Raka adalah seorang pemuda biasa yang bermimpi menemukan arti hidup dan cinta sejati. Namun, perjalanan hidupnya berbelok saat ia bertemu dengan sebuah dunia tersembunyi di balik mitos dan legenda di Indonesia. Di sebuah perjalanan ke sebuah desa terpencil di lereng gunung, ia bertemu dengan Amara, perempuan misterius dengan mata yang seakan memiliki segudang rahasia.
Di balik keindahan alam yang memukau, Raka menyadari bahwa dirinya telah terperangkap dalam konflik antara dunia nyata dan kekuatan supranatural yang melingkupi legenda Indonesia—tentang kekuatan harta karun kuno, jimat, serta takhayul yang selama ini dianggap mitos.
Dalam perjalanan ini, Raka harus menghadapi berbagai rintangan, termasuk rasa cintanya yang tumbuh untuk Amara, sembari berjuang mengungkap kebenaran yang tersembunyi di balik cerita rakyat dan keajaiban yang mengikat mereka berdua. Akan tetapi, tidak semua yang bersembunyi bisa dipercaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ihsan Fadil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26: Lautan dan Kegelapan
Udara di puncak gunung terasa tipis dan dingin, namun ketegangan yang mengisi ruangan membuat semua terasa panas. Pemimpin organisasi rahasia itu berdiri tegak di depan mereka, dengan beberapa anak buahnya berjaga di belakangnya. Mereka membawa senjata modern yang tampak berbahaya, namun aura licik dan manipulatif pemimpin itu lebih mengintimidasi daripada persenjataan mereka.
"Kalian tidak memahami apa yang kalian kejar," katanya sambil berjalan mendekati peti batu. "Artefak ini bukan hanya tentang kekuatan, tetapi tentang kendali. Dan kendali dunia adalah sesuatu yang terlalu besar untuk diserahkan kepada... anak-anak seperti kalian."
Arjuna meraih gagang pedangnya dengan erat, tatapan matanya tajam ke arah pria itu. "Kendalimu adalah kehancuran. Kau tidak akan mendapatkan apa pun di sini."
Amara melangkah maju dengan Kristal Penjaga di tangannya. Cahaya dari Kristal itu memancar, seolah mencoba melindungi mereka dari ancaman yang ada di depan. Namun, pria itu hanya tersenyum dingin.
"Kalian kira benda kecil itu cukup untuk melawanku?" Ia mengangkat tangannya, dan tiba-tiba Kristal di tangan Amara mulai bergetar hebat. Cahaya yang tadinya terang perlahan meredup, seperti kehilangan energinya.
"Amara, hati-hati!" seru Raka sambil mencoba melindunginya.
Namun, sebelum mereka bisa bertindak lebih jauh, peti batu di tengah ruangan mulai bergetar. Simbol di atasnya menyala dengan warna merah darah, dan gemuruh keras menggema di seluruh candi. Tanah di bawah mereka mulai retak, dan perlahan-lahan, peti itu terbuka.
Dari dalam peti, muncul seberkas cahaya hitam pekat yang terasa lebih seperti kegelapan daripada cahaya. Energi itu melesat ke atas, menembus langit, dan perlahan-lahan kabut di sekitar gunung berubah menjadi awan gelap yang menutupi cakrawala.
"Artefaknya... sudah bangkit," bisik Raka, suaranya bergetar.
Pemimpin organisasi rahasia itu tertawa puas. "Inilah yang seharusnya terjadi. Dunia akan berubah, dan aku akan memimpin perubahan itu."
Namun, sebelum dia bisa mendekati peti, kegelapan itu turun kembali, mengelilingi ruangan dengan aura yang menyesakkan. Dari kegelapan itu, terdengar suara dalam dan mengancam, seperti ribuan bisikan yang menyatu.
"Hanya yang terpilih yang dapat menggunakan kekuatanku. Siapa pun yang tidak layak akan binasa."
Kegelapan itu mulai membentuk sosok bayangan besar yang berdiri di tengah ruangan. Mata merah menyala muncul di wajah bayangan itu, dan tangan besar yang terbuat dari asap hitam melayang ke arah pemimpin organisasi rahasia.
Pemimpin itu terkejut, namun mencoba tetap tenang. "Aku adalah pemimpin yang layak. Aku yang memahami kekuatanmu."
Bayangan itu mendekatkan wajahnya ke pria itu. Suaranya kini lebih keras, seperti gemuruh badai. "Layak? Buktikan atau hancur."
Pemimpin itu mencoba melawan, namun kegelapan itu melilit tubuhnya dan menariknya ke dalam peti batu yang kini terbuka lebar. Teriakannya menggema, namun dalam sekejap ia menghilang.
Amara, Raka, dan Arjuna berdiri membeku. Mereka tidak tahu apakah harus merasa lega atau takut. Namun, bayangan itu kini mengalihkan perhatian ke mereka.
"Kalian... adalah mereka yang membawa Kristal Penjaga."
Amara mengangguk, mencoba menenangkan suaranya. "Kami tidak berniat menyalahgunakan kekuatanmu. Kami hanya ingin melindunginya dari orang-orang yang ingin memanfaatkannya untuk kehancuran."
Bayangan itu terdiam sejenak, lalu mengulurkan tangannya ke arah Amara. "Berikan Kristal itu. Hanya dengan begitu aku akan percaya niat kalian."
Raka langsung bereaksi. "Amara, jangan! Bagaimana jika ini jebakan?"
Namun, Amara memandang bayangan itu dengan yakin. "Aku percaya ini adalah ujian terakhir." Ia perlahan meletakkan Kristal Penjaga di tangan bayangan itu.
Saat Kristal itu bersentuhan dengan tangan bayangan, ruangan dipenuhi dengan cahaya yang sangat terang. Semua kegelapan seketika lenyap, digantikan oleh langit biru yang cerah. Kristal itu kembali ke tangan Amara, tetapi kini bersinar lebih terang dari sebelumnya.
Bayangan itu kini telah berubah menjadi sosok manusia dengan jubah putih. "Kalian telah membuktikan diri. Artefak ini tidak akan jatuh ke tangan yang salah selama kalian menjaganya."
Ia menunjuk ke luar candi, di mana lautan luas terlihat di bawah gunung. "Namun, perjalanan kalian belum selesai. Di bawah sana, di dasar laut, ada sesuatu yang bahkan lebih penting daripada artefak ini. Temukan itu, dan kalian akan memahami tujuan sebenarnya dari petualangan kalian."
Sosok itu menghilang, meninggalkan mereka bertiga dalam keheningan.
Raka menghela napas panjang. "Lautan? Kita bahkan belum selesai dengan gunung ini."
Arjuna tersenyum tipis. "Tidak ada waktu untuk mengeluh. Kita harus segera turun dan bersiap."
Amara menggenggam Kristal itu erat. "Lautan dan kegelapan... mungkin kita baru saja membuka babak baru dalam petualangan ini."
Dengan tekad baru, mereka meninggalkan candi dan memulai perjalanan menuruni gunung, menuju lautan yang penuh dengan misteri dan ujian baru.
Angin dingin yang menusuk kulit menyelimuti puncak gunung saat pertempuran sengit itu berakhir. Organisasi rahasia mundur, tetapi tidak tanpa meninggalkan peringatan mengerikan. Pemimpinnya, dengan senyum dingin, berkata, "Kalian mungkin menang kali ini, tapi lautan gelap tidak akan memihak siapa pun."
Arjuna menatap sosok itu menghilang dalam kabut, pikirannya penuh dengan pertanyaan. "Apa maksudnya dengan lautan gelap?"
Raka mendekati Amara yang masih terengah-engah. "Kita tidak bisa berhenti di sini. Artefak ini terlalu berbahaya jika jatuh ke tangan mereka."
Amara mengangguk. "Kita harus menemukan tempat yang disebutkan di peta berikutnya. Tapi perjalanan ini... semakin sulit."
Petunjuk di Lautan
Peta baru yang mereka temukan di puncak gunung memberikan arah ke sebuah lokasi terpencil di tengah lautan, tempat artefak berikutnya diyakini tersembunyi. Namun, perjalanan ke sana bukanlah hal yang mudah.
“Kita perlu perahu,” kata Raka sambil menatap peta. “Dan keberanian untuk menghadapi apa pun yang ada di lautan itu.”
Amara menggenggam Kristal Penjaga yang kembali bersinar redup. "Kristal ini akan memandu kita, seperti sebelumnya. Tapi aku merasakan sesuatu... sesuatu yang berbeda kali ini."
“Seperti apa?” tanya Arjuna.
“Seolah-olah ada kekuatan lain yang menunggu di sana. Kekuatan yang bukan hanya melindungi, tetapi juga menguji kita.”
Mereka memutuskan untuk turun gunung dan menuju desa nelayan terdekat, tempat mereka berharap bisa mendapatkan perahu untuk perjalanan laut mereka. Namun, bayangan ketakutan terus membayangi mereka—apa yang sebenarnya menunggu di lautan itu?
Malam di Laut
Setelah mendapatkan perahu sederhana dari seorang nelayan tua yang memperingatkan mereka tentang "lautan yang hidup," mereka memulai perjalanan ke lokasi yang ditunjukkan peta. Malam itu, di tengah laut, suasana berubah drastis. Air yang sebelumnya tenang menjadi gelap dan berombak, meskipun langit tetap cerah tanpa awan.
"Ada sesuatu di sini," kata Amara dengan suara bergetar.
Raka memegang dayung erat-erat, matanya menyipit menatap ke arah horizon. "Kita harus tetap tenang. Apapun itu, kita akan menghadapinya bersama."
Namun, sebelum mereka bisa berkata lebih jauh, bayangan besar muncul di bawah perahu mereka. Bayangan itu bergerak perlahan, tetapi cukup besar untuk membuat mereka semua terdiam.
"Apa itu?" tanya Arjuna sambil menghunus pedangnya, meskipun ia tahu bahwa senjata itu mungkin tak berguna melawan sesuatu sebesar itu.
Bayangan itu semakin mendekat, hingga akhirnya air di sekitar perahu mulai berputar, menciptakan pusaran kecil yang perlahan menjadi besar.
Amara menggenggam Kristal Penjaga erat-erat, berharap cahayanya dapat memberikan perlindungan. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Kristal itu bersinar lebih terang, seakan memanggil bayangan itu mendekat.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Raka panik.
“Aku tidak tahu! Kristal ini... bergerak sendiri!”
Dari pusaran itu, muncul makhluk besar yang tampak seperti gabungan antara ular laut dan naga, dengan mata yang bersinar hijau. Makhluk itu mengeluarkan suara gemuruh yang mengguncang perahu kecil mereka.
“Manusia yang membawa cahaya kuno,” suara makhluk itu bergema di udara. “Apa tujuanmu di perairan ini?”
Amara mencoba menenangkan dirinya. Ia berdiri dengan hati-hati di perahu yang bergoyang. “Kami mencari artefak kuno, bukan untuk menyalahgunakannya, tetapi untuk melindungi dunia dari kehancuran.”
Makhluk itu menatap Amara dengan tajam. “Semua orang yang datang ke perairanku berkata demikian. Tapi hanya mereka yang tulus yang akan aku biarkan lewat. Buktikan ketulusanmu.”
Ujian di Lautan Gelap
Air di sekitar mereka mulai berubah warna, menjadi hitam pekat seperti tinta. Suara-suara aneh terdengar dari segala arah, seakan lautan itu hidup. Makhluk besar itu menghilang di bawah air, tetapi kehadirannya masih terasa.
Tiba-tiba, mereka terpisah satu sama lain oleh kabut tebal yang muncul entah dari mana. Setiap orang menghadapi ujian mereka sendiri:
Amara melihat bayangan masa lalunya—rasa bersalah dan ketakutan yang selama ini ia coba sembunyikan. Suara dalam kabut itu berkata, "Kau mengaku ingin melindungi, tapi bagaimana jika kau hanya ingin menebus kesalahanmu sendiri?"
Raka menghadapi godaan akan kekuasaan. Ia melihat bayangan dirinya yang memegang artefak dan menggunakan kekuatannya untuk membalas dendam pada mereka yang telah menghancurkan masa lalunya.
Arjuna berhadapan dengan rasa takut akan kehilangan. Dalam kabut itu, ia melihat bayangan Amara dan Raka terluka, menyalahkannya karena gagal melindungi mereka.
Namun, satu persatu mereka berhasil mengatasi ketakutan dan keraguan mereka. Amara menyadari bahwa niatnya memang tulus, meskipun dilandasi rasa bersalah. Raka menolak bayangan kekuasaan, memilih untuk tetap menjadi pelindung. Arjuna menerima bahwa ia tidak bisa melindungi semua orang, tetapi ia akan tetap berjuang bersama mereka.
Kabut itu perlahan menghilang, dan mereka bertiga kembali berdiri di atas perahu yang goyah. Makhluk besar itu muncul lagi, kali ini dengan mata yang lebih lembut.
“Kalian telah membuktikan ketulusan hati kalian,” katanya. “Lanjutkan perjalanan kalian. Tetapi ingat, lautan ini tidak akan