Bagaimana perasaan jiwamu jika dalam hitungan bulan setelah menikah, suami kamu menjatuhkan talak tiga. Lalu mengusirmu dan menghinamu habis-habisan.
Padahal, wanita tersebut mengabdi kepada sang suami. Dia adalah Zumairah Alqonza. Ia mendadak menjadi Janda muda karena diceraikan oleh suaminya yang bernama Zaki. Zaki menceraikan Zumairah karena ia sudah bosan dan Zumairah adalah wanita miskin.
Bagaimana nasib Zumairah ke depannya? Apakah dia terlunta-lunta atau sebaliknya? Yuk, cap cus baca pada cerita selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Sekti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Semur Jengkol
Saat siang, Arga dan Zumairah berada di dalam Travel karena akan pergi ke kampung.
Saat di dalam Travel, Arga sangat mual dan ingin muntah. Parahnya lagi ia mendengar seorang pria di sampingnya sedang mengeluarkan angin yang berbau sedap alias kentut. Sampai-sampai, Arga Dinata berteriak.
"Mas, kamu itu nggak pernah naik Travel angkutan umum ya? Sama ayam kampung aja takut," kata seorang laki-laki berperawakan gendut. Ia yang membawa ayam dan kentut di dalam Travel tersebut.
Seorang pria berumur sekitar 35 tahun berperawakan gendut, geleng-geleng kepala karena tingkah Arga yang tidak seperti penumpang pada umumnya.
Zuma terkekeh. "Maaf Pak, teman saya ini tidak terbiasa naik Travel. Gampang alergi, Pak. Jadi maklum, kalau seperti ini," kata Zuma menjawab pertanyaan dari bapak-bapak yang terkesan jorok tersebut.
"Oh pantesan. Mukanya aja seperti muka artis. Pasti anak orang kaya ya?"
Dilihat dari wajahnya, bapak tersebut menebak kalau Arga bukan anak dari rakyat biasa.
Arga mulai sedikit nyaman. Karena bau tak sedap sudah lewat. Dan ayam milik orang tersebut mulai tertidur. "Bapak salah. Saya ini orang biasa, Pak. Hanya anak seorang pegawai kecil."
Arga merendahkan diri. Ia tidak mau dipuji oleh siapa pun dan ingin menyembunyikan jati dirinya.
"Tapi wajah kamu mirip Lee Min Hu lho Mas. Cakep banget. Seperti anak keturunan orang kaya raya," timpal salah seorang wanita seumuran dengan Zumairah namun berkaca mata.
Arga terkekeh. Masa sih? Mbaknya bisa saja," jawab Arga terkejut kalau ia disamakan dengan artis Korea papan atas, Lee Min Hu. Padahal Arga tidak merasa dirinya cakep.
Wanita berkaca mata itu mulai kagum dengan Arga. "Beneran lho Kak. Mirip banget sama Lee Min Hu. Boleh minta nomor WA-nya nggak?"
Wanita yang duduk di depan Arga itu terus saja mengajak berbicara kepada Arga hingga membuat Arga semakin pusing. "Maaf, saya nggak punya nomor WA. Saya nggak pernah punya ponsel canggih, Kak. Dibilangin saya bukan orang kaya!" Arga mulai tegas kepada wanita itu. Ia sangat terganggu dengan keadaan wanita tersebut.
Wanita itu cemberut. "Masnya bohong nih. Dimintai nomor WA sombong banget. Nih makan pilus garuda!"
Karena Arga tidak mau memberikan nomor WA kepada wanita itu, ia dilempari pilus garuda karena kesal. Wanita itu di dalam Travel sedari tadi ngemil makanan.
Arga terdiam. Semakin digubris, wanita itu semakin ngelunjak. Lebih baik ia diam dan menikmati suasana yang ada. Walau sebenarnya ia sangat enek harus duduk dengan pria berbau kentut. Diam-diam Zuma cemburu melihat Arga digoda sama wanita asing.
"Arga! Jangan digubris wanita itu!" kata Zuma tegas. Arga pun mengangguk dan tersenyum. Dalam hatinya ia sangat senang karena Zuma bisa cemburu kepadanya.
Selama delapan jam, akhirnya Zuma sudah sampai di kampung halaman. Zuma dan Arga mulai turun dari Travel tersebut.
Arga menghela nafas. "Akhirnya aku lepas dari bau ayam itu. Ternyata benar, Zuma. Kampung kamu itu indah sekali. Tidak salah aku ikut kamu!" kata Arga yang sedang memuji keindahan kampung halaman Zuma.
Arga melihat ke kanan dan ke kiri yang terlihat menjulang tinggi pegunungan berwarna hijau. Banyak pohon Pinus tumbuh di situ. Burung-burung bernyanyi di atas dahan lumayan banyak. Arga betah memandang pemandangan elok tersebut.
Zuma tersenyum dan menatap hangat Arga. "Iya indah. Maka dari itu, aku ingin pulang dan mendinginkan pikiran. Arga, nanti jangan kaget kalau rumah Ibuku sempit?"
Zuma mengingatkan kepada Arga agar tidak kaget dengan kondisi rumah ibunya.
Arga tersenyum. "Nggak papa Zuma. Yang penting, Ibu kamu dan warga menerima kehadiranku," kata Arga khawatir jika ia tidak disukai oleh para warga.
Zuma menghela nafas. "Yang penting nanti lapor Pak RT. Ketika malam tiba, nanti kamu tidurnya di Pos Ronda! Tenang saja, Pos Rondanya nyaman kok. Ada kamar sederhana dan MCK lengkap. Kalau kamu pas malam tidurnya di rumah aku, bakal digerebek. Kampungku warganya gugup rukun. Dan selalu kompak," kata Zuma menjelaskan tentang kampungnya.
Zuma berdiri sambil menunggu sesuatu.
Arga tersenyum. Aku menyukai penduduk yang seperti itu. Kita langsung pulang. Atau masih nunggu angkutan lagi? Semoga jangan naik angkot seperti tadi, Zuma. Aku enek." Arga sangat tidak suka naik angkot yang penumpangnya sangat banyak dan saling berhimpitan.
Zuma senyum. "Kita nunggu Andong Tuan. Tempat ini menyediakan jasa Andong untuk mengantar penumpang menuju dusun Pelosok Desa tempat tinggal aku. Kamu udah pernah naik Andong?" kata Zuma penasaran
Arga merasa sangat senang. "Saya belum pernah naik Andong. Saya penasaran bagaimana rasanya naik Andong!" kata Arman yang tidak sabar ingin naik Andong.
Tidak lama, Andong pun datang. Julia dan Arga naik Andong menuju kampung halamannya.
Dua puluh menit kemudian, Andong berhenti tepat di jalan setapak yang jalannya becek karena habis turun hujan.
Julia dan Arga turun dari Andong tersebut.
Tampak perkampungan yang masih asri, sejuk dan Arga sangat senang ketika sudah tiba di rumah orang tuanya Zumairah.
Saat itu suasana sepi dan waktu sudah menginjak pukul empat sore. Karena rumah kedua orang tua Zumairah di paling ujung, Susana sepi. Jarak rumah tetangganya pun berjauhan dan sangat beda ketika di kota.
"Assalamu'alaikum! Ibu, di mana? Ini Zuamirah?"
Zumairah mengucapkan salam dan memanggil nama sang ibu. Tidak lama, pintu yang terbuat dari kayu sederhana itu terbuka.
"Ya Alloh, anakku. Zumairah. Itu siapa Zuma kok seperti Artis? Mari silakan mauk. Zaki suamimu mana? Kok tak ada?"
Ibunya Zumairah melihat-lihat Zaki tidak ada. Ia malah terkejut, bukannya Zaki yang tampak, tetapi malah pria lain yang wajahnya lebih tampan.
Zuma memberi kode kepada Arga untuk masuk ke dalam rumah sederhana tersebut.
"Ceritanya nanti ya Bu. Kita istirahat dulu," kata Zuma keoada sang Ibu yang sedang membersihkan kursi sederhana yang terbuat dari kayu.
Jedut!
"Aw. Sakit!"
Saat Arga memasuki rumah milik keluarga Zuma, kepalanya terbentur papan kayu karena tinggi pintu masuk rumah tersebut sama dengan tingginya Arga Dinata. Yang biasanya Arga tinggal di bangunan tinggi, kini ia berada dalam rumah yang sangat minimalis dan sederhana.
Zuma menahan tawa. "Kepalamu terbentur Tuan Arga. Aku lupa memberi tahu. Kalau masuk ke rumah ini, harus berhati-hati kalau tidak mau kepalanya menjadi korban," kata Zuma yang sudah duduk di bangku.
"Nggak apa-apa. Sakit sedikit. Yang penting kita sudah sampai di rumah kamu. Itu saja aku sudah senang," jawab Arga yang sudah duduk di depan Zuma. Mereka saling berhadapan.
Ibunya Zuma berdiri. "Saya buatkan kopi dan tak ambilkan makanan dulu ya. Nak ganteng, istirahatlah dulu. Ibu mau ke belakang sebentar," tutur ibunya Zuma dengan perilaku khas keibuan.
Zuma ikut berdiri dan membantu ibunya mengambil sajian makanan dan membawa buah oleh-oleh ke belakang.
"Tuan Arga, aku ke belakang dulu," kata Zuma sambil berjalan ke dapur. Arga pun menyenderkan pundaknya pada dinding yang terbuat dari kayu. Rasa penat merasuki seluruh badannya.
Tidak lama, Zuma membawa bakul berisi nasi, semangkuk semut jengkol dan rebusan ubi jalar yang masih hangat. Sementara ibunya Zuma membawa kerupuk tradisional, kopi panas dan keripik singkong.
Sajian makanan mereka letakkan di atas meja yang juga terbuat dari kayu.
"Nak, ayo dimakan menu sederhana orang desa. Nasinya kebetulan masih mengepul. Baru saja tadi matang ibu menanak nasi. Beruntung, kalian datang semua sudah matang. Oh, iya buahnya belum dibawa ke sini."
Tidak lama beliau mengambil buah yang dibeli oleh Zuma dan diketakkan di piring.
"Ibu terima kasih banyak. Menunya banyak banget. Mari Bu kita makan bareng!"
Memang perut Arga sudah merasa lapar. Ia mulai menyendok nasi yang berada di bakul.
Zuma tersenyum. "Arga, nih, cobain semur jengkol enak lho! Di kota jarang ada jengkol 'kan? Di sini banyak ya, Bu."
Zuma menyodorkan semangkuk semur jengkol agar Arga mau memakannya.
"Iya Nak, di sini jengkol tinggal ambil gak usah beli. Yang jelas ada orang yang bisa naik pohonnya yang tinggi," kata ibunya Zuma yang juga ikut makan dengan mereka.
Arga mengernyit. "Memangnya jengkol enak? Kata Mamaku jengkol baunya nggak enak. Sayur kacangnya saja saya. Jengkolnya buat kamu, Zuma?"
Arga menutup hidung karena mengira masakan jengkol baunya menyengat.
Zuma terkekeh. "Haha. Baunya biasa saja kok. Coba deh, dilihat dulu dan diicipi!" kata Zuma memaksa. Ia ingin Arga makan jengkol tersebut.
Arga termenung. "Masa sih. Coba aku lihat. Aku icipin dikit ya?"
Arga penasaran dengan apa yang dikatakan oleh Zuma lalu ia mencicipi masakan khas tersebut.
"Gimana. Enak nggak, jengkol buatan Ibu aku?" tanya Zuma sambil memakan nasi dan semur jengkol kesukaannya.
Arga terkejut dengan rasa jengkol tersebut. "Huem. Kok enak banget. Ini buat aku semua ya?"
Karena sudah tahu rasanya, semur jengkol tersebut ludes dimakan Arga semua. Hingga ia merasa kenyang dan bahagia saat itu.
"Ternyata jengkol enak ya Bu. Mamaku nggak pernah masakin jengkol untuk ku," kata Arga sambil mengacungkan dua jempol. Karena semur jengkol tersebut bikin nagih.
"Iya Nak. Makasih kalau suka masakan Ibu, nanti tak buatin lagi. Kalian sudah kenyang? Kalau sudah bisa istirahat di kamar sana. Maaf rumah Ibu sempit. Ngomong-ngomong dia siapanya kamu, Zuma dan Zaki ada di mana?" kata ibunya penasaran.
Zuma menghela nafas. "Ini Tuan Arga Dinata. Pengusaha sukses sekaligus teman dan orang yang sudah menyelematkan aku dalam bahaya, Bu. Mas Zaki sudah bercerai denganku Bu karena dia selingkuh. Maaf, soal ini, Ibu belum tahu. Soalnya Zuma sibuk di sana. Maafkan Zuma ya Bu?"
Zuma memeluk sang ibu dan menangis. Rasa keluh kesahnya terobati saat ia sudah berada di pelukan sang ibu. Sementara Arga tersenyum.melihat Zuma bisa bersama sang Ibu.
Tok tok tok!
Tidak lama setelah mereka bertemu kangen, ada seseorang yang mengetuk pintu. Zuma pun segera membuka pintu.
Sontak, Zuma terkejut dengan siapa yang datang.
"Mas Zaki? Kamu kenapa ke sini?"
Sudah sedikit bahagia bersama ibunya, tetiba Zaki kebetulan datang ke rumah tersebut.
Zaki masuk ke dalam rumah tersebut dan melihat Arga juga berada di situ. Muka saki memerah. Nafasnya tidak beraturan dan geram itulah yang dirasa.
Apa yang terjadi?
demi harta sanggup berjual beli...tampa memikirkan perasaan anak....egois....tepi....adakah Arga akan bahagia...pasti saja tidak...Arga amat mencintai Zuma...walaupun demikian....Arga perlu bertegas pada Papa Wira Arga....bahawa kamu tetap dengan keputusan mu memilih Zuma....kebahagiaan adalah penting walaupun nama mu di coret dalam keluarga....bawa diri bersama Zuma ke tempat lain dan buktikan bahawa tanpa harta keluarga kamu boleh bahagia gitu..lanjut...