Assalamu'alaikum. Wr. Wb.
Ini novel ketigaku.
Novel ini kelanjutan "Ternyata Ada Cinta"
Baca dulu "Ternyata Ada Cinta" biar nyambung...
Setelah kepergian Fariz, dunia terasa gelap gulita. Cahaya yang selama ini selalu menyinari hari serta hati Zafira padam dalam sekejap mata. Meninggalkan kegelapan serta kesunyian yang teramat menyiksa. Ternyata kehilangan seorang sahabat sekaligus suami seperti Fariz jauh lebih menyakitkan dari apapun.
Perjuangan Cinta Zafira untuk menemukan Fariz dan membawa kembali pria itu ke pelukannya tidaklah main-main. Setiap hari Zafira berjuang keras kesana kemari mencari keberadaan Fariz sampai mengorbankan keselamatannya sendiri. Namun perjuangannya tidak menemukan titik terang yang membuatnya ingin menyerah.
Hingga di titik lelah perjuangan Zafira mencari Fariz, penyakit lama Zafira kembali kambuh. Akankah Fariz sempat menyelamatkan Zafira atau justru gadis itu meregang nyawa membawa pergi cintanya yang belum terucap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rara RD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 - Merahasiakan
Pria di samping mama Laras yang tidak lain adalah papa Arga langsung menentang keinginan sang istri.
"Jangan dulu sayang. Mungkin Fariz masih butuh sedikit waktu lagi untuk menenangkan hati. Setelah itu dia pasti akan kembali dan bertemu Zafira. Aku tahu, seberapa besar cinta Fariz pada anak kita. Fariz tidak akan kemana-mana. Jadi kamu jangan terlalu cemas memikirkan Zafira. Anggap saja ini menjadi pelajaran untuknya agar dia bisa lebih menghargai seseorang. Apalagi seseorang itu begitu baik seperti Fariz" ucap papa Arga memberi pengertian kepada istrinya.
"Seperti dirimu dulu tidak pernah menghargaiku" celetuk mama Laras tak sengaja berucap yang membuat papa Arga refleks menoleh pada wanita si sampingnya lalu tersenyum kecut.
"Jangan kamu ungkit lagi sayang. Itu kan dulu. Sekarang kamu melihat sendiri kalau hati bahkan nyawaku hanya milikmu" papa Arga memeluk pundak istrinya lalu mencium kepalanya dengan lembut.
Mata mama Laras terus memperhatikan semua yang dilakukan Zafira di kamar. Dia merasa tidak kuat melihat keadaan anaknya yang begitu terpuruk. Rasanya ingin menemui Fariz saat ini juga untuk menyuruhnya kembali ke rumah dan menjelaskan duduk persoalan sebenarnya. Karena mama Laras tahu kalau putrinya tidak bersalah. Tetapi bagaimana dia bisa menemui Fariz? Nomor telepon menantunya pun saat ini tidak aktif.
Baru beberapa menit lalu selepas pulang dari rumah orang tua Fariz, Zafran menemui mama Laras serta papa Arga ke kamar mereka. Zafran menceritakan kalau baru saja Fariz meneleponnya dan berpesan kepada Zafran, orang tua serta mertuanya untuk tidak mengkhawatirkan keadaannya. Namun pesan tersebut tidak berlaku bagi Zafira. Fariz meminta bantuan Zafran bahkan sedikit memohon agar merahasiakan kepada Zafira kalau dirinya menelepon Zafran.
Sebenarnya Zafran juga dibuat bingung dengan situasi ini. Di satu sisi dia menghargai keputusan Fariz untuk memberinya waktu sendiri. Di sisi lain dia iba pada Zafira yang pasti akan sangat tersiksa kehilangan orang yang selama ini selalu ada di sampingnya. Meskipun selama ini Zafira mengatakan tidak mencintai Fariz tetapi jangan lupa kalau mereka adalah sahabat yang terbiasa selalu bersama selama puluhan tahun.
Karena itu adalah permintaan Fariz, akhirnya dia terpaksa memilih pilihan pertama menyetujui permintaan sahabatnya. Mungkin dengan cara ini hubungan pernikahan Fariz dan adiknya akan menjadi lebih baik dan harmonis.
Zafran dapat mengerti perasaan Fariz saat ini dan memutuskan untuk memenuhi permintaan sahabatnya. Selain itu, Zafran juga memiliki tujuan tersendiri dalam merahasiakan kalau Fariz sudah menghubunginya dan memberitahu dirinya baik-baik saja, dia ingin memberi pelajaran kepada adiknya agar bisa menghargai Fariz dan ingin melihat beberapa besar perjuangan Zafira mendapatkan cintanya kembali.
Zafran sempat menanyakan dimana keberadaan Fariz saat ini? Tetapi Fariz belum ingin memberitahunya. Dia hanya mengatakan butuh waktu menyendiri dan menenangkan hati. Zafran pun mengerti dan tidak memaksa Fariz untuk berkata jujur padanya dan memberi waktu kepada sahabatnya untuk sendiri.
Sejujurnya banyak yang ingin Zafran tanyakan tentang sebab akibat pertengkaran Fariz dan Zafira tetapi sahabatnya itu langsung mematikan sambungan telepon. Zafran mencoba menelpon kembali sayangnya nomor tersebut sudah tidak aktif. Fariz pasti sengaja mematikan bahkan mencabut kartunya dari ponsel agar bisa benar-benar menyendiri sementara waktu dari keluarganya terutama dari Zafira.
Tadinya Zafran ingin memberitahu hal sebenarnya yang terjadi antara Zafira dan Ronald di ranjang namun tidak sempat karena Fariz telah mematikan panggilan tanpa memberinya waktu berbicara lebih panjang. Selain itu, rasanya tidak etis jika dia yang menjelaskan kejadian tersebut karena yang berhak dan lebih pantas menceritakannya adalah Zafira. Biarlah semua akan terungkap dengan sendirinya di saat yang tepat apabila mereka telah bertemu.
Zafran pun sudah memutuskan untuk sementara waktu tidak akan mencari Fariz. Membiarkannya bebas tanpa mengganggu kesendiriannya merupakan pilihan yang tepat saat ini. Dia ingin memberikan waktu kepada sahabatnya untuk menenangkan hati serta menjernihkan fikiran. Dia yakin, Fariz pasti akan kembali kepada Zafira setelah fikirannya telah kembali tenang.
Pukul delapan malam, sesampai di rumah, hati Zafira dicekam perasaan sepi. Suasana rumah yang biasanya hangat karena adanya Fariz tiba-tiba terasa sunyi dan beku.
Masih dengan langkah gontai Zafira menuju ke kamar. Menutup kamar dan menguncinya. Lalu bergegas membersihkan diri. Setelah menunaikan kewajiban lima waktu, shalat Isya', dia naik ke tempat tidur.
Gadis itu terlentang di kasur empuk dengan berbagai pemikiran di benaknya.
"Fariz kamu dimana? Malam ini aku tidur sendirian. Apa aku bisa tidur di kamar sebesar ini tanpamu?" suara Zafira terdengar lirih sambil memasangkan selimut ke tubuh.
Kepalanya menoleh ke samping. Kosong. Tidak ada siapa-siapa. Sosok yang diharapkan kini tidak ada bersamanya, tidak dapat dilihat apalagi dirabanya. Hanya ada bantal serta guling yang biasa dipakai Fariz yang seolah ikut merasakan kesedihan harus kehilangan tuannya.
Zafira berpindah tempat. Menggeser tubuh ke samping. Meletakkan kepala di bantal Fariz kemudian memeluk guling Fariz. Diciumnya guling itu membayangkan itu adalah Fariz.
"Fariz, aku merindukanmu. Aku harus mencarimu dimana?" Zafira terus bergumam sendiri.
"Ternyata seperti ini merindukan seseorang yang tidak tahu keberadaannya. Aku sungguh tersiksa. Kamu benar-benar telah menyiksaku" kini Zafira tidak dapat menahan luapan air mata. Gadis itu kembali bersedih. Sedih itu makin terasa saat dia sendiri seperti ini.
Suara jarum jam terdengar terus berdenting makin membuat hatinya terasa sunyi. Sepanjang malam gadis itu tidak bisa tidur dengan tenang. Satu jam sekali bahkan setengah jam, dia selalu terbangun dengan sendirinya. Entah bermimpi, entah mengigau, perasaannya terus saja merasa resah. Dia kembali berusaha memejamkan mata, memeluk guling Fariz dengan erat berharap pria itu hadir dalam mimpinya.
***
Dua hari berlalu sejak Fariz pergi. Dan sudah dua hari pula Zafira tidak pergi ke kantor dan hanya berdiam diri di kamar. Makan pun hanya sekedar makan. Bi Senah yang terus memantau Zafira ikut merasa cemas melihat gadis yang selalu ceria kini berubah menjadi pendiam dan hanya mengurung diri di kamar.
Dan hari ini Zafira memutuskan mencari Fariz di kantornya dan berharap Fariz mau bertemu dirinya.
Pukul sepuluh pagi, Zafira memasuki lobby gedung. Dia melangkah mendekati Security yang menjaga pintu masuk lalu berbicara sebentar dengannya. Zafira memperkenalkan diri sebagai istri dari atasan mereka, Fariz Erlangga.
Harap-harap cemas gadis itu menanyakan Fariz pada pria yang memberinya salam hormat.
"Selamat pagi bu. Ada yang bisa saya bantu?"
"Selamat pagi pak. Saya istrinya bapak Fariz. Saya ingin bertemu dengan bapak Fariz. Apakah beliau sudah datang?," Zafira bertanya sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling lobby berharap dapat menemukan sosok yang dicari tetapi dia hanya melihat wajah-wajah asing yang tidak dikenalnya.
...*****...