Nindya seorang sekertaris yang sangat amat sabar dalam menghadapi sikap sabar bosnya yang sering berubah suasana hati. Hingga tiba-tiba saja, tidak ada angin atau hujan bosnya dan keluarganya datang ke rumahnya dengan rombongan kecil.
Nindya kaget bukan main saat membuka pintu sudah ada wajah dingin bosnya di depan rumahnya. Sebenarnya apa yang membuat bos Nindya nekat datang ke rumah Nindya malam itu, dan kenapa bosnya membawa orang tuanya dan rombongan?
Ayo simak kelanjutan ceritanya disini🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon VivianaRV, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24
Nindya pun melihat ke arah tangannya, dan seketika Nindya langsung menghempaskan tangan Kaivan dengan kencang. Sangking malunya Nindya menjauh dari Kaivan. Sesudah Kaivan menyalimi Leli, mereka berdua masuk ke dalam mobil dengan keadaan canggung.
"Pak Kai maaf ya atas kejadian tadi, saya enggak sadar kalau masih memegang tangan anda."
"Ekhm...tidak papa, Nindya kenapa kamu kembali berbicara formal padahal kita masih berdua."
"Maaf Aa', saya belum terbiasa."
Setelah itu keadaan didalam mobil pun hening, Nindya hanya melihat diluar jendela tidak berani melirik dan melihat Kaivan. Sedangkan Kaivan curi-curi pandang dan melirik Nindya beberapa kali seperti ada yang mau dia bicarakan.
Saat Kaivan akan membuka mulutnya tidak jadi lalu menutup mulutnya hingga beberapa kali. Hingga tidak lama kemudian mobil sampai di depan kantor. Kaivan segera memberanikan diri untuk mengucapkan sesuatu.
"Tunggu Nindya jangan keluar dulu" cegah Kaivan saat Nindya bergerak membuka pintu. Nindya mengurungkan niatnya dan menutup pintu kembali.
"Ada apa Aa'?"
"Maaf atas kejadian semalam, saya hanya refleks menuruti apa yang kamu ucapkan dan lupakan saja kejadian semalam."
Nindya terdiam, 'kenapa Kaivan jadi merasa sangat menyesal? ' batin Nindya.
"Tenang aja Aa' saya juga enggak mau mengingat kejadian semalam, bahkan saya langsung menghapusnya dari ingatan saya semalam itu juga."
Setelah itu Nindya langsung membuka pintu mobil dan menutupnya keras meninggalkan Kaivan didalam mobil. Sedangkan Kaivan terdiam melongo didalam mobil.
"Apakah perkataanku tadi ada yang salah? Perasaan tidak ada yang salah sama sekali dengan perkataanku tadi, atau mungkin saat ini mood Nindya lagi kurang bagus makanya seperti itu? Sepertinya memang mood Nindya kurang bagus."
Kaivan berlagak seperti biasanya, dia keluar dari mobil lalu menuju lantai dimana ruangannya berada. Saat melewati ruangan Nindya, Kaivan tidak disapa sama sekali yang lebih membuat bingung Nindya tidak mau melihat ke arah Kaivan sama sekali. Kaivan abai dan masuk ke dalam ruangannya.
"Dasar laki-laki, kalau ngelakuin sesuatu pasti ngerasa enggak bersalah dan melupakannya begitu saja" ucap Nindya sebal.
Interkom berbunyi, Kaivan menyuruh Nindya untuk membuatkan Kaivan kopi. Nindya segera membuatnya walaupun dengan setengah hati.
"Mungkin asik ya kalau kopi ini aku kasih sianida, eh astaga Nindya kamu enggak boleh seperti itu" monolog Nindya dengan diri sendiri.
"Aku penasaran sama calon istrinya pak Kai, katanya mereka sebentar lagi akan menikah" ucap salah satu karyawan diantara gerombolan karyawan yang tengah ngobrol santai di pantry padahal sudah mulai masuk jam kerja.
Nindya yang semula sibuk meracik kopi pun dibuat penasaran hingga dia menguping pembicaraan itu. Nindya bingung darimana mereka tahu bahwa Kaivan akan menikah padahal kan selama ini setahu Nindya berita itu belum tersebar sama sekali.
"Sama aku juga penasaran, padahal yang kita semua tahu pak Kai itu jarang sekali dekat dengan perempuan bahkan terakhir kali pak Kai pacaran itu delapan tahu yang lalu dengan model papan atas" ucap salah satu karyawan yang ikut menyambungi.
"Apa jangan-jangan pak Kai nikah karena cinta pada pandangan pertama gitu seperti yang ada di novel-novel."
"Kamu itu pasti mengaitkan semuanya dengan fiksi, sadar kamu itu ada di dunia nyata jangan menyambungkan semuanya dengan fiksi."
"Sudah kalian jangan bertengkar seperti itu, setiap hari bertengkar memang enggak capek?"
"Dia duluan tuh."
"Sudah ayo kita kerja nanti kalau ketahuan pak Kai kita bisa kena marah."
Gerombolan karyawan itu pun pergi keluar dari pantry. Sedangkan Nindya masih bertanya-tanya siapa yang menyebarkan berita itu. Nindya langsung bergegas ke ruangan Kaivan untuk menanyakan hal ini.
"Permisi pak ini kopi yang anda minta" Nindya meletakkan segelas kopi ke atas meja Kaivan yang langsung diambil dan diseruput oleh Kaivan sedikit demi sedikit.
"Terima kasih ya Nindya, kamu boleh pergi" Kaivan menikmati kopinya lagi setelah menyuruh Nindya keluar.
Tapi Nindya yang belum menanyakan hal tadi pun masih berdiri di tempat. "Kenapa kamu enggak keluar? Apa ada yang mau kamu tanyakan atau sampaikan?"
"Ada yang mau saya tanyakan pak."
"Kamu mau tanya tentang apa?"
"Pak kenapa berita tentang pernikahan kita diketahui oleh karyawan kantor? Apa jangan-jangan ada mata-mata yang menyebarkan ini semua?" tanya Nindya dengan raut wajah panik.
"Ohh...tentang itu, memang kamu enggak tahu kalau berita itu terpampang di sosial media perusahaan ini?"
"Saya tidak tahu pak" Nindya segera mengambil telepon di saku bajunya lalu segera mencari sosial media perusahaan dan benar saja berita itu memang disebar di media sosial perusahaan.
"Siapa yang memposting ini pak? jangan bilang anda yang memposting ini?" tuduh Nindya pada Kaivan.
"Tidak mungkin saya memposting berita itu, kurang kerjaan sekali saya memposting itu. Kerjaan saya banyak, kalau kamu ingin tahu siapa yang memposting berita itu tanya langsung saja ke orangnya yaitu ayah saya."
"Kenapa pak Bara memposting berita ini?"
"Saya tidak tahu, kalau kamu ingin lebih jelas tanyakan saja langsung sama ayah saya."
"Haduh pak bagaimana ini? Kalau banyak orang yang tahu kalau anda akan menikah pasti mereka bakal mengulik lebih jauh, saya enggak mau nanti bakal jadi bulan-bulanan fans anda pak."
"Ya kamu pasrah dan terima apa adanya saja" ucap Kaivan dengan enteng tanpa menenangkan Nindya.
"Kok anda bilang begitu sih pak, apa anda tidak tahu bagaimana sadisnya fans pak Kai selama ini?"
"Saya tidak tahu karena saya tidak mengurusi mereka."
"Haduh saya bingung memikirkan nasib saya kedepannya bagaimana, saya kira pernikahan ini akan dirahasiakan karena berita palsu atas kehamilan saya ternyata pernikahan ini malah sudah disebar luaskan."
"Kenapa kamu panik begitu sih? Kamu itu tinggal jalani saja tidak perlu panik dan pusing memikirkan nasib kamu kedepannya, kamu itu seharusnya nikmati saja karena bakal menjadi menantu dari keluarga Pramuja."
"Terserah pak Kai sajalah, percuma saya berkeluh kesah kepada anda" Nindya membalikkan tubuhnya berjalan akan keluar dari ruang Kaivan.
"Tunggu Nindya!"
"Ada apa lagi pak?"
"Kamu jangan marah lagi ya sama saya."
"Kenapa anda melarang saya untuk marah? Terserah saya dong mau marah dengan anda atau tidak."
"Jangan gitu dong Nindya saya malah jadi merasa sangat bersalah."
"Bodo amat" Nindya melipat tangannya di depan dada sembari melirik Kaivan sinis.
Kaivan yang memang kurang tahu membujuk perempuan marah pun tidak melakukan hal lain untuk membujuk. "Ya sudah kalau kamu mau marah sama saya, oh iya ini ada undangan pernikahan kita tadi pas aku masuk ruangan undangan ini sudah ada di laci meja."