Kecewa, mungkin itulah yang saat ini di rasakan Donny Adriano Oliver. Bagaimana tidak harapan untuk segera membangun rumah tangga dengan kekasih yang sudah di cintainya selama enam tahun pupus sudah. Bukan karena penghianatan atau hilangnya cinta, tapi karena kekasihnya masih ingin melanjutkan mimpinya.
Mia Anggriani Bachtiar, dia calon istri yang di pilihkan papanya untuknya. Seorang gadis dengan luka masa lalu.
Bagaimanakah perjalanan pernikahan mereka. Akankah Donny yang masih memberi kesempatan kepada kekasihnya bisa jatuh cinta pada istrinya yang awalnya dia perlakukan seperti adik perempuan yang dia sayangi. atau Mia yang sudah lama menutup hati bisa luluh dan jatuh pada perhatian dan kasih sayang yang Donny berikan padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yunis WM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Epis. 3 Perjanjian pernikahan
Sebuah mobil sedan mewah sudah menunggu Mia di depan perusahaan tempatnya bekerja, sesuai dengan apa yang dikatakan Donny kemarin malam padanya. Hari ini Mia meminta izin untuk pulang lebih awal, tentu saja untuk bertemu dengan Donny, calon suaminya.
Seorang pria yang mungkin seumuran dengannya keluar dari dalam mobil begitu melihatnya keluar dari pintu kaca.
“Nona Mia Anggriani?” tanya laki-laki itu sopan. Mia hanya menjawabnya dengan bergumam. Laki-laki dengan pakaian jas lengkap dengan kaca mata hitamnya membukakan pintu belakang mobil dan mempersilahkannya masuk. Setelah melihat Mia sudah duduk dengan nyaman, laki-laki itu masuk ke dalam mobil, duduk di belakang kemudi lalu mulai menyalakan mesin dan menjalankan mobilnya.
Mobil sedan mewah yang berbeda dengan yang kemarin menjemputnya itu berhenti di sebuah restoran yang cukup mewah. Alfandy, sekertaris sekaligus asisten pribadi Donny yang sudah menunggunya sejak tadi mengantar Mia ke salah satu ruang privat yabf ada di restoran ini.
Di dalam ruangan itu sudah ada Donny yang menunggunya. Di sana juga ada seorang laki-laki selain Donny, umurnya mungkin hampir sama dengan Donny.
“Silahkan duduk”. Mia kemudian duduk di kursi di mana Donny mempersilahkannya duduk.
“Kita langsung saja”. Donny menyodorkan beberapa lembar kertas kepada Mia. Gadis itu menerima kertas-kertas yang Donny berikan dengan kening yang mengkerut.
“Bacalah dengan teliti,” ujarnya lagi dengan nada yang sopan. Selain terkenal keras dan tegas dan sangat di segani oleh semua rival bisnis dan tentu saja semua karyawannya, Donny juga terkenal sangat sopan saat berbicara dengan orang lain, siapapun itu.
Mia membelalakkan matanya, terkejut membaca isi surat itu.
“Perjanjian pernikahan.” Mia menatap Donny penuh tanda tanya.
“Apa kamu benar-benar ingin menjadi istri saya?” Tanya Donny sedikit sarkas. Mia memiringkan bibirnya lalu kembali membaca poin demi poin yang tertera pada perjanjian itu. Walaupun sempat terkejut tapi hati Mia sangat lega mengetahui Donny juga sebenarnya tidak tertarik dengan pernikahan bodoh ini.
“Enam bulan?” Mia kembali terkejut.
“Enam bulan lebih dari cukup.” Donny menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi lalu menyilangkan kakinya membuat Mia mendesah kesal melihat tingkahnya.
Enam bulan waktu yang sangat cukup untuknya meyakinkan neneknya bahwa pernikahannya tidak bahagia dengan Donny dan tidak bisa di lanjutkan lagi. Dan ketika orang-orang terdekatnya kembali mendesaknya untuk menikah, dia bisa menggunakan ini sebagai alasan untuk tidak lagi menikah bahwa dia trauma dengan pernikahan.
Mia tersenyum licik setelah berdiskusi dengan hatinya, Donny yang melihat Mia tersenyum menautkan kedua alisnya tapi enggan untuk bertanya.
Tidak ada kontak fisik. Mia kembali tersenyum dan menganggukkan-anggukkan kepalanya membaca poin berikutnya membuat semua orang yang ada di ruangan itu saling pandang dengan raut wajah penuh tanya.
Tidak di perbolehkan mencampuri urusan pribadi masing-masing. Mia mengangguk-angguk setuju.
Sampai pada bagian terkahir tertera jumlah yang lumayan fantastis sebagai bentuk kompensasi untuk Mia setelah perjanjian mereka sampai pada waktunya dan mereka harus bercerai.
Mia membulatkan matanya melihat banyaknya angka nol pada jumlah itu. “bisa buat bayar hutang di bank”. Bisiknya dalam hati. Namun segera dia mengenyahkan fikirannya. Dia tidak ingin menerima apapun dari Donny. Toh dalam hal ini, dia melakukannya atas keinginnannya sendiri.
“Aku setuju”, ujar Mia, sambil menyerahkan kembali surat perjanjian itu pada Donny setelah di tanda tanganinya. Tidak lupa dia juga mencoret bagian yang mengatakan bahwa dia akan menerima kompensasi. Donny menatap Alfandy dan pengacaranya. Semudah itu?.
“Kamu yakin, tidak ada yang ingin kamu tambah?” Mia menggeleng dengan yakin merasa semua poin sudah cukup adil.
“Apa ini untukku?” Mia melirik jus berwarna orange yang ada di depannya.
“Oh.. maaf”. Donny memberi kode pada sekertarisnya. Alfandy yang mengerti segera menghubungi seseorang melalui ponsel yang sedari tadi di genggamnya.
“Silahkan”. Mia menyesap jus yang ada di depanya tadi sambil sesekali bermain dengan sedotannya.
Donny menyerahkan surat perjanjian itu pada pengacaranya tanpa membacanya lagi. Lalu tiba-tiba pengacara itu membisikkan sesuatu pada Donny dan menyerahkan surat-surat yang tadi di tandatangani calon istrinya.
Dia meilhat Mia, gadis itu sedang sibuk menggigit sedotan hingga berubah dari bentuk awalnya.
“Kenapa tidak mau menerima uangnya”. Yang di tanya mendongakkan kepalanya melihat laki-laki yang memberinya pertanyaan.
“Aku nggak mau di bayar”. Belum sempat Donny membuka mulutnya, Mia sudah lebih dulu berbicara.
“Tapi aku punya permintaan.”
“Apa?”
“Aku mau pernikahannya yang paling sederhana, tidak perlu mengundang banyak orang. Dan tolong jangan ada wartawan”. Pinta Mia serius. Donny berfikir sejenak, mana mungkin tidak ada wartawan. Yang akan menikah adalah seorang pengusaha muda sukses pemilik tunggal tahta Oliver Group, apalagi pernikahan terjadi secara mendadak, tentu publik akan sangat ingin tahu siapa gadis beruntung yang akan menjadi Nyonya muda Oliver Group. Tidak mudah untuk menghindari media massa.
“Walau bagaimanapun ini hanya pernikahan yang bersifat sementara, aku hanya tidak mau seteleh kita berpisah aku akan menjadi bahan gunjingan orang-orang sepanjang sisa hidupku. Di buang dan di campakkan suaminya”. Mia menambahkan melihat Donny yang masih belum mengatakan apapun.
Mia menaikkan alisnya ketika tatapan mereka saling bertemu. Laki-laki itu masih terlihat berfikir.
Donny mengangguk dengan berat pada akhirnya. Semua yang di katakan Mia memang benar, kalau sampai publik mengetahui siapa calon istrinya, tentu itu akan sangat menganggagu privacy Mia.
“Baiklah, saya akan mengatur semuanya.” Mia lalu tersenyum setelah mendengar jawaban Donny yang menyetujui permintaannya.
“Apa masih ada yang ingin kamu katakan?” tanya Donny melihat Mia seperti ingin mengatakan sesuatu.
“Emm... kenapa menerima perjodohan ini kalau Mas…” Mia menghentikan ucapannya lalu melihat reaksi Donny ketika dia memanggilnya mas.
“Panggil saya senyaman kamu”. Gadis itu tersenyum lalu melanjutkan kata-katanya.
“Kenapa menerima perjodohan ini kalau memang mas Donny keberatan”. Tanya Mia hati-hati.
“Saya tidak mau mengecewakan papa saya”. Mia mengangguk. Sesungguhnya Donny sempat berfikir kalau Mia mungkin akan keberatan dengan perjanjian yang dia buat, tapi di luar dugaannya. Gadis itu ternyata sangat antusias. Gadis itu ternyata sama seperti dirinya yang juga tidak menerima perjodohan ini.
“Bagaimana denganmu?” tanya Donny mengangkat sebelah alisnya. Mia tersenyum “alasan yang sama”. Jawabnya.
Mia berdiri dari duduknya mengulurkan tangannya untuk bejabat tangan dengan calon suaminya.
“Mari bekerja sama dengan baik.” Donny menatap tangan yang terulur di depannya lalu kembali menatap Mia. Donny tersenyum sambil berdiri menerima uluran tangan Mia.
“Sopir akan mengantarmu kembali”, Donny mengantar Mia sampai di depan pintu.
“Apakah nenekku akan mengetahui perjanjian ini”, tanyanya sebelum melangkah keluar dari ruangan privat itu.
“Hanya orang-orang yang ada disini yang tahu”, jawab Donny. “Papa dan nenekmu tidak akan tahu tentang perjanjian yang kita buat tadi”. Mia menatap kedua orang yang sedang berdiri di belakang Donny bergantian.
“Mereka orang-orang kepercayaan saya, mereka tidak akan mengkhianati saya”. Mia mengangguk mengerti lalu meninggalkan tempat itu. Alfandi mengikutinya dari belakang, mengantar sang calon Nyonya muda sampai dia masuk ke dalam mobil.
Tidak lama setelah kepergian mereka, beberapa orang pelayan masuk dengan mendorong troli. Donny menepuk keningnya pelan. Harusnya tadi dia menahan gadis itu, kenapa dia bisa lupa kalau dia mengajaknya berbicara juga sekalian untuk makan siang. Laki-laki itu hanya bisa mengeleng-gelengkan kepalanya.