Hanya karena ingin membalas budi kepada Abram, lelaki yang telah menolongnya, Gisela memaksa menjadi istri lelaki itu meskipun ia harus mendapat perlakuan kasar dari Abram maupun mertuanya. Ia tetap bersabar.
Waktu terus berlalu, Gisela mengembuskan napas lega saat Abram mengajak tinggal di rumah berbeda dengan mertuanya. Gisela pikir kehidupan mereka akan lebih baik lagi. Namun, ternyata salah. Bak keluar dari kandang macan dan masuk ke kandang singa, Gisela justru harus tinggal seatap dengan kekasih suaminya. Yang membuat Gisela makin terluka adalah Abram yang justru tidur sekamar dengan sang kekasih, bukan dengannya.
Akankah Gisela akan tetap bertahan demi kata balas budi? Atau dia akan menyerah dan lebih memilih pergi? Apalagi ada sosok Dirga, masa lalu Gisela, yang selalu menjaga wanita itu meskipun secara diam-diam.
Simak kisahnya di sini 🤗 jangan lupa selalu dukung karya Othor Kalem Fenomenal ini 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AMM 24
Tentu saja hal tersebut membuat Abram meradang. Ia tidak suka jika ada wanita yang berani kepadanya. Ketika melihat sorot mata Abram yang sangat menajam, Stevani pun segera menunduk dalam. Ia menyadari kesalahannya.
"Seharusnya kamu tahu kalau aku melakukan ini untuk kebaikanmu."
Hanya kalimat tersebut yang keluar dari bibir Abram sebelum lelaki itu melangkah lebar kembali ke kamar. Membawa rasa kesal karena merasa Stevani sama sekali tidak bisa mengerti dirinya. Abram hanya berjaga-jaga agar orang-orang tidak menganggap Stevani adalah pelakor yang membuat rumah tangganya dengan Gisela menjadi rusak. Akan tetapi, Stevani sepertinya tidak berpikir sampai sejauh itu.
Daripada harus terus berdebat, Abram memang memilih pergi. Lelaki itu sekarang berdiri di balkon kamar sembari menghisap sebatang rokok dalam-dalam. Membiarkan asap itu merusak paru-parunya secara perlahan.
Kegiatan Abram terhenti saat mendengar bunyi ponsel berdering. Ia pun segera merogoh saku celana dan mengeluarkan benda pipih tersebut dari sana. Ketika melihat nama anak buahnya tertera di layar, Abram pun segera menerima panggilan tersebut.
"Ada apa? Kalau tidak mendapat informasi apa-apa maka jangan pernah kalian hubungi aku." Abram berbicara setengah membentak. Suasana hatinya masih cukup buruk dan ia ingin melampiaskan kepada siapa pun.
"Kita punya informasi, Bos."
"Informasi apa?" tanya Abram tidak sabar.
"Tentang lelaki yang dekat dengan Nyonya Muda."
"Katakan sekarang!" perintah Abram tidak sabar.
"Dia adalah Tuan Dirga. Masa lalu Nyonya Gisel. Mereka pernah menjalin hubungan ketika masih sekolah, dan akhirnya terpisah selama sepuluh tahun sampai saat ini."
"Selain itu, apa ada lagi?" Abram makin tidak sabar. Hatinya terasa memanas hingga membuat rahangnya mengetat. Ketika mendengar tidak ada informasi selain itu, Abram pun kembali memberi perintah untuk mengulik lagi tentang siapa Dirga. Ia ingin informasi sedetail mungkin. Setelahnya, Abram pun mematikan panggilan tersebut secara sepihak.
"Aku yakin kalau lelaki itu yang sudah membuatmu berani melawanku. Lihat saja, aku tidak akan segan-segan memberi pelajaran untuk kalian." Abram memukul besi pembatas untuk meluapkan kekesalan.
Ia merasa tidak mencintai Gisela. Namun, ketika dirinya digugat cerai, harga dirinya seolah direndahkan oleh wanita itu. Abram tidak terima dan akan memberi pembalasan.
***
Gisela sedang duduk di ruang keluarga bersama dengan kedua orang tuanya. Semenjak mendengar putrinya akan bercerai, Vera selalu menatap iba. Masih tidak menyangka jika putrinya justru menderita setelah menikah. Namun, di sisi lagi Vera merasa bahagia karena setidaknya setelah ini putrinya akan hidup tenang. Ia berharap semoga sang putri segera mendapat kebahagiaan dan ke pelukan lelaki yang tepat.
"Gis, mulai besok ke mana pun kamu pergi, biarkan Dirga yang mengantarmu," kata Hendarto. Mengalihkan perhatian Gisela dari ponsel yang dipegangnya.
"Kenapa harus Dirga, Pa?" tanya Gisela. Sorot matanya menunjukkan penolakan. Ia tidak ingin dekat dengan lelaki itu lagi.
"Karena hanya Dirga yang papa percaya untuk menjagamu. Hubungan kalian dulu itu baik, jadi apa salahnya memperbaiki hubungan yang sempat tertunda." Hendarto berbicara tegas seolah tidak ingin dibantah.
"Tidak, Pa. Aku tidak ingin dekat dengan lelaki lain lagi. Apalagi sekarang aku dan Mas Abram masih dalam proses perceraian. Aku tidak ingin ada kesalahpahaman nantinya." Gisela masih berusaha menolak.
"Sebentar lagi semua selesai. Papa harap kamu bisa menuruti keinginan papa. Awalnya papa menerima keputusanmu memilih jodoh sendiri, tetapi ternyata semua seperti ini. Maka dari itu, sekarang papa yang akan memilihkan jodoh untukmu. Yang pasti jodoh pilihan papa tidak akan salah seperti pilihanmu." Ucapan Hendarto seketika membuat Gisela bungkam dan tidak lagi mendebat. Hatinya merasa tersindir oleh ucapan sang papa.
Baginya, percuma melawan ucapan sang papa jika sudah seperti ini. Makin ia mendebat maka posisinya pun akan makin salah.
"Pa, bolehkan aku ke luar negeri selama beberapa waktu? Aku ingin menenangkan diri."