Ketika dunia manusia tiba-tiba terhubung dengan dimensi lain, Bumi terperangkap dalam kehancuran yang tak terbayangkan. Portal-portal misterius menghubungkan dua realitas yang sangat berbeda—satu dipenuhi dengan teknologi canggih, sementara lainnya dihuni oleh makhluk-makhluk magis dan sihir kuno. Dalam sekejap, kota-kota besar runtuh, peradaban manusia hancur, dan dunia yang dulu familiar kini menjadi medan pertempuran antara teknologi yang gagal dan kekuatan magis yang tak terkendali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rein Lionheart, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 4. Pintu Menuju Kegelapan
Lysara menarik napas dalam-dalam, matanya tidak menghindar dari pandangan Kael. "Seseorang yang tidak terikat lagi pada dunia ini. Seseorang yang bisa melintasi batas dimensi tanpa merusak keseimbangan."
Kael menatap altar itu dengan perasaan yang tak bisa dijelaskan. Ada rasa takut, kebingungan, dan mungkin juga sedikit harapan. Tetapi satu hal yang jelas—dia tidak bisa meninggalkan tempat ini tanpa mengambil keputusan. Jika mereka gagal, seluruh dunia mereka akan terperangkap dalam kehancuran yang abadi.
"Aku tidak bisa... tidak bisa membiarkan itu terjadi," kata Kael pelan, berusaha menenangkan diri, meskipun setiap kata terasa seperti batu besar yang menekan dadanya.
Lysara mengangkat tangan, menenangkannya. "Aku tahu. Tidak ada yang bisa siap untuk mengorbankan diri mereka. Tetapi aku tahu, di dalam hatimu, kamu mengerti bahwa kita tidak punya pilihan. Ini bukan hanya tentang dunia kita atau dunia kalian—ini tentang melindungi yang tersisa dari semua itu."
"Jika aku mengorbankan diri, apa yang terjadi pada dunia kita? Apa yang terjadi pada kalian?" tanya Kael dengan suara serak.
Lysara menatapnya dengan intensitas yang tak tergoyahkan. "Kami akan selamat, tetapi ini akan meninggalkan luka mendalam di seluruh dunia. Semua orang yang terikat pada dimensi ini—termasuk kalian—akan kehilangan sebagian dari diri mereka. Tapi itu adalah harga yang harus dibayar. Jika kita tidak melakukannya, kita akan hidup di bawah bayang-bayang kegelapan Nyx selamanya."
Kael merasakan hawa dingin yang menyentuh kulitnya. Suara ledakan dari luar semakin mendekat. Makhluk-makhluk yang dulu tampak asing kini lebih banyak—dan mereka semakin mendekat. Waktu mereka hampir habis.
"Seseorang harus melakukannya," ulang Lysara dengan suara yang penuh tekad. "Apakah kamu siap untuk membuat pilihan itu?"
Kael menatapnya, lalu matanya beralih ke altar yang berkilauan. Energi biru itu semakin kuat, semakin menekan, seolah mencoba menyeret mereka ke dalam kegelapan. Di dalam dirinya, dia merasakan dorongan yang kuat—sesuatu yang menyuruhnya untuk bertindak, untuk memilih. Dunia yang terancam harus dihadapi dengan pengorbanan. Kael tahu bahwa, meskipun dia tidak siap, ini adalah satu-satunya cara.
"Baiklah," katanya akhirnya, suaranya bergema di ruang yang hening. "Aku akan melakukannya."
Lysara menatapnya dengan keheningan yang penuh arti. "Kael... kamu tahu apa yang harus dilakukan. Namun ingat—pengorbanan ini bukan hanya milikmu. Ini adalah harapan bagi semua orang. Bukan hanya kita yang bisa selamat. Dunia kalian... mungkin bisa diselamatkan jika kita berhasil menutup portal ini."
Kael menarik napas dalam-dalam, langkahnya menuju altar terasa berat. Setiap langkah seperti membawa beban dunia yang tak terungkapkan. Di depan altar, ia bisa merasakan energi itu menariknya, seolah-olah siap menyedot seluruh tubuhnya. Tapi Kael tidak ragu. Apa yang dipilihnya bukan hanya tentang dirinya, tetapi tentang setiap orang yang masih hidup, setiap orang yang akan berjuang di dunia yang sudah rusak ini.
"Mulailah," kata Kael pada Lysara.
Lysara mengangguk dengan wajah yang penuh keprihatinan, namun juga sebuah tekad yang tak tergoyahkan. Dia mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi, kristal di ujungnya bersinar semakin terang. Cahaya itu menyelimuti Kael, dan dalam sekejap, tubuhnya terasa ringan, seolah melayang di luar dimensi.
"Kael," suara Lysara terdengar, namun semakin lama semakin jauh. "Kau akan melintasi batas waktu, dimensi, dan ruang. Ketika kau melangkah ke dalam Pintu Kehancuran ini, kau akan meninggalkan jejakmu di dunia ini. Tapi ingat—ini adalah pengorbanan untuk semua. Jangan ragu, atau dunia kalian akan tenggelam selamanya."
Kael menutup matanya, dan dalam sekejap, tubuhnya terhisap oleh cahaya biru yang membara. Perasaan itu—melingkupi tubuhnya, menjadikannya satu dengan energi yang tak terhingga. Semua rasa takut dan keraguan yang pernah menguasainya menghilang, digantikan dengan sebuah rasa damai yang luar biasa. Di dalamnya, ia merasa dirinya melampaui dunia ini, melampaui segala batas yang pernah dikenalnya.
Namun, saat ia melangkah ke dalam Pintu Kehancuran, ia merasa sebuah kekuatan lain, yang lebih gelap, meresap ke dalam dirinya. Sebuah kehadiran yang ingin memakan jiwa dan tubuhnya. Kael merasakan betapa beratnya energi itu. Namun ia tahu, ini adalah bagian dari pengorbanannya.
Dengan segenap kekuatannya, Kael meneriakkan kata-kata terakhir dalam pikirannya: "Untuk dunia yang masih ada, untuk mereka yang berjuang... aku akan mengorbankan diriku."
Dan dengan itu, tubuhnya menghilang ke dalam kegelapan, meninggalkan dunia yang mulai terhubung oleh dimensi lain. Pintu Kehancuran akhirnya tertutup.
Di luar, langit yang sebelumnya penuh dengan kilatan biru mulai memudar. Dunia yang terhubung oleh kegelapan Nyx akhirnya menemukan sedikit kedamaian. Namun, Kael tidak akan pernah tahu apa yang terjadi setelahnya.
Dunia mereka telah selamat, tapi untuk harga yang begitu tinggi—harga yang hanya bisa dibayar dengan kehilangan jiwa.
Kael terbangun di dalam kegelapan. Sebuah rasa hampa menyelimuti tubuhnya, dan ia merasa seperti terlepas dari tubuhnya sendiri, terombang-ambing di dalam ruang yang tanpa waktu dan tanpa batas. Suara tidak ada, kecuali suara napasnya yang terdengar aneh di telinga, seolah datang dari jauh sekali. Kegelapan itu mengelilinginya, menelan segala sesuatu yang dikenalinya.
Di sekelilingnya hanya ada kebisuan, namun ia merasakan sesuatu—sesuatu yang memanggilnya, mengarahkannya untuk bergerak. Perlahan, ia mencoba menggerakkan tangannya, merasakan kekosongan yang lebih mendalam daripada yang pernah ia alami sebelumnya. Lalu, seiring dengan detik-detik berlalu, ia merasa cahaya yang lembut mulai menyentuh tubuhnya, dan perlahan-lahan dunia mulai terbentuk kembali.
“Apa... apa yang terjadi?” Kael berbisik, suaranya terdengar seperti gema yang datang dari kegelapan.
Dalam kebingungannya, ia menyadari bahwa tubuhnya terasa berbeda—lebih ringan, hampir tak berwujud. Ia mengangkat tangannya, dan melihat bahwa tubuhnya kini tampak transparan, seolah ia hanyalah bayangan dalam dimensi yang lebih tinggi.
“Apa ini?” Kael bergumam lebih keras, matanya membelalak saat ia berusaha mencari pijakan di tempat yang terasa asing ini.
Tiba-tiba, sebuah suara yang dalam dan serak bergema di sekelilingnya. “Kau telah melangkah melampaui dunia yang kau kenal, Kael. Namun pengorbananmu belum berakhir.”
Kael terkejut, tubuhnya menegang. Suara itu datang dari segala arah, seolah dunia ini sendiri berbicara padanya.
"Siapa kau?" tanya Kael, suara yang semula penuh kebingungannya kini mulai terdengar lebih tegas.
Dari kegelapan yang melingkupi ruang itu, muncul sebuah sosok. Itu bukanlah makhluk yang Kael kenal, namun energi yang memancar dari sosok itu terasa akrab—seperti bagian dari dirinya yang hilang. Sosok itu memancarkan cahaya keemasan yang memudar, perlahan menjadi bentuk manusia yang tampak seperti seorang pria tua dengan mata yang dalam dan penuh pengetahuan.
“Aku adalah penjaga dimensi ini,” kata sosok itu, suaranya mengalir lembut namun penuh kekuatan. “Aku yang mengamati semua yang terjadi, yang menjaga keseimbangan antara dunia. Tapi lebih dari itu, aku adalah saksi dari banyak jiwa yang telah berkorban—termasuk milikmu.”
Kael merasa ada sesuatu yang tidak beres. "Apa yang kau katakan? Aku... aku mengorbankan diriku untuk menutup Pintu Kehancuran, untuk menyelamatkan dunia kami dan dunia kalian. Tetapi... aku tidak merasa seperti mati."
Penjaga itu mengangguk perlahan. “Kau memang tidak mati, Kael. Jiwa yang memberi pengorbanan tidak selalu meninggalkan dunia mereka dengan cara yang biasa. Pengorbananmu telah menyelamatkan dunia, tetapi jiwamu—terjebak dalam keseimbangan dimensi—terus ada. Kehidupanmu belum selesai.”
Kael merasa gemetar, tubuhnya yang transparan bergetar dengan getaran aneh. "Jadi, apa yang terjadi padaku? Apa aku... terperangkap di sini?"
Penjaga itu menggelengkan kepala. “Tidak terperangkap. Namun kau harus memahami satu hal. Dunia yang kau kenal telah berubah. Pintu Kehancuran yang telah kau tutup tidak benar-benar hilang. Ada sisa-sisa energi yang tersisa di luar sana—dan itu akan terus mengundang kegelapan.”
Kael mengerutkan kening. “Kegelapan? Nyx?”
Penjaga itu menatap Kael dengan tatapan yang dalam, seolah mencoba melihat lebih jauh ke dalam jiwanya. "Nyx bukan hanya sebuah entitas. Ia adalah sebuah kekuatan yang lebih besar dari yang dapat dipahami oleh makhluk mana pun. Bahkan setelah Pintu Kehancuran tertutup, bayangan kegelapan itu tetap ada. Ia menunggu waktu untuk kembali. Dan kau—kau adalah kunci. Tanpamu, dunia yang kalian kenal mungkin tidak akan bertahan."
Kael tidak tahu apa yang lebih membuatnya bingung—kenyataan bahwa ia masih hidup, meski seakan berada di luar dimensi, atau kenyataan bahwa dirinya kini menjadi bagian dari sesuatu yang jauh lebih besar daripada dirinya sendiri.
"Apa yang harus kulakukan?" tanya Kael, suara penuh determinasi.
Penjaga itu berjalan perlahan mendekat, mata yang dalam seolah menilai Kael dari segala sudut. "Kau harus kembali. Dunia kalian membutuhkanmu. Tapi sebelum itu, kau harus melalui satu ujian terakhir. Salah satu yang akan menentukan apakah kau bisa kembali ke duniamu dan menyelesaikan apa yang telah dimulai."
Kael tidak ragu. Ia tahu bahwa tak ada jalan mundur. Keputusan yang ia ambil sudah mengubah segalanya, dan ia harus menghadapinya. "Ujian apa?"
Penjaga itu mengangkat tangannya, dan seketika, Kael merasakan dunia di sekelilingnya berubah. Kegelapan itu seolah terbelah, mengungkapkan sebuah gerbang yang mengarah ke dunia yang jauh berbeda—sebuah dunia yang penuh dengan kekuatan aneh dan makhluk yang sepertinya berasal dari dimensi yang tidak dikenal.
"Masuki gerbang ini," kata Penjaga itu. "Itu adalah dunia tempat energi Nyx bersembunyi. Kau harus menemukannya, dan menghancurkannya dari dalam. Hanya dengan itu, kau akan memiliki kesempatan untuk kembali. Jika tidak, dunia yang kalian kenal akan kembali jatuh ke dalam kegelapan."
Kael menatap gerbang itu, merasa ragu namun juga semakin mantap. Dunia yang ia kenal telah hancur, dan meskipun ia merasa terputus dari segalanya, satu hal tetap jelas—ia masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki apa yang telah terjadi.
Dengan langkah penuh tekad, Kael melangkah menuju gerbang yang terbuka, siap menghadapi dunia yang lebih gelap dan berbahaya, dan berharap bisa kembali untuk menyelamatkan dunia yang masih bisa diperjuangkan.
Di dunia yang jauh, waktu berjalan lambat. Di antara reruntuhan dan kehancuran, harapan yang samar masih ada. Sementara itu, Kael melangkah ke dalam dimensi yang lebih dalam, mencari sisa-sisa kegelapan yang harus dihancurkan, satu langkah pada satu waktu.