Anna diperkosa Dean Monteiro yang menginap di hotel karena mabuk. Anna ancam akan penjarakan Dean. Orang tua Dean memohon agar putranya diberi kesempatan untuk bertanggung jawab. Akhirnya Anna bersedia menikah dengan Dean, tapi Dean berniat ceraikan Anna demi menikahi kekasihnya, Veronica.
Anna terlanjur hamil. Perceraian ditunda hingga Anna melahirkan. Anna yang tidak rela Dean menikah dengan Veronica memutuskan untuk pergi. Merelakan bayinya diasuh oleh Dean karena Anna tidak sanggup membiayai hidup bayinya.
Veronica, menolak mengurus bayi itu. Dean menawarkan Anna pekerjaan sebagai pengasuh bayi sekaligus pembantu. Anna akhirnya menerima tawaran itu dengan bayaran yang tinggi.
Dean pun menikahi Veronica. Benih cinta yang tumbuh di hati Anna membuat Anna harus merasakan derita cinta sepihak. Anna tak sanggup lagi dan memutuskan pergi membawa anaknya setelah mendapat cukup uang. Dean kembali halangi Anna. Kali ini demi Dean yang kini tidak sanggup kehilangan Anna dan putranya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alitha Fransisca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 ~ Sebatas Kontrak ~
Tn. Monteiro menunggu keputusan dari Dean dan Anna. Berharap mendapat keputusan sesuai dengan yang diharapkannya. Untuk menghindari tuntutan Anna atas perbuatan putranya, Tn. Monteiro memilih solusi menikahkan putranya dengan Anna.
Anna tercenung saat Dean melontarkan protes atas keputusan ayahnya. Awalnya Dean tidak bersedia memenuhi permintaan ayahnya itu. Namun, sebuah dilema harus dihadapinya. Dalam waktu singkat Dean harus memutuskan pilihan yang bisa merubah jalan hidupnya. Menikahi Anna, gadis yang tidak dicintainya demi selamatkan nama baik keluarga atau persiapkan diri masuk penjara. Dean akhirnya membujuk Anna.
"Laporkan aku ke polisi, apa yang bisa kamu dapatkan? Apa untungnya bagimu? Semua orang akan tahu kamu telah ternoda. Kehormatan keluargaku juga bisa hancur. Menurutmu mudah mencari laki-laki yang bersedia menerima wanita yang telah ternoda? Sementara begitu banyak pilihan wanita yang masih perawan di dunia ini? Aku … akan nikahi kamu sekedar untuk selamatkan nama baikmu. Wanita yang telah menikah tidak lagi perawan itu adalah hal yang biasa. Kamu juga tidak perlu lagi bekerja di hotel ini," tutur Dean memberikan pilihan membuat Anna tertunduk.
"Kenapa aku harus alami semua ini?" tanya Anna begitu pelan seperti bicara pada dirinya sendiri.
Perlahan air matanya mengalir. Dean tertegun menatap gadis yang tertunduk itu. Lalu mengalihkan pandangan ke arah lain. Dalam hati juga menyesalkan semua yang terjadi. Andaikan waktu bisa terulang kembali, Dean tak akan melakukan itu pada Anna. Laki-laki itu menyesal tapi terlalu sombong untuk meminta maaf.
Dean bersedia menikahi Anna. Laki-laki itu jelas tak mau kehilangan segala yang menjadi haknya. Percaya tak percaya, sang ayah adalah orang berkarakter teguh. Tidak akan berubah jika telah memutuskan sesuatu. Dean benar-benar tidak bisa berkutik. Mencoba melawan ayahnya Dean bisa kehilangan segalanya.
Aku nggak mau kehilangan semuanya karena kejadian ini, batin Dean sambil menghembuskan nafas berat.
Nama Dean bisa tercoret dari daftar keluarga jika berani menentang. Sang ayah tidak takut kehilangan anaknya meski Dean adalah putra satu-satunya. Tn. Monteiro tidak akan memohon pada putra yang telah mengecewakannya. Lebih baik berlutut pada gadis miskin seperti Anna untuk membela nama baik keluarga daripada berharap pada putra yang jelas-jelas memilih menghancurkan nama baik keluarga.
“Bagaimana … Anna?” tanya Dean setelah melirik nama yang tertulis di badge seragam gadis itu. “Kita bisa atur pernikahan ini seperti apa. Kamu boleh ajukan cerai kapanpun kamu mau,” bisik Dean Monteiro.
Tak ada waktu untuk berpikir. Tn. Monteiro menunggu keputusan mereka berdua. Anna mengangguk pada akhirnya, perlahan dan ragu-ragu. Meski terlihat ragu-ragu, itu sudah cukup bagi Dean sebagai pernyataan kesediaan Anna.
Mendengar keputusan Dean dan Anna, Tn. Monteiro merasa bahagia. Ny. Maria tak bisa berkata apa-apa. Tidak setuju tapi Nyonya itu sendiri tidak mampu memikirkan jalan keluar yang terbaik.
“Baiklah Anna, aku bahagia mendengar keputusanmu,” ungkap Tn. Monteiro sambil menggenggam kedua tangan Anna.
Tn. Monteiro tulus bahagia mendengar keputusan Anna. Dean pun lega. Tidak peduli dengan apa yang terjadi nanti. Dean merasa telah menyelesaikan satu masalah yang ditimbulkan oleh perbuatannya sendiri. Yang penting baginya, masih bisa menikmati segala fasilitas hidup sebagai putra pengusaha sukses dunia perhotelan.
Semua kejadian itu terasa begitu singkat. Anna bahkan masih ingat semua detailnya. Bagaimana laki-laki itu mendorongnya hingga terhempas ke ranjang. Bagaimana perihnya saat kehormatannya sebagai wanita terkoyak oleh keperkasaan Dean. Seperti apa perasaannya yang bercampur aduk penuh kebingungan dalam menentukan keputusan.
Kini Anna berjalan tertatih seorang diri di lorong hotel mewah itu. Seperti hari-hari yang lalu mendorong trolley menjalankan tugas. Namun, kini tak sama lagi. Anna bukanlah seorang gadis lagi. Semua lenyap dalam sekejap. Kesucian yang dijaganya dengan hati-hati itu telah dilenyapkan begitu saja oleh seorang Dean Monteiro.
Apa ini jalan terbaik? Aku benar-benar tidak bisa berpikir. Apa yang akan terjadi padaku nanti? Kenapa nasibku begini? Aku hanya ingin bekerja keras untuk menyambung hidup, batin Anna.
Teringat pertanyaan yang pernah dilontarkan ibunya saat mendengar Anna melamar kerja di sebuah hotel. Sang ibu merasa khawatir karena image hotel yang cukup buruk dalam pandangannya. Namun, sang ayah memberi pengertian karena hotel di jaman sekarang sangat dibutuhkan untuk keperluan bisnis.
“Orang menginap di hotel bukan untuk berbuat aneh-aneh, Buk. Banyak kegunaannya, ada keluarga yang harus menginap karena berkunjung dari kota lain. Ada orang yang harus menginap karena urusan bisnis. Hotel juga menyediakan sarana pelatihan sekaligus tempat menginap. Menyediakan lokasi pesta pernikahan dan perayaan lainnya sekaligus menyediakan tempat menginap bagi keluarga. Jaman sekarang hotel itu dibutuhkan untuk segala macam kebutuhan, Buk,” jelas Pak Achryan.
“Ya Pak, Ibu cuma khawatir putri kita bertemu dengan banyak orang yang tidak dikenal,” jawab Bu Rahayu.
“Namanya juga kerja di hotel ya memang bertemu dengan banyak orang yang tidak dikenal. Bekerja di bidang jasa memang begitu. Sama seperti rumah sakit juga bertemu dengan orang banyak,” jelas Pak Achryan.
Karena pembelaan dari ayahnya, Anna bertekad bekerja di hotel itu meski hanya sebagai petugas bersih-bersih kamar. Dengan harapan bisa meniti karir dari nol di dunia perhotelan itu.
Kini Anna menangis sesenggukan seorang diri teringat nasib yang menimpanya. Di belakang gedung hotel itu lah biasanya yang menjadi tempat Anna menyendiri merenung dan melepas lelah. Saat pulang ke rumah Anna tetap berusaha tersenyum. Berusaha terlihat normal seperti tidak terjadi apa-apa. Berusaha menepis bayangan hidupnya yang harus menikah tanpa cinta.
Pernikahan yang hanya sebatas kontrak penyelamatan harga diri. Kehormatan dan nama baik keluarga kelas atas itu. Kejadian itu merubah Anna menjadi pribadi yang murung. Cindy merasa bersalah dan menganggap Anna abaikan dirinya atas perbuatannya yang tidak bertanggung jawab.
“Kak Anna maafkan aku. Kemaren aku terpaksa ke dokter, Kak Anna. Aku diizinkan pulang. Maaf aku nggak kabarin Kak Anna dan biarkan Kak Anna bekerja sendiri. Aku lemes banget, Kak,” jelas Cindy sambil sesenggukan.
Cindy bahkan harus izin tidak masuk kerja karena penyakitnya yang telah menunjukkan masalah asam lambung. Cindy berusaha menjelaskan pada Desi sementara Desi sendiri tidak mengerti penyebab perubahan sifat Anna yang jadi pemurung. Cindy semakin merasa bersalah.
“Kak Anna ….”
“Kenapa Cin? Kakak nggak nyalahin kamu kok,” jawab Anna akhirnya.
“Lalu kenapa Kak Anna diam aja? Kenapa Kak Anna berubah?” tanya Cindy yang masih merasa bersalah.
“Aku hanya … sedang ada masalah,” jawab Anna dengan mata yang berkaca-kaca. “Sudah! Jangan sedih lagi. Ini nggak ada hubungannya sama kamu,” ucap Anna dengan suara yang tercekat di tenggorokan.
Meski begitu perih mengingat kejadian yang menimpanya, Anna masih dengan lembut dan penuh kasih sayang menghapus air mata Cindy. Sementara air matanya sendiri mengalir dengan deras. Cindy memeluk Anna. Ucapan dan perlakuan Anna sedikit melegakan hatinya.
Namun, Cindy tahu ada sesuatu yang membuat Anna begitu sedih. Kesedihan yang tidak ingin dibagi Anna dengan siapapun. Bahkan pada dua gadis yang telah dianggapnya sebagai adik-adiknya itu.
Saat di dalam lift pagi itu, Anna lagi-lagi termenung. Menatap dengan sorot mata yang kosong. Wajah yang murung.
“Lagi-lagi melamun ….”
Merasa ada yang menyapa, Anna menoleh ke arah suara. “Ini yang kedua kalinya.”
“Oh iya, maaf Tuan,” ucap Anna lalu tertunduk.
Air matanya nyaris menetes. Anna memejamkan mata lalu memalingkan wajahnya ke arah samping. Namun, dinding lift yang berbahan cermin itu merefleksikan air mata Anna dengan sangat jelas.
“Ada apa? Kamu kenapa? Apa kamu sakit?” tanya pria dengan penampilan kelas atas itu.
“Aah nggak apa-apa, Tuan,” ucap Anna langsung menghapus air matanya.
Sayang, jari-jari kecil itu tak sanggup menghapus air mata yang terus saja mengalir. Anna panik karena telapak tangannya yang terlanjur basah. Tak sanggup menyerap air matanya yang terus membanjir. Pria itu mengulurkan sapu tangannya. Anna hendak menggelengkan kepalanya menolak menggunakan sapu tangan bermerek terkenal itu.
Anna menolak, justru pria itu bersikeras mengusap air mata itu dengan sapu tangannya. Anna menjadi malu karena tidak bisa menutupi tangisnya di depan orang lain.
Semakin panik hingga membuat Anna semakin frustasi. Anna terisak-isak hingga tubuhnya berguncang. Pria itu merasa heran, panik, bingung dan merasa bersalah. Tak tahu apa yang harus dilakukannya.
Apa yang terjadi padanya? Apa dia mengalami kejadian yang buruk, batin Nick Rush.
Bahkan saat lengan pria tampan bertubuh tinggi itu merengkuh tubuh Anna ke dalam pelukannya. Pria itu masih tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Memeluk dan membelai rambut Anna adalah hal yang muncul tiba-tiba. Tindakan spontan karena tidak tahu apa yang harus dilakukannya.
“Kamu akan baik-baik saja, percayalah,” ucap pria itu sambil memeluk Anna.
Tidak tahu apakah ucapannya itu akan berguna. Hanya itu yang bisa diucapkannya. Karena pria itu tidak tahu apa-apa yang menimpa Anna. Hanya bisa menghibur, memeluk dan membelai lembut rambut Anna. Tak hanya itu, pria itu mengecup puncak rambut gadis cantik itu. Berharap hal itu dapat menghibur hati Anna.
Pria itu bahkan membiarkan lift melewati lantai menuju lobi. Menemani Anna hingga menuju lower ground atau satu lantai di bawah lobi. Anna tersadar dan segera melepaskan pelukan pria itu begitu mendengar denting bunyi lift.
“Maaf Tuan, maafkan saya. Saya harus pergi,” ucap Anna hendak melangkah keluar lift saat pria itu tiba-tiba meraih telapak tangan Anna.
“Aku melewati lantai lobi demi kamu dan kamu tinggalkan aku begitu saja di sini?” tanya pria itu.
“Apa …? Maaf Tuan, apa yang harus aku lakukan?” tanya Anna bingung.
“Kamu bisa traktir aku makan siang?” tanya pria itu.
Anna terkejut. Sebentar lagi memang jam istirahat, tapi mendengar permintaan laki-laki tampan itu, Anna menjadi semakin bingung. Tidak hanya memikirkan anggaran yang harus dikeluarkan untuk mentraktir orang sekelas pria itu, tapi Anna bingung karena dirinya yang merasa tidak pantas makan siang bersama pria dengan setelan jas mewah di hadapannya itu.
“Kalau belum bisa traktir aku, biar aku yang traktir kamu ….”
“Apa?”
“Ayook,”
Sekali sentak pria itu menarik tangan Anna untuk kembali masuk lift menuju lantai lobi. Keluar lift masih dengan menggenggam tangan Anna. Melangkah bersama melewati lobi hotel di mana telah menunggu sedan sport mewah di depannya. Mereka pun melesat meninggalkan pekarangan luas hotel bintang lima itu.
...🍀🍀🍀 ~ Bersambung ~ 🍀🍀🍀...