Terlalu sering memecat sekretaris dengan alasan kinerjanya kurang dan tidak profesional dalam bekerja, Bryan sampai 4 kali mengganti sekretaris. Entah sekretaris seperti apa yang di inginkan oleh Bryan.
Melihat putranya bersikap seperti itu, Shaka berinisiatif mengirimkan karyawan terbaiknya di perusahaan untuk di jadikan sekretaris putranya.
Siapa sangka wanita yang dikirim oleh Daddynya adalah teman satu sekolahnya.
Sambungan dari novel "Kontrak 365 Hari"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
"Pak Bryan bilang apa saja padamu.? Kenapa cepat sekali kembali ke sini.?" Tanya Felix pada Annelise. Sebab dia baru saja mengantarkan Annelise ke ruangan Bryan sekitar 10 menit yang lalu, tapi wanita itu sudah keluar dari ruangan Bryan dan sekarang menghampirinya agar di antar ke ruang sekretaris.
"Pak Bryan hanya bilang kalau saya diberi waktu 1 bulan untuk masa training. Beliau akan memecat saya kalau tidak puas dengan kinerja saya." Jawab Annelise jujur.
Felix tampak mengerutkan dahi. "Hanya itu saja.?" Tanyanya heran.
Annelise mengangguk. "Saya sudah mencoba memperkenalkan diri, tapi Pak Bryan bilang kalau beliau sudah tau dan saya tidak perlu menjelaskan." Tuturnya.
Felix mengangguk-anggukan kepalanya. Sebenarnya Felix merasa ada yang aneh dan dia menahan penasaran karna Bryan biasanya sangat selektif. Dia akan menginterogasi dan mewawancarai calon sekretarisnya hingga 1 jam lamanya. Tapi dengan Annelise tidak seperti itu. Tapi bisa jadi karna Annelise kiriman dari Shaka, jadi Bryan tidak banyak bertanya.
"Kalian begitu ke ruangan kamu sekarang. Ada beberapa pekerjaan yang di tinggalkan oleh sekretaris sebelumnya, jadi kamu harus kamu lanjutkan. Saya juga akan menjelaskan beberapa poin aturan yang harus di patuhi selama menjadi sekretaris Pak Bryan." Tutur Felix. Dia kemudian membawa Annelise ke ruang sekretaris.
Keduanya duduk di sofa, saling berhadapan. Di atas meja sudah ada beberapa berkas dan laptop milik perusahaan.
"Annelise, sebelum saya memberi tau apa saja tugas sekretaris, kamu harus tau kalau atasan kita cukup tegas dan dia orang yang perfeksionis. Semua yang kita kerjakan harus sesuai apa yang dia mau, jika tidak puas dengan hasilnya, kamu harus siap mendapat amukan. Mulutnya cukup pedas dan tajam, tidak memandang sekretarisnya pria ataupun wanita." Jelas Felix tanpa ada yang dia tutup-tutupi.
Bukan bermaksud menjelek-jelekan bosnya, tentu saja tujuan Felix bicara seperti itu agar Annelise tidak kaget jika nanti Bryan bersikap seperti itu. Yang kedua, agar Annelise bisa meminimalisir kesalahan agar tidak membuat Bryan mengamuk di kemudian hari. Sebab Felix juga sudah bosan berkali-kali ganti partner kerja. Belum lagi, dia selalu di tugaskan membimbing sekretaris baru. Sungguh itu sangat melelahkan bagi Felix. Jika tidak di gaji dalam jumlah besar, dia mungkin sudah mengajukan surat pengunduran diri sejak dulu karna tidak tahan dengan sikap bosnya.
"Baik Pak Felix, saya bisa mengerti." Annelise mengangguk paham maksud perkataan Felix.
"Kemarin Pak Shaka sudah membicarakan hal ini dengan saya, sebenarnya saya sedikit keberatan ketika harus di pindah tugaskan di perusahaan putranya. Tapi saya tidak punya pilihan lain karna hidup butuh uang." Ujar Annelise.
Kejujuran Annelise sempat membuat Felix mengagumi sosoknya. Biasanya orang-orang akan bersikap baik agar terlihat siap dan senang bekerja sebagai sekretaris Bryan, meski sudah di beri tau bagaimana watak Bryan. Tapi Annelise terlihat berbeda. Jika di lihat-lihat, Annelise sepertinya tahan banting untuk menghadapi segala amukan dan protes dari Bryan.
"Saya harap kamu bisa bertahan lebih lama dari sekretaris-sekretaris sebelumnya." Ucap Felix.
"Saya akan berusaha." Sahut Annelise. Lagipula tidak ada pilihan lain. Sebab tawaran dari Shaka cukup menggiurkan. Dia dijanjikan sejumlah uang yang cukup besar jika bisa bertahan menjadi sekretaris Bryan selama 1 tahun.
"Kalau begitu kita mulai pembahasannya." Felix memutar laptop ke arah Annelise yang sejak tadi sudah dia nyalakan. Dia mulai menjelaskan pada Annelise tentang apa saja yang harus dikejarkan oleh Annelise.
...******...
Annelise pergi ke ruangan Bryan 10 menit sebelum jadwal keberangkatan bertemu klien di salah satu restoran. Wanita itu mengetuk pintu beberapa kali sebelum di ijinkan masuk.
Bryan menatap kedatangan Annelise dengan acuh tak acuh. Matanya sempat melirik sekilas, namun kembali fokus menandatangani beberapa berkas di atas meja.
"10 menit lagi kita berangkat ke restoran. Berkas dan dokumen sudah saya siapkan." Ujar Annelise kemudian duduk di depan meja kerja Bryan.
"Saya tidak menyuruh mu duduk." Seloroh Bryan dingin.
Annelise memutar malas bola matanya sambil bangun dari duduknya. Dia tidak heran dengan sikap Bryan yang dingin dan menyebalkan. Sebab sejak dulu Bryan memang terkenal seperti itu.
Sempat menjadi pria paling populer di sekolah selama 2 tahun, sampai akhirnya semua orang yang mengidolakan Bryan berubah haluan akibat sikap Bryan yang dingin dan tidak pernah ramah pada wanita manapun.
Annelise sama sekali tidak diberi kesempatan untuk duduk selama menunggu Bryan. Sampai akhirnya pria itu beranjak dari duduknya dan siap pergi ke restoran untuk meeting.
Di belakang Bryan, Annelise dengan setia mengikuti langkahnya. Keduanya langsung pergi ke depan lobby perusahaan, di sana ada Felix yang sudah siap mengantar mereka menggunakan mobil milik Bryan.
Felix bergegas turun, dia membukakan pintu penumpang untuk bosnya dan mempersilahkan Bryan masuk.
Sementara itu, Annelise langsung membuka pintu depan dan duduk di sana tanpa di suruh. Dia sudah di beri tahu oleh Felix bahwa Bryan tidak pernah mau duduk sebelahan dengan orang lain ketika di dalam mobil. Jadi Annelise tidak ragu ketika membuka pintu di samping kemudi.
Suasana selama perjalanan cukup hening. Bryan selalu menyibukkan diri dengan ponselnya. Annelise sejak tadi menahan diri untuk tidak banyak bicara, jadi dia hanya sesekali bicara dengan Felix. Itupun menyangkut pekerjaan.
Sampainya di restoran, mereka langsung di sambut pelayan dan di antar ke ruang VIP. Annelise selalu berada paling belakang tanpa berniat mensejajarkan diri dengan Bryan. Dan hal itu tidak membuat Bryan banyak protes. Dia sepertinya tidak terganggu dengan keberadaan Annelise, sebab Annelise cukup paham memposisikan dirinya.
Bryan mengambil tempat duduk paling ujung, Annelise duduk di sisi samping dan Felix duduk berhadapan dengan Annelise. Posisi Bryan ada di antara mereka. Tidak berselang lama, klien mereka datang dan sama-sama berjumlah 3 orang.
Annelise menyambut dengan ramah dan sopan. Dia sudah belajar bagaimana cara berhadapan dengan klien agar tidak ragu menjalin kerjasama. Terlebih klien kali ini masih kerabat dekat dari pengusah di Dubai dan punya pengaruh besar dalam dunia bisnis.
Cara Annelise memperlakukan klien, membuat Felix mengacungkan kedua jempolnya pada sekretaris baru itu. Felix merasa Bryan tidak akan punya celah untuk mengomentari kinerja Annelise.
Meeting berlangsung selama 2 jam dan di akhiri dengan makan siang bersama. Raut wajah Bryan terlihat sangat puas karna berhasil menjalin kerjasama dalam waktu lama. Tentunya kerjasama itu akan banyak menghasilkan keuntungan besar untuk perusahaan.
"Senang bekerjasama dengan anda, Pak Bryan." Rashed mengulurkan tangannya dan berjabat tangan dengan Bryan.
"Terimakasih sudah bersedia menjalin kerjasama." Sahut Bryan.
Mereka lantas pamit, tapi sebelum semua orang keluar dari ruangan, Rashed tampak mengeluarkan kartu nama dari dompetnya.
"Nona Annelise, ini kartu nama saya. Jika perlu sesuatu, hubungi saja ke nomor ini." Ujarnya to the point.
Annelise paham maksud Rashed. Dia sudah tau sisi gelap orang-orang di dunia bisnis. Banyak orang yang menyalahgunakan jabatan dan kekuasaannya untuk bersenang-senang.
Tidak mau menyinggung Rashed yang baru menerima kerjasama dengan perusahaan Bryan, Annelise akhirnya menerima kartu nama itu dan tersenyum sopan tanpa mengatakan apapun.
Mereka lantas keluar dari ruangan dan masuk ke mobil masing-masing.
"Berikan kartu nama Rashed padaku." Titah Bryan datar.
Annelise menoleh ke belakang, menatap Bryan yang duduk santai di kursi penumpang.
"Sudah saya buang di tempat sampah restoran, apa perlu saya ambil lagi.?" Tanya Annelise.
Bryan bedecak, lalu mengibaskan tangan sebagai isyarat agar Annelise menghadap ke depan dan tidak membahas soal kartu nama lagi.
Di sebelah Annelise, Felix tampak menghela nafas lega karna Annelise melakukan tindakan yang tepat dengan membuang kartu nama Rashed. Sebab Bryan paling tidak suka jika sekretarisnya berbuat kotor dengan para pengusaha di luar sana.
wajar klo sll salah paham...