Ditengah keterpurukannya atas pengkhianatan calon suami dan sahabatnya sendiri, Arumi dipertemukan dengan Bara, seorang CEO muda yang tengah mencari calon istri yang sesuai dengan kriteria sang kakek.
Bara yang menawarkan misi untuk balas dendam membuat Arumi tergiur, hingga sebuah ikatan diatas kertas harus Arumi jalani demi bisa membalaskan dendam pada dua orang yang telah mengkhianatinya.
"Menjadi wanitaku selama enam bulan, maka aku akan membantumu untuk balas dendam."_ Bara Alvarendra.
Simak dan kepoin ceritanya disini yuk 👇👇👇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fajar Riyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 : Ikatan Diatas Kertas.
Pagi-pagi sekali Arumi sudah berkutat di dapur. Dua pelayan wanita yang biasanya bertugas memasak untuk sarapan pun hanya dibuat menjadi penonton karena Arumi yang sudah mengerjakan semuanya. Sudah sejak jam empat pagi Arumi bangun dan memulai aktivitas paginya seperti yang biasa dia lakukan dirumahnya. Arumi selalu ingat, dulu mendiang ibunya pernah bilang, kalau bangun kesiangan nanti rejekinya bisa dipatok ayam.
"Non, udah Non biar kami saja yang masak. Nona duduk saja," ujar salah seorang pelayan bernama Susi.
"Nggak apa-apa, ini juga udah mau selesai kok," jawab Arumi tanpa menghentikan aktivitasnya didepan kompor.
"Tapi Non nanti kami bisa kena marah sama Tuan muda dan Tuan besar kalau kami membiarkan Nona yang memasak untuk sarapan paginya,"
Arumi mengulas senyuman mendengar ucapan pelayan itu, "Mereka gak akan marah kok, aku cuma pengen masak buat suami aku dan buat kakek, mereka pasti senang aku masakin,"
Namun tetap saja dua pelayan wanita bernama Susi dan Mirna itu merasa ketakutan, apalagi saat tiba-tiba Tuan Abian datang kesana.
"Arumi, apa yang sedang kamu lakukan, Nak?" Tanya Tuan Abian.
"Rumi lagi masak buat sarapan Kek, ini udah juga udah selesai kok." Arumi menoleh ke arah Susi dan Mirna. "Mbak tolong bawain makanan-makanan ini ke meja makan ya,"
"Baik Non," jawab dua pelayan itu serempak.
Arumi melepaskan apron dari tubuhnya dan menggantungnya, kemudian dia menghampiri kakek Abian dan membantunya untuk duduk di kursi.
Arumi duduk disamping kakek Abian, "Kakek kalau butuh sesuatu bisa panggil Rumi saja, nanti biar Rumi saja yang ambilin,
Tuan Abian tersenyum hangat, "Kakek sudah sangat sehat sekarang, bahkan kakek ingin mengajak kamu untuk jalan-jalan pagi besok. Besok kakek akan bangun lebih awal, bagaimana? Kamu mau?"
Arumi mengangguk-anggukkan kepalanya setuju, "Iya kek, Rumi mau, tapi apa kakek yakin kalau kakek sudah sehat? Rumi gak mau kakek sampai kenapa-kenapa nantinya,"
"Iya kakek sangat yakin kalau kakek sudah sangat sehat," jawab Tuan Abian sambil tertawa renyah.
Bara yang baru bangun tidur datang menghampiri ke meja makan. Saat dia bangun tadi dia tidak melihat keberadaan Arumi didalam kamar hingga dia merasa khawatir, takutnya Arumi sedang diintrogasi lagi oleh kakek dan tantenya.
"Mas, kamu sudah bangun?" Tanya Arumi yang hanya dijawab anggukan kepala oleh Bara.
Sebenarnya mata Bara masih terasa sangat berat untuk dibuka lebar-lebar, semalaman dia tidak bisa tidur dan merasa sangat gelisah, dan sekarang kepalanya terasa sedikit pusing. Bara baru bisa memejamkan matanya jam tiga dini hari tadi, itulah sebabnya dia tidak mendengar saat Arumi bangun dan keluar meninggalkan kamar.
Nyatanya, berada satu kamar dengan Arumi benar-benar sangat menguji iman. Bara takut jika tiba-tiba dia khilaf seperti apa yang dikatakan oleh asisten Roy. Dia lelaki normal, jelas saja dia memiliki hasrat meskipun dia tidak memiliki perasaan apapun pada Arumi.
"Kek, Rumi ke kamar dulu ya? Mau bantuin mas Bara siap-siap dulu,"
Setelah berpamitan pada kakeknya, Bara dan Arumi kembali ke kamar mereka. Arumi segera menahan langkah Bara saat pria itu hendak masuk ke dalam kamar mandi.
"Kenapa? Mau ikut mandi?"
"Kamu gak berniat mau ninggalin aku sendirian di rumah ini kan?" Tanya Arumi balik.
Bara menghela nafas panjang, "Aku ada meeting dan beberapa pekerjaan yang harus aku urus. Tapi kamu tenang saja, nanti asistenku akan menjemput kamu dan mengantarkan kamu pergi berbelanja. Belilah apapun semua yang kamu butuhkan."
"Terus nanti kamu pulang jam berapa? Pulangnya jangan terlalu malam ya? Aku takut menghadapi Tante kamu sendirian, sepertinya Tante kamu belum percaya dengan pernikahan kita ini,"
Sungguh, Arumi merasa seperti seorang istri yang tidak mau ditinggal lama-lama oleh suaminya, padahal dia meminta Bara untuk pulang lebih cepat memang murni karena Tante Sherly, sepertinya Tante Sherly memang masih belum percaya sepenuhnya dengan pernikahan mereka. Jika tidak ada Bara di rumah, bisa saja Tante Sherly akan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan Arumi.
"Setelah pergi berbelanja bolehkah aku pergi ke kantor kamu saja?"
Bara langsung menolak usul Arumi, "Tidak, tidak, jangan."
"Kenapa?" tanya Arumi.
"Yang ada aku tidak akan bisa fokus berkerja kalau ada kamu disana," ucap Bara beralasan. Padahal jika Arumi ikut, nanti dia tidak bisa bertemu dengan Monica. Bara sangat merindukan kekasihnya itu sekaligus dia harus memberikan pengertian pada Monica supaya tidak menganggu Arumi selama Arumi menjadi istrinya.
"Aku tidak akan menganggu, aku bisa membantu pekerjaan kamu," ujar Arumi.
Bara menghembuskan nafas berat, dia juga harus memikirkan posisi Arumi sekarang, pasti tidak mudah bagi Arumi untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya, terlebih tantenya memang belum sepenuhnya percaya dengan hubungan mereka berdua.
"Ya sudah, nanti aku akan pulang lebih awal," ucap Bara akhirnya mengalah. Arumi tersenyum senang dan menganggukkan kepalanya.
Kemudian Bara masuk ke dalam kamar mandi. Sementara Arumi, dia membantu Bara untuk menyiapkan pakaian, Arumi membuka lemari dan mengambil sebuah kemeja berwarna putih dan jas berwarna navy. Sebenarnya Arumi tidak tau selera Bara, dia hanya asal mengambil saja yang kiranya cocok dipakai oleh suaminya itu untuk berangkat ke kantor.
_
_
_
Siang ini Bara menyuruh asisten Roy pulang ke rumahnya untuk menjemput Arumi dan menemaninya pergi berbelanja. Meskipun Tante Sherly memiliki butik sendiri, tapi Bara melarang asisten Roy untuk membawa Arumi ke butik tantenya itu. Yang ada nanti malah Arumi ditanya ini itu sama tantenya.
Arumi melangkahkan kakinya masuk ke dalam sebuah butik, sementara asisten Roy mengekor di belakangnya.
Asisten Roy mengeluarkan Black card dan memberikannya pada Arumi.
"Tuan muda meminta saya untuk memberikan ini untuk Nona. Nona bisa membeli apapun yang Nona mau," ucap asisten Roy. Arumi pun menerima kartu itu dari tangan asisten Roy.
"Terimakasih,"
Asisten Roy menganggukkan kepalanya, "Sama-sama Nona,"
Asisten Roy meminta dua orang pelayan di butik untuk membantu Arumi mencari apa yang Nona-nya itu butuhkan. Sementara Arumi sedang memilih-milih baju, asisten Roy menunggu di pojokan sambil terus memantau dari kejauhan.
Drrddtt... Ddrttt...
Ponsel asisten Roy bergetar, ada panggilan masuk dari Bara disana. Asisten Roy pun berjalan keluar dari butik sebelum mengangkat telefon dari tuan mudanya itu, dia mencari tempat yang tidak terlalu ramai dan berisik.
"Bagaimana? Apa dia sedang berbelanja?" tanya Bara.
"Ya Tuan, sekarang saya dan Nona Arumi sedang ada di butik. Seperti yang anda katakan, saya tidak membawa Nona Arumi ke butik Nyonya Sherly." jawab asisten Roy.
"Bagus, selesai berbelanja nanti kamu antarkan dia pulang. Jam segini Tante Sherly tidak ada dirumah, nanti aku akan pulang sebelum Tante Sherly pulang, biar Tante Sherly tidak nanya yang macam-macam sama Arumi," ucap Bara. "Ya sudah aku tutup telefonnya dulu,"
Selesai menelfon, asisten Roy kembali masuk ke dalam butik. Namun tiba-tiba dia dikejutkan oleh pemandangan didepannya saat Delia meraih lengan Arumi dan membalikkan tubuh gadis itu dengan cepat.
Plakkkk...
Sebuah tamparan keras mendarat di wajah Arumi. Dengan nafas menggebu-gebu dan sorot mata tajamnya Delia menatap kesal pada Arumi.
"Breng-sek kamu Rum! Gara-gara kamu aku menjadi bahan gosip dikantor!"
...🌼🌼🌼...
di tunggu lho kiss nyaa... ehhh
🤭
balas semua sakit hati mu Rum...
air mata mu terlalu berharga untuk menangisi laki laki penghianat seperti Randy...