Aku Menyerah, Mas!

Aku Menyerah, Mas!

AMM 01

..."Aku sudah menjatuhkan hatiku padamu meskipun tatapanmu selalu penuh kebencian."...

...****************...

"Saya terima nikah dan kawinnya, Gisela Thania Ayudia binti Hendarto Wijaya Kusuma dengan maskawin tersebut dibayar, tunai!"

Gemuruh ucapan syukur seketika menggema di ruangan itu. Tepat di mana ijab kabul dilangsungkan. Tepuk tangan dan sorakan pun ikut mengiringinya. Binar bahagia dan senyum yang mengembang tampak terlihat jelas dari kedua mempelai. Namun, tidak di wajah Farah. Wanita paruh baya yang saat ini sudah resmi menyandang gelar sebagai mama mertua dari Gisela. Ia tampak tak acuh dan bahkan melayangkan tatapan sinis ke arah Gisela.

Tidak dipungkiri, pernikahan ini sangat tidak direstui oleh Farah karena ia merasa Gisela bukanlah tipe menantu idaman. Bahkan, sangat berbanding terbalik dengan yang ia inginkan. Penampilan Gisela sangat sederhana meskipun gadis itu berasal dari kalangan cukup berada, hal itu membuat Farah merasa malu. Yang diinginkan Farah sebagai menantu adalah gadis cantik sekelas model papan atas yang glamor dan tentu saja pantas jika harus bersanding dengan Abram. Namun, hal yang perlu digarisbawahi kalau keputusan Abram tidak pernah bisa diganggu gugat karena selama ini hidup Farah terutama soal keuangan sangat bergantung kepada Abram.

Gisela pun menyadari tatapan mama mertuanya, tetapi ia berusaha untuk tidak terlalu mengambil hati. Bagi Gisela, semua itu berproses dan seiring berjalannya waktu, Gisela sangat berharap Farah bisa menerima dirinya. Tentu saja, Gisela akan berusaha untuk mengambil hati wanita paruh baya itu. Walaupun dalam hati Gisela merasa tidak terlalu yakin.

Acara demi acara berlangsung hingga pukul tujuh malam semua baru selesai. Gisela pun merasa gugup saat Abram mengajaknya masuk ke kamar. Beberapa hal yang belum pernah ia bayangkan sebelumnya begitu menari dalam pikiran. Seperti Abram yang menyentuhnya penuh cinta. Rasanya, Gisela sudah sangat tidak sabar, tetapi ia tetap harus bisa menahan diri. Jangan sampai ia terlihat murahan di depan suaminya sendiri.

"Ganti bajumu dan hapus riasanmu! Percuma kamu berdandan setebal itu. Kamu tetap saja terlihat jelek," hina Abram. Berbicara tanpa peduli pada perasaan Gisela.

Gisela mendongak. Masih belum sepenuhnya percaya dengan nada bicara Abram yang begitu ketus. Sangat berbeda dengan sebelumnya. Padahal ketika di pelaminan tadi, Gisela bisa melihat tatapan Abram yang sangat meneduhkan. Namun, kenapa sekarang berbeda? Pertanyaan itu begitu berkecamuk di dalam hati Gisela.

"Baik. Tunggu sebentar. Aku masih sangat lelah," ucap Gisela. Ia duduk di samping Abram, tetapi lelaki itu justru mendorong tubuh Gisela hingga hampir terjatuh karena posisinya yang berada di tepi ranjang.

"Kenapa kamu sangat kasar," ucap Gisela setengah merengek. Ia pikir Abram akan memberi perhatian padanya, tetapi ternyata ia salah. Abram justru melengos dan berdecih.

"Sudah cukup aku bersandiwara sejak tadi." Abram menangkup dagu Gisela begitu kuat hingga membuat gadis itu meringis sakit. Namun, lagi-lagi Abram tidak peduli. Ia justru menguatkan remas*nnya seolah hendak mematahkan tulang dagu milik Gisela. "Dengarkan aku, wanita kampungan! Mulai sekarang kamu harus menurut padaku dan apa pun perintahku maka jangan sekalipun kamu membantah! Atau aku tidak akan segan-segan membuangmu ke tempat pelacuran!"

Gisela menatap Abram dengan tatapan nanar, tidak menyangka jika suaminya akan berbicara sekejam itu padanya. Gisela hendak menangis, tetapi Abram justru menghempaskan tangannya untuk melepaskan dari dagu Gisela.

"Mas—"

"Jangan pernah menangis! Aku benci wanita cengeng!" bentak Abram. Ia hampir saja menampar Gisela. Namun, tangannya mengapung di udara saat tatapannya tertuju pada kebaya Gisela yang terbuka hingga nampaklah dada mulus gadis itu. Tonjolan buah dada yang masih kencang seketika membuat tubuh Abram serasa panas dingin.

Abram menelan ludah susah payah. Sungguh, itu pemandangan sangat menggoda imannya. Walaupun ia tidak mencintai Gisela dan hanya menikahi gadis itu karena tujuan tertentu, tetapi ia tetaplah lelaki biasa yang memiliki hawa napsu.

"Ka-kamu kenapa?" Gisela perlahan mundur saat Abram terus maju dan seperti hendak menerkamnya. Gisela benar-benar takut saat melihat sorot mata Abram yang sangat menajam seperti parang yang siap menghunusnya. Belum juga Gisela menjauh, Abram sudah menarik paksa tubuh Gisela dan langsung menghempaskan ke atas ranjang.

"Sakit," rintih Gisela saat Abram begitu beringas seperti singa kelaparan yang dihadapkan makanan. Gisela sama sekali tidak bisa berontak karena ia telah kalah tenaga. Ia hanya bisa menangis saat Abram menggagahinya dengan paksa. Bukan seperti pengantin baru yang penuh cinta, tetapi Gisela lebih merasa dirinya seperti sedang diperkosa. Begitu brutal dan tanpa perasaan. Abram benar-benar seperti iblis yang tidak peduli meskipun air mata Gisela sudah mengalir deras seiring erang*n yang terdengar memecah keheningan di kamar itu.

"Aahhh." Abram membenamkan adik kecilnya sedalam-dalamnya ketika ia telah sampai puncak. Tubuhnya pun ambruk di atas Gisela yang sudah lemas. Abram tidak peduli pada keadaan Gisela dan mencabut paksa adik kecilnya hingga membuat Gisela meringis kesakitan.

"Ingat, kamu adalah istriku dan turuti perintahku. Aku ingin kita terlihat baik-baik saja di depan orang lain. Jangan sampai membuat orang lain curiga. Bersikaplah seolah aku memperlakukanmu dengan penuh cinta," titah Abram.

"Ke—"

"Sudah diam! Tidurlah, Aku lelah." Abram menyela ucapan Gisela dengan nada setengah membentak. Gisela pun menutup rapat mulutnya. Hanya cairan bening yang mengalir dari kedua sudut mata Gisela yang mampu menjelaskan seberapa sakit hatinya wanita itu.

"Kenapa kamu sangat tega padaku, Mas? Memangnya apa salahku padamu?" gumam Gisela. Mencoba berpikir keras apa kesalahannya. Apakah mungkin karena Gisela memaksa orang tuanya agar bisa merayu Abram untuk menikah dengannya hingga membuat lelaki itu menyimpan dendam.

"Hah!" Gisela mendes*hkan napas kasarnya. Merasa bimbang pada pikirannya sendiri. Ia pun pada akhirnya memilih untuk mencoba tidur meskipun tubuhnya masih sangat lengket bekas peluh sisa percintaan mereka. Rasa lelah yang begitu mendera membuat Gisela merasa enggan untuk bangkit ke kamar mandi.

...****************...

Prang!

Bunyi dentingan dari arah dapur seketika mengejutkan Farah yang saat itu sedang duduk di ruang tengah sembari membaca majalah. Dengan langkah lebar dan tergesa, wanita paruh baya tersebut mendekati dapur dan langsung memekik kesal ketika baru sampai di ambang pintu. Wanita itu meradang saat melihat Gisela yang sedang memunguti pecahan piring yang tercecer di lantai.

"Apakah kamu tidak bisa bekerja dengan baik! Belum ada satu hari tinggal di sini saja kamu sudah sangat ceroboh!" sergah Farah sembari mendelik.

Gisela berdiri terpaku. Menatap Abram yang berdiri di belakang Farah. Bukannya membela istrinya agar tidak dibentak sang mama, Abram justru berlalu pergi begitu saja seolah tanpa dosa. Yang membuat hati Gisela makin terasa berdenyut sakit adalah saat Abram justru tersenyum sinis ke arahnya.

"Dasar menantu sialan!" umpat Farah.

Gisela menunduk dalam untuk menghalau air matanya agar tidak tumpah. Jujur, dalam hati Gisela merasa sakit dibentak seperti itu karena kedua orang tuanya tidak pernah membentaknya.

Ya Tuhan, kenapa rasanya sakit sekali?

Terpopuler

Comments

Anonymous

Anonymous

ok

2024-06-10

0

Yuli Eka Puji R

Yuli Eka Puji R

kisahnya hampir sm kaya asraf sm ira cm bedanya mereka menikah krn saling mencintai

2023-07-14

0

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

lanjut

2023-01-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!