Marriage Is Scary...
Bayangkan menikah dengan pria yang sempurna di mata orang lain, terlihat begitu penyayang dan peduli. Tapi di balik senyum hangat dan kata-kata manisnya, tersimpan rahasia kelam yang perlahan-lahan mengikis kebahagiaan pernikahan. Manipulasi, pengkhianatan, kebohongan dan masa lalu yang gelap menghancurkan pernikahan dalam sekejap mata.
____
"Oh, jadi ini camilan suami orang!" ujar Lily dengan tatapan merendahkan. Kesuksesan adalah balas dendam yang Lily janjikan untuk dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Syndrome, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebatang Rokok Isaac
“Kenapa kamu bohong?” tanya Samuel dengan ekspresi dingin. Matanya menatap tajam kearah Isaac.
Isaac menoleh ke arah ibunya sejenak, lalu menarik napas dalam-dalam. Lambat laun pasti ayahnya akan tahu soal dirinya yang diberhentikan dari pekerjaannya.
“Aku nggak mau Papa khawatir,” ujar Isaac. Kepalanya menunduk sambil memainkan jari-jemarinya. Dia gugup dan takut.
Grace menatap Isaac dan Samuel secara bergantian. Hanya dia yang tidak tahu apa-apa.
“Maksud Papa apa? Isaac bohong soal apa?” tanya Grace dengan ekspresi bingung namun penasaran.
“Ck, anak kesayangan kamu ini di pecat dari kantor!” kata Samuel dengan nada sedikit tinggi. Matanya terus menatap Isaac yang sedang menunduk.
“Kerja nggak bener makanya dipecat!” sambungnya.
Grace melongo tak percaya. Selama ini Isaac selalu mengatakan baik-baik saja dengan pekerjaannya. Tapi kenyataannya tidak.
“Isaac,” panggil Grace, membuat Isaac menoleh kearah ibunya.
“Kenapa kamu nggak bilang ke kita?” sambung Grace.
“Mah, aku nggak mau kalian khawatir,” jawab Isaac berusaha meyakinkan kedua orang tuanya. Padahal, dia berbohong karena takut dimarahi oleh ayahnya. Isaac memang paling takut dengan ayahnya.
“Isaac, kamu kapan mau berubah? Kamu udah nikah, udah punya istri!” seru Samuel dengan nada tinggi. Otot-otot di wajahnya tampak menegang. Kedua tangannya mengepal, menahan emosi yang sebentar lagi akan meledak.
Isaac kembali menunduk, merasakan sesuatu yang bergejolak di hatinya. Dia lelah. Dia lelah karena terus-menerus dimarahi ayahnya. Dia lelah karena selalu dianggap anak yang tidak berguna.
“Pah, kenapa Papah selalu marah sama Isaac?” tanya Isaac. Dia menatap ayahnya dengan sedikit takut-takut. Bahkan tubuhnya sedikit bergetar melihat tatapan ayahnya yang begitu menusuk.
Samuel menghembuskan nafas kasar, lalu berucap, “Kalo kamu nggak bikin masalah, Papa nggak akan marah!” serunya.
Grace mengelus lengan Samuel, berharap agar suaminya tidak lepas kendali.
“Kamu selalu bikin masalah!” tambah Samuel.
Isaac meremas paha dengan kedua tangannya. Dia sudah tidak tahan dengan omelan sang ayah.
“Papa nggak pernah ngertiin Isaac. Papa selalu marah. Aku ragu, jangan-jangan Isaac bukan anak Papa!” kata Isaac dengan nada penuh penekanan.
Samuel berdiri, melayangkan tangannya ke arah pipi Isaac.
Plak!
“Papa lelah sama kelakuan kamu! Selalu aja bikin masalah!” serunya.
“Pah, sabar. Jangan emosi gini, kita bisa bicarakan baik-baik,” ujar Grace dengan suara lembut. Dia berusaha menengahi pertengkaran suaminya dan Isaac.
Samuel mengabaikan ucapan istrinya. Dia terus menatap Isaac dengan tatapan tajam. Darahnya terasa mendidih mengingat kelakuan Isaac satu tahun lalu. Anaknya benar-benar membuat kekacauan.
“Kamu nggak inget kelakuan kamu dulu? Kelakukan kamu yang bikin semuanya kacau!”
Isaac mengelus pipinya yang terasa panas, sama seperti dadanya. Memorinya memutar pada kejadian yang membuatnya ketakutan. Tubuhnya bergetar mengingat kejadian itu.
“Ke-kenapa Papa selalu mengungkit kejadian itu? Isaac...Isaac udah minta maaf,” kata Isaac terbata-bata.
“Karena Margaret meninggal!” kata Samuel lirih, namun penuh penekanan.
“Pah,” panggil Grace, berusaha untuk menghentikan Samuel.
Suasana begitu tegang. Isaac menunduk dalam-dalam sambil menggigit bibirnya kuat-kuat. Dia berusaha mengatur nafas agar tubuhnya tidak terus bergetar.
“Sekali lagi kamu bikin masalah, Papa nggak akan mengakui kamu sebagai anak!”
***
Isaac menghisap rokoknya dalam-dalam. Menikmati alunan lagu dan menatap wanita-wanita cantik yang sedang menari. Di sampingnya ada Calvin yang sibuk menggoda wanita yang sedang di pangkunya.
“Kamu ada masalah?” tanya Calvin seraya menoleh ke arah Isaac. Sejak sepuluh menit yang lalu, Isaac hanya sibuk dengan rokoknya tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Setiap ada masalah, Isaac pasti merokok. Menurutnya, rokok bisa membantunya untuk berpikir.
“Nggak,” jawab Isaac singkat.
“Ck, nggak usah bohong. Kenapa lagi sama Lily?”
Isaac menoleh sekilas, menatap sahabatnya yang sibuk mengelus paha seorang wanita cantik. Bukannya merasa risih, wanita itu justru merasa senang dan sesekali mengecup Calvin.
Malam ini, Isaac tidak tertarik untuk menggoda wanita manapun. Pikirannya penuh dengan kemarahan ayahnya. Dia ingin berdamai dengan Samuel dan kembali mendapatkan apa yang seharusnya menjadi miliknya.
“Sial,” desis Isaac lirih.
Kini Calvin sudah tidak peduli dengan Isaac. Dia benar-benar sibuk dengan wanitanya. Bahkan, beberapa menit kemudian, Calvin sudah menghilang entah kemana.
“Temen sialan!” maki Isaac saat mendapati sahabatnya tidak lagi di sampingnya.
Isaac memijat keningnya, lalu menyandarkan punggung ke sofa. Saat dirinya mulai memejamkan mata, tiba-tiba ponselnya bergetar. Dengan malas, Isaac merogoh saku dan mengambil benda pipih itu.
Isaac mendengus kesal saat melihat nama di layar ponselnya.
“Ngapain sih, nelpon,” gerutu Isaac seraya menggeser tombol merah. Dia sedang tidak mau diganggu siapapun, termasuk istrinya sendiri.
Isaac meletakkan ponsel di atas meja, namun beberapa detik kemudian ponselnya bergetar.
“Sial! Nggak ada kerjaan lain apa selain nelpon suaminya!” geram Isaac. Dengan kesal, Isaac menekan tombol daya dan menyimpan ponselnya di saku.
Sementara itu, Lily berjalan mondar-mandir di ruang tamu sambil menatap layar ponsel. Kali ini nomor Isaac tidak aktif. Dia khawatir terjadi sesuatu kepada suaminya. Sejak pagi tadi, Isaac sama sekali belum pulang.
“Duh, dia kemana sih?” tanya Lily kepada dirinya sendiri.
“Apa dia di rumah Papa? Atau di rumah Calvin?”
“Atau dia-” Lily menghentikan kalimatnya. Dia benar-benar khawatir dengan suaminya.
“Aku harus cari dia,” ujar Lily seraya mengangguk mantap.
Lily segera meraih kunci mobil yang tergeletak di meja kecil yang ada di sudut ruangan. Dengan mengenakan baju piyama, Lily mengendarai mobil keluar dari pekarangan rumah.
Sepanjang jalan, Lily menebak-nebak kemana suaminya pergi.
“Apa dia pergi ke rumah Papa?” batin Lily.
Saat pikirannya sedang sibuk menebak-nebak, tiba-tiba mata Lily menangkap sosok laki-laki yang dikenalnya. Laki-laki itu berdiri di samping mobil sambil sibuk berbicara di telepon.
“Lucas,” batin Lily.
Lily segera menghentikan mobilnya dan menghampiri Lucas.
“Lucas,” panggil Lily.
Seketika Lucas menoleh, menatap Lily dengan sedikit terkejut. Namun, dia segera menyembunyikan keterkejutannya.
“Lily,” kata Lucas dengan ekspresi datar. Dia menutup teleponnya begitu saja.
“Lucas, kamu nggak sama Isaac? Dia belum pulang. Aku khawatir,” ujar Lily membuat Lucas bingung. Dia sendiri tidak tahu dimana keberadaan Isaac.
Belum sempat Lucas menjawab, tiba-tiba ada dua orang datang menghampiri Lucas.
“Maaf, apakah Anda yang menelepon bengkel Mekar Jaya untuk memperbaiki ban bocor?” tanya seorang lelaki yang tinggi kurus.
“Iya betul, mohon urus mobil saya,” ujar Lucas singkat.
Lily menoleh ke arah ban mobil Lucas yang ternyata kempes.
“Maaf, aku ganggu,” lirih Lily dengan perasaan bersalah.
“Kita bicara disana,” kata Lucas seraya berjalan ke arah bangku panjang yang tak jauh dari mobil Lucas.
Lily mengangguk dan mengekori Lucas. Setelah menikah, Lily pernah bertemu Lucas beberapa kali. Namun, ini pertemuan pertanyaannya tanpa Isaac.
JANGAN LUPA LIKE, KOMEN, VOTE, TAMBAHKAN FAVORIT, DAN BERI HADIAH UNTUK NOVEL INI ❤️ TERIMAKASIH
kenalin yahhh aku author baru 🥰
biar semangat up aku kasih vote utkmu thor