ver, jangan ngelamun aja, lo udah nemu ide belum?” suara itu membuat lelaki itu membuyarkan lamunan.
“Lo bisa diem nggak sih, jangan bacot terus!” umpat Varo.
“Lagian lo liatin Kayra sama Ridho aja, kalau mau tanya sama Ridho ikut gabung sana, jangan liatin terus kali,” ucap Nendi.
“Nen, masa lo nggak tau sih, Vero itu lagi mantau mereka berdua, dia masih gamon sama Kayra,” sambung Rio, di tambah tertawa Nendi dan Ciko.
“Kayra, Ridho, Veronya mau ikut gabung boleh nggak!” teriak Nendi.
Vero membulatkan mata, dia mencubit lengan Nendi.” Apa-apaan sih lo, Nen.”
Kayra dan Ridho merasa di panggil langsung menoleh ke sumber suara itu, dua mata itu saling bertemu. Kayra langsung mengalihkan pandangannya pada temen-temen Vero, ia enggan menatap Vero.
“Kenapa? tanya Ridho.
“Nggak jadi, Do,” jawab Rio.
“Udah jangan di ladenin,” sahut Naya.
Keduanya kembali mengobrol, membelakangi mereka.
🥀
Suara dering telepon mengalihkan pandangan Naufal yang tadinya menatap layar laptop beralih ke Handphone.
Marmut Istri Naufal
Naufal menggeser tombol berwarna hijau, arti mengangkat.
Marmut Istri Naufal
Hallo, Tikusnya aku, sekarang aku lagi di depan rumah sakit nih.
Tikus Suami Naya
Kamu kesini, Mut?
Naufal sontak berdiri, ia beranjak keluar memastikan itu. Dan benar saja, wanitanya menunggu di depan rumah sakit dengan melambaikan tangan, Naufal berlari kecil menghampiri. Naufal langsung memberikan kiss di kening istrinya, memeluknya erat.
“Terkejut nggak?” tanya Naya.
“Nggak.”
“Yah, kok gitu sih, aku padahal aku mau ngasih kamu surprise.” Naya memasang wajah cemberut.
Dengan gemas, Naufal mencubit kedua pipi Naya. “ Yaudah aku kaget deh.”
“Hah, ada istri aku, sayang.” Naufal mengulang, dia harus terkejut saat Naya datang.
Naya tertawa melihat tingkah random suaminya.” Udah, nggak malu apa diliatin orang, kamu dokter loh.”
“Buat apa malu, nggak lah.”
Saat mereka ingin memasuki rumah sakit, tak sengaja berpapasan dengan dokter Diva, Naya langsung menggeser posisinya di samping dokter Diva agar Naufal tidak berdampingan dengan Dokter Diva, tak lupa Naya menggandeng erat lengan tangan Naufal.
“Sayang, aku lapar aku mau nyoba makanan di kantin rumah sakit ya pasti enak kan
makananya,” Naya bersikap manja kepada Naufal, sesekali dirinya melirik sinis pada dokter itu.
Naufal sudah peka, istrinya sedang memanas-manasi Diva, Diva hanya melirik lalu pergi.
“Yaudah yok, kita ke kantin!” ajak Naufal.
“Nggak mau, nggak enak makanan kantin itu,” tolak Naya.
Naufal mengangkat satu alisnya, bukannya Naya tadi mengajak di kantin, kenapa jadi mau.
“Loh, bukannya tadi kamu tadi bilang ke kantin?” tanya Naufal.
“Aku cuma mau manas-manasin tuh jamet aja,” jawab Naya.
Naufal sudah menebak itu, Naya susah sekali di tebak, sikapnya pun selalu berubah-rubah.
“Yaudah, sekarang kita ke ruangan aku aja ya!” ajak Naufal.
“Ayok, sekalian aku juga mau naruh sesuatu disana.”
Naya membuka paper bag yang ia bawa, sebuah bingkai foto yang lumayan besar itu isinya. Naufal mengerutkan keningnya, Naya membawa foto pernikahan mereka, dimana foto itu saat Naufal dan Naya tengah memamerkan cincin pernikahan mereka.
“Jadi aku datang kesini, mau naruh foto ini di ruangan kamu, biar nanti kalau ada yang masuk ke ruangan ini jadi tau kalau kamu itu udah nikah,” terang Naya.
Naufal hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya, istrinya begitu menggemaskan. Naya tengah sibuk mengamati dinding ruangan itu, ia masih bingung menaruh foto ini dimana.
“Taruh dimana ya ini, Fal?” tanya Naya.
“Terserah kamu aja mau taruh dimana.”
“Taruh di situ, jadi biar enak kalau orang masuk terus duduk berhadapan dengan kamu langsung liat foto kita,” terang Naya.
Foto itu akan dipajang di dinding belakang tempat duduk Naufal, tepatnya di atas kepala Naufal tetapi agak menjarak, agar siapapun yang masuk dan duduk di berhadapan dengan Naufal langsung melihat foto itu.
Kemudian Naufal memasang foto itu. Terlihat indah, cantik sekali, keduanya bersamaan memandangi foto mereka berdua, ada senyuman terpaksa terpasang jelas di sana, namun ada cinta di mata keduanya.
Naufal kembali menatap Naya, mata perempuan itu masih fokus pas foto mereka. Kemudian Naufal meraih kedua tangan istrinya, tatapan lekat itu masih berfokus pada Naya. Suasana ruangan terasa sunyi, harum ruangan itu membuat keduanya larut dalam pikiran masing-masing. Naufal meletakan kedua telapak tangannya di pipi Naya, wajah keduanya sangat dekat tak ada jarak.
Naufal menarik pinggang istrinya di dalam dekapannya, Naya memejamkan kedua matanya, perlahan Naufal mendekatkan bibirnya ke bibir perempuan itu. Namun, tiba-tiba, seseorang mengagetkan keduanya.
“Dokter Naufal!” Suara itu sontak membuat keduanya menoleh ke arah sumber suara.
Wanita berpakaian suster itu pun juga ikut terkejut, spontan dia menutup kedua matanya dengan tangan.
“Maaf Dokter, saya benar-benar nggak liat.” Suster itu masih menutup matanya.
Naufal menghela nafas, kacau gagal dan gagal. “Buka mata Sus, udah nggak kok,” ujar Dokter Naufal, merapikan jas dokternya.
Suster itu perlahan membuka matanya. Terlihat Naya menutupi menundukkan wajahnya, berpura-pura sibuk memainkan Handphone nya, padahal dia menahan malu.
“Ada apa?” tanya Dokter Naufal.
“Tadi keluarga pasien nyariin Dokter, seperti Dokter harus segera kesana,” terang Suster itu.
“Baik, saya akan segera kesana,” sahut Dokter Naufal.
Suster itu berpamitan pergi. Naya memukul Naufal, dia begitu malu hingga pipinya merah seperti kepiting rebus, Naufal hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Malu tau, untung aja belum mulai,” gumam Naya.
“Gagal deh, di lanjut malam ya, sekarang aku mau ke ruangan 278,” ujar Naufal.
“Kamu boleh disini aja atau mau ikut?” tanya Naufal.
“Kalau ikut emang nggak ngerepotin kamu?” tanya Naya memastikan. Pasti dia bertanya, takut mengganggu Naufal bekerja apalagi menangani pasiennya.
“Nggak, malah aku lebih semangat lagi,” jawab Naufal.
Naufal membukakan pintu untuk Naya jalan lebih dulu, lalu mereka berjalan sejajar menuju ruangan 278 dimana Cinta di rawat.
**
“Eh, kalian tau nggak, tadi aku keruangan dokter Naufal, dia lagi ciuman sama istrinya,” ujar Suster tadi.
“Masa sih, ihh so sweet banget sih,” balas Suster satu lagi.
“Terus, terus gimana, Sus?” tanya Suster berkacamata sangat excited.
Pembicaraan mereka di lorong rumah sakit, didengar oleh Dokter Diva yang tak sengaja lewat.
“Dia beneran udah lupain aku?” batin Dokter Diva, air matanya tak sengaja menetes.