Petualangan para gadis-gadis cantik dengan berbagai rintangan kehidupan sehari-hari mereka.
Tak memandang jabatan apapun, mereka adalah gadis-gadis yang berjuang. " Di keluarga Riyu"
Bagaimana keseruan cerita mereka? yuk langsung baca,dan tinggalkan jejak sebagai tanda telah hadir mengabsensi diri dengan para gadis cantik! selamat membaca 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Karlina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22.Rumah Kaca.
Empat Minggu sudah terlewati.
Gadis dengan balutan gaun berwarna Coklat susu melangkah gontai meninggalkan ruangan santai. Deru napas yang teratur mengiringi langkahnya untuk mengunjungi sebuah ruangan.
Gadis itu masuk ke dalam sebuah ruangan yang terdapat anak-anak di dalamnya. Ia,tak langsung membuka suara, menatap wajah anak-anak itu satu persatu.
"Kalian,bersiaplah untuk ikut ke kediamanku!" Ujarnya dengan datar.
Tak ingin membuang waktu, Raeba,berjalan keluar dan masuk ke dalam kamarnya, untuk membersihkan diri terlebih dahulu. Gadis itu baru saja sampai di markas besar Zagra Narous, jadi sebelum ia bebersih diri,lebih baik menemui anak-anak itu agar mereka segera bersiap untuk pergi.
Zagra Narous dan Siver sudah berada di ruang tamu. Mereka menunggu Raeba dan Aya untuk segera makan malam sebelum Raeba dan yang lainnya kembali menuju kediaman.
•••
"Ayahku sudah mengamankan anak-anak yang berada di gang kumuh itu, Nona Raeba. Tinggal menunggu kedatangan Anda untuk memastikan ulang sebelum mereka di giring ke istana." Ucap Zagra Narous, yang duduk di hadapan Raeba.
"Lanjutkan saja pemindahan mereka, tidak perlu menungguku. Kau tau kan,aku bukan siapa-siapa yang perlu di nantikan." Jawabnya dengan santai. Lagi pula itu bukanlah urusan utamanya,jadi untuk apa menunggu kedatangannya hanya untuk memberikan pelajaran kepada pelaku yang tidak mempunyai akal itu?
Zagra Narous, menggeleng,"tapi Nona. Anda tetaplah seseorang yang telah berjasa dalam misi ini. Kami cukup menghargai pendapat,Anda." Zagra, tersenyum menatap Raeba yang tengah berpikir.
"Katakan pada Viscount Geragna untuk segera memindahkan mereka ke istana, sebelum adanya penyelamatan dari rombongan mereka. Untuk sisanya kita bisa melakukan penyelidikan ulang. Aku rasa, mereka sudah kembali untuk keluar dari persembunyiannya,dua bulan waktu yang lama bagi mereka untuk bersembunyi." Ucap Raeba setelah memikirkannya.
"Baiklah. Jika Nona sudah memutuskannya,maka aku akan segera mengirimkan surat kepada,Ayah." Jawab Zagra Narous.
Selesai dengan urusannya bersama Zagra Narous. Raeba dan Aya kembali ke kediaman bersama empat orang anak laki-laki yang waktu itu di belinya di rumah penjualan budak.
Melakukan perjalanan yang cukup lama karena mereka menggunakan kereta kuda,lebih tepatnya Raeba dan Aya mengikuti kereta kuda dari arah belakang sambil menunggangi kuda masing-masing.
Sedangkan di Istana kerajaan Gaperals. Ruyika, duduk di dalam kamarnya dengan buku-buku yang selalu menemani hari-harinya. Ia, tidak banyak bergerak karena belum terbiasa dengan tempat barunya.
Gadis itu menatap ke arah luar jendela, melihat pemandangan indah dari danau buatan, banyak angsa putih yang berenang di sana.
"Hari-hari yang membosankan. Apa Anak itu sudah kembali dari luar istana? Ah, rasanya aku ingin pulang, menemui anak-anak di bangunan tempat tinggal mereka, apakah mereka masih berada di sana sekarang?" Tiba-tiba pikirannya melayang jauh ke orang-orang yang berada di kerajaan Magthur.
Setelah lelah menghayal, gadis itu segera beranjak dari duduknya dan berjalan keluar menuju danau buatan bersama dengan,Vena.
"Nona, apakah Anda kembali merindukan Grand Duke Riyu dan Grand Duchess Gilia?" Tanya Vena saat melihat kegundahan di wajah junjungannya.
"Tidak hanya mereka, tapi semuanya yang ada di sana. Vena, bisakah kita kembali saja ke kediaman?" Ucapnya ambigu.
Vena, menggeleng kepalanya dengan pelan. Bagaimana mungkin mereka bisa kembali begitu saja, jikapun kembali pasti harus kembali bersama Putra Mahkota Khairan.
"Tidak semudah itu, Nona." Balasnya.
Ruyika, menghentikan langkahnya saat berada di tengah jembatan kayu yang berada di atas danau buatan.
Matanya menatap ke depan dengan pikirannya yang masih berkelana. tidak ingin larut dalam pikiran-pikirannya itu. Ruyika, memilih untuk mengambil makanan ikan yang tersedia di sana dan melemparkannya ke dalam air danau TITAYA.
Vena, ikut serta dengan apa yang di lakukan oleh junjungannya. Beberapa orang pelayan yang melihat kedekatan mereka menjadi cemburu buta.
"Enak sekali jadi,Dia. Tidak memikirkan bagaimana caranya agar tidak membuat kesalahan dan kekacauan. Hanya perlu patuh dan menurut,itu sudah membuat junjungannya menjadi berbaik hati padanya."
"Hem,kau benar. Coba kita juga seenak itu, tidak memikirkan banyaknya pekerjaan yang harus di selesaikan dalam waktu yang singkat."
"Apa kau punya rencana untuknya?"
"Belum."
Saat melihat seseorang yang familiar di mata keduanya, pelayan itu berlari tunggang langgang, mereka tidak mau jika harus terkena hukuman.
Satu sudut bibir Ruyika terangkat. Gadis itu melihat bagaimana pelayan itu berlari saat Putri Khairaya (adik putra mahkota Khairan), melewati pelayan itu dengan tatapan tajam yang menusuk.
"Salam hormat kakak ipar." Sapa gadis cantik bermata abu-abu terang yang menggunakan mahkota kecil di kepalanya.
"Salam hormat kembali, Khairaya." Sahutnya,memeluk tubuh Khairaya dengan penuh kelembutan, jauh berbeda dari beberapa detik sebelumnya.
"Kakak ipar,apa yang kalian lakukan disini?" Gadis berusia 12 tahun itu berjalan mendekati pagar jembatan sambil menggenggam tangan Ruyika dan membawanya kembali ke pinggir untuk melihat ikan yang di lepaskan di danau TITAYA.
"Seperti biasanya, sayang. Memberi makan ikan dan menikmati suasana damainya." Jawab Ruyika dengan lembut. Gadis itu lumayan dekat dengan adik iparnya.
"Vena? kembalilah ke kamar aku ingin bermain dengan Putri Khairaya!" Ucapnya dengan memberikan sedikit kode kepada,Vena.
"Baik, Nona."
Vena, segera pergi menjauh dari keduanya,dan melangkah menuju kamar Ruyika, karena dari dapan kamar Ruyika,ia, bisa melihat keberadaan junjungannya.
Khairaya, tidak melepaskan genggamannya pada tangan Ruyika hingga keduanya sampai di rumah kaca. Pemandangan yang sangat luar biasa memanjakan mata di sepanjang perjalanan menuju rumah kaca yang berada di ujung jembatan.
"Kakak ipar, lihatlah! Bunga yang kemarin kita tanam sudah tumbuh dan berbunga." Serunya dengan girang. Memangnya apa yang akan di lakukan oleh anak berusia 12 tahun? Selain bersenang-senang tidak ada kewajiban yang harus di lakukannya, kecuali belajar.
Sudah hampir satu bulan yang lalu, Sayang. Bukan kemarin. Apa Kamu sangat senang melihat bunga yang sedang mekar?" Tanyanya sambil membelai kelopak bunga mawar berwarna putih.
Khairaya, mengangguk lucu. Wajahnya yang cantik terlihat begitu lembut dan bibirnya yang mungil terlihat sangat menggemaskan jika sedang cemberut.
"Kakak ipar,aku ingin memiliki taman yang luas, khususnya untuk bunga mawar putih. Apakah akan di bolehkan oleh Ibunda, Kakak ipar?"
"Tentu saja, sayang. Hanya sebuah taman bunga, kakak rasa itu tidaklah susah. Kamu pasti diizinkan oleh Ibunda Ratu untuk membangunkannya." Tuturnya lembut mengusap surai, Khairaya.
•••
Khairan,baru saja kembali dari luar istana. Tanpa menghampiri bangunan utama terlebih dahulu, pemuda dengan jubah kebesarannya itu segera melangkah menuju paviliun,Lotus.
Langkahnya kian berayun saat tidak melihat keberadaan orang yang di carinya. Dan berjalan menuju rumah kaca dimana Khairan akan menemukan keberadaan kekasihnya di sana.
"Benar dugaanku." Batinnya. Melangkah masuk ke dalam rumah kaca dan menghampiri,Ruyika.
Ruyika, tersenyum lembut saat mendapati pemilik raga tampan itu berdiri di belakangnya. Tidak ingin berbalik badan, Ia, justru mengajak adik iparnya untuk melihat bunga-bunga indah lainnya.
"Ayo, Khairaya! Kita lihat bunga yang lain, pasti tidak kalah indah dari mawar putih." menarik lembut tangan Khairaya dan mengabaikan tatapan tidak terima dari orang yang di belakangnya.
"Ayo, kakak ipar."
Baru saja melangkah,tangan lembut yang lama-lama mengerat di pergelangan tangannya sebelah kiri menahan langkahnya agar tidak pergi.
"Mau kemana,Hem?" Sapaan suara datar itu membuat dadanya bergemuruh.