Naya yang tak pernah mendapatkan kasih sayang dari keluarganya harus mengalami malam kelam bersama dokter Mahesa, dokter bedah syaraf sekaligus direktur rumah sakit tempatnya bekerja sebagai seorang perawat.
Naya yang sadar akan dirinya yang hanya orang dari kelas bawah selalu berusaha menolak ajakan dokter Hesa untuk menikah.
Namun apa jadinya jika benih dari dokter tampan itu tumbuh di rahimnya, apakah Naya akan tetap menolak?
Tapi kalau mereka menikah, Naya takut jika pernikahan hanya akan membawa derita karena pernikahan mereka tanpa di landasi dengan cinta.
Namun bagaimana jadinya jika dokter yang terlihat dingin di luar sana justru selalu memperlakukan Naya dengan manis setelah pernikahan mereka?
Apakah Naya akhirnya akan jatuh cinta pada suaminya itu?
Follow ig otor @ekaadhamasanti_santi.santi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Naya pingsan
Hari ini Naya kembali masuk shift pagi. Tapi sejak tadi pagi Naya merasa tak enak badan. Dia sampai harus beberapa kali duduk karena merasa kepalanya terus berputar-putar hingga membuat badannya limbung ketika berdiri. Wajahnya juga pucat dan badannya sudah mengeluarkan keringat dingin.
"Naya, kamu kenapa?" Gisel yang tak melihat Naya di kantin langsung menghampiri Naya ke lantai lima. Tapi dia malah melihat sahabatnya yang lemas duduk sendirian di ruangan perawat.
"Demam, kamu sakit Nay?" Gisel langsung memegang dahi Naya ketika melihat wajah pucat sahabatnya itu.
"Aku nggak papa kok Sel. Mungkin cuma laper aja. Ayo ke kantin!" Naya memang merasa lapar sekali saat ini. Tadi dia tidak sempat sarapan karena dia bangun kesiangan dan tidak sempat memasak.
Bukannya membantunya untuk menyiapkan sarapan, Ibunya justru semakin memarahi Naya yang tak bisa bangun pagi. Jadi Naya langsung memilih langsung berangkat daripada mendengarkan Ibunya yang membuat telinganya panas.
Ketika mereka berdua baru saja memasuki kantin, Naya yang sejak tadi menahan gemetar pada tubuhnya, kini sudah tidak kuat lagi. Tubuhnya langsung ambruk menimpa Gisel yang ada di sampingnya.
"Naya!!" Pekik Gisel, untung saja dia cepat menahan tubuh Naya agar tidak jatuh ke lantai.
"Kakak, tolong!!" Teriak Gisel yang melihat Kakaknya berjalan mendekat ke arah mereka. Hesa tentu langsung berlari begitu melihat Naya tak sadarkan diri.
"Naya kenapa?" Hesa terlihat panik melihat keadaan Naya saat ini.
"Sakit Kak, dari tadi wajahnya pucat terus agak demam juga tapi dia bilangnya karena lapar" Terang Gisel.
"Ayo bawa ke IGD!"
Hesa langsung saja menggendong tubuh Naya melewati kerumunan orang-orang serta rekan perawat Naya yang berkumpul melihat keadaan Naya di sana.
Gisel pun berlari mengikuti Kakaknya yang setengah berlari menggendong Naya. Dia juga khawatir dengan Naya yang tiba-tiba pingsan seperti itu.
Sesampainya di IGD, Hesa langsung menangani Naya sendiri. Dia yang memeriksa Naya di bantu dengan Gisel, sementara dia hanya meminta bantuan perawat untuk memasang infus di tangan Naya.
"Suhu badannya tinggi Kak" Ucap Gisel begitu memeriksa suhu badan Naya.
Sementara Hesa masih memeriksa Naya. Termasuk denyut nadi, detak jantung dan juga perut Naya.
"Gisel, coba periksa Naya sekali lagi. Apa menurutmu ada yang aneh?" Hesa merasakan ada yang aneh dengan denyut nadi Naya yang semakin cepat, juga detak jantung Naya yang meningkat melebihi orang normal atau orang dalam keadaan pingsan.
"Memangnya kenapa Kak?" Bingung Gisel. Bukannya Kakaknya itu lebih berpengalaman darinya, tapi kenapa justru memintanya memeriksa Naya lagi.
"Coba saja!" Pinta Hesa. Sebenarnya saat ini dia sedang meyakinkan diri jika apa yang ia dapat dari pemeriksaan Naya adalah benar.
Gisel pun mulai memeriksa Naya sesuai dengan urutan pemeriksaan seperti yang dilakukan Kakaknya tadi.
"Kak" Gisel menatap Hesa.
"Gimana hasilnya?"
"Naya seperti sedang..."
"Ssttt, kita diam dulu. Kita bawa Naya ke ruangan dokter Monic untuk memastikannya"
Hesa sekarang yakin jika saat ini Naya pasti sedang mengandung anaknya. Sementara Gisel masih tal percaya meski hasilnya belum akurat. Dia tak menyangka jika Naya yang terlihat begitu pendiam dan santun justru tengah hamil saat ini.
"Tapi Kak, kenapa Naya bisa hamil? Dia bahkan belum menikah?" Gisel tampak syok, dia memijit kepalanya yang berdenyut.
"Nanti Kakak jelaskan sama kamu, yang penting sekarang bawa Naya dulu ke ruangan dokter Monic. Kakak telepon dia dulu"
"Maksud Kakak?"
"Nanti Kakak jelaskan, ayo bawa Naya untuk membuktikannya"
Meski masih dalam kebingungan, Gisel tetap membawa Naya ke ruangan dokter Monic di bantu oleh seorang perawat sementara Hesa berjalan di samping brankar Naya.
"Silahkan di bawa masuk" Dokter Monic membuka ruangannya dengan lebar. Dokter spesialis kandungan yang saat ini sedang hamil besar itu mendadak saja mendapat telepon dari Hesa yang mengatakan ingin meminta bantuannya untuk memeriksa seseorang.
"Suster tolong bisa keluar dulu!" Pinta Hesa pada perawat yang membantunya membawa Naya.
"Baik dokter, permisi"
Di ruangan itu sekarang hanya tinggal Naya, Hesa, Gisel dan dokter Monic. Hesa memang sengaja tidak mengijinkan siapapun ikut berada di dalam sana.
"Cepat periksa dia. Dari tanda-tandanya, sepertinya dia sedang mengandung" Pinta Hesa pada Monic, yang tak lain adalah istri dari sahabatnya yang bernama Fendi.
"Baik dokter Hesa"
Naya yang masih tak sadarkan diri tentu saja tak tau apa yang sedang Hesa lakukan saat ini. Kalau saja dia sadar, pasti Naya sudah melarikan diri karena kehamilannya akan segera terungkap di depan Hesa.
Sementara Gisel terlihat masih kebingungan saat ini. Dia masih bertanya-tanya, kenapa Naya bisa hamil saat ini. Apa yang sebenarnya terjadi pada sahabatnya itu. Apa mungkin Naya sudah menikah dan Gisel tidak mengetahuinya. Semua pertanyaan itu membuat Gisel terdiam sambil menatap wajah pucat Naya.
Tapi lain dengan Hesa, entah mengapa dia sangat berharap jika Naya memang benar-benar hamil saat ini. Kalau itu terbukti, Hesa tidak akan membiarkan Naya menolaknya lagi. Dia akan segera menikahi Naya sebelum kehamilannya semakin besar.
Dokter Monic memperhatikan layar di depannya dengan teliti. Dia juga terus menggeser alatnya di atas permukaan perut Naya.
"Benar seperti dugaan dokter Hesa. Suster Naya benar-benar hamil" Ucap dokter Monic setelah membaca ID Card yang masih terpasang di leher Naya.
"Apa dokter? Jadi dia benar-benar hamil?"
"Benar dokter. Usianya sudah memasuki minggu ke delapan. Kandungannya juga sehat"
Hesa menatap Naya dengan matanya yang berembun. Dia benar-benar bahagia saat ini karena dia akan menjadi seorang Ayah.
"J-jadi Naya beneran hamil?" Gisel bergumam lalu membekap mulutnya sendiri. Dia sepertinya harus meminta penjelasan dari Naya saat sahabatnya itu tersadar nantinya.
"Jadi sebenarnya suster Naya ini siapa kok sampai dokter Hesa dan dokter Gisel sendiri yang mengantarnya ke sini?" Monic akhirnya membuka suara setelah dia memainkannya sejak tadi.
"Untuk saat ini aku belum bisa cerita. Tapi aku minta tolong padamu untuk tidak memberitahukan tentang kehamilannya ini pada siapapun termasuk laporan rumah sakit. Aku sendiri yang akan bertanggung jawab tentang laporan pemeriksaan miliknya"
"Baiklah, saya mengerti" Monic tak mau terlalu dalam mencampuri urusan Hesa. Dia yakin kalau sahabat suaminya itu memiliki alasan yang kuat karena memintanya melakukan hal itu.
"Kak?" Gisel menatap Kakaknya penuh pertanyaan. Dia butuh jawaban tentang kehamilan Naya dan juga permintaan aneh Kakaknya itu pada dokter Monic.
"Kita pindah Naya ke ruang rawat inap dulu. Baru Kakak jelaskan semuanya sama kamu di sana"
Gisel hanya mengangguk meski dia amat sangat penasaran saat ini.