"Devina, tolong goda suami Saya."
Kalimat permintaan yang keluar dari mulut istri bosnya membuat Devina speechless. Pada umumnya, para istri akan membasmi pelakor. Namun berbeda dengan istri bosnya. Dia bahkan rela membayar Devina untuk menjadi pelakor dalam rumah tangganya.
Apakah Devina menerima permintaan tersebut?
Jika iya, berhasilkah dia jadi pelakor?
Yuk simak kisah Devina dalam novel, Diminta Jadi Pelakor
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 Bukan Keturunan Cakrawala
"Dengarkan Kakak, mulai saat ini lupakan bahwa kalian tidak terlahir dari rahim bunda. Kalian berdua adik Kakak. Dan orang tua kalian adalah bapak Dewa Arga dan Ibu Helen Hapsari," ucap Devina pada kedua adiknya setelah mereka tiba di rumah.
"Tapi hasil tes ini ---."
"Cukup kita saja yang tahu," potong Devina ucapan Langit.
Kedua hasil tes tersebut jelas menyatakan bahwa Langit dan Bumi adalah putra dari Aksa Cakrawala Wardana. Namun, pernyataan tuan Aksa, membuat Devina tidak terima. Ditambah tuan Aksa yang tidak ingin melihat sendiri hasil tesnya, sudah jelas menyatakan bahwa pria yang sebelumnya Devina hormati dan segani itu tidak berharap Langit dan Bumi adalah putra-putranya.
"Atau kalian ingin hidup bersama orang yang tidak menginginkan kalian?" tanya Devina.
Langit dan bumi langsung menggeleng. "Kami ingin bersama Kakak, ayah dan bunda," jawab Langit yang juga mewakili Bumi.
"Kita lupakan masalah ini. Anggap tidak pernah ada. Kita selamanya satu keluarga," balas Devina.
"Bagaimana dengan pekerjaan kamu di Cakrawala?" tanya bunda Helen, setelah Langit dan Bumi masuk ke kamar kalian.
"Devi akan mengundurkan diri. Bukan karena masalah ini, tapi Devi sudah tidak nyaman disana."
"Bagaimana dengan hubungan kamu dan pak Gilang?" Ayah Dewa kali ini yang bertanya.
"Devi tidak punya hubungan apa-apa dengan dia."
"Kamu tidak ---."
"Devi tidak memiliki perasaan padanya, Yah," potong Devina.
Gadis itu segera masuk ke dalam kamar. Dia berbohong jika tidak memiliki perasaan pada Gilang. Satu bulan kedekatan mereka, Devina merasa nyaman dan dilindungi. Pria itu memang tidak banyak bicara, dia justru menunjukkan perhatiannya dengan perbuatan. Ya, walau terkadang sering memaksakan kehendaknya.
***
Gilang terkejut saat menerima surat pengunduran diri Devina dari Cakrawala Company. Gadis itu tidak pernah membicarakan hal ini sebelumnya. Tentu saja Gilang tidak bisa menyetujui permintaan Devina. Dia akan tetap mempertahankan gadis itu. Tapi, tuan Aksa langsung yang menandatangani surat pengunduran diri Devina.
"Ada apa ini Pa? Mengapa Papa menandatangani surat pengunduran diri Devina? Papa tahu kan, bagaimana perasaan Gilang padanya."
Tuan Aksa berdiri dari kursi kebesarannya. "Duduklah, akan Papa jelaskan," ucap tuan Aksa.
"Papa tidak merestui kamu dan Devina," ucap tuan Aksa setelah Gilang duduk.
"Kenapa? Sebelumnya Papa sudah merestui Gilang. Bahkan Papa yang ingin Gilang segera melamar Devina."
"Itu sebelum Papa mengenal keluarganya."
"Maksud Papa apa?"
"Sudahlah, dia bukan wanita baik-baik Gilang. Biarkan dia pergi dari Cakrawala Company," jawab tuan Aksa.
"Devina tidak seperti itu!" ucap Gilang dengan meninggikan suaranya. Tidak peduli, sekalipun itu ayahnya sendiri. Tidak ada yang boleh mengatakan Devina bukan wanita baik-baik.
"Kamu lanjutkan saja pernikahan kamu dengan Sandra." Ucapan tuan Aksa membuat Gilang semakin kesal.
"Pernikahan aku dan Sandra itu tidak sah secara agama dan juga tidak terdaftar di KUA. Itu berarti kami tidak pernah menikah."
Gilang baru menyadari. Dia bahkan tidak memberikan cincin pernikahan pada Sandra. Pagi itu semua serba terburu-buru dan dilewati begitu saja.
"Kalau kamu masih ingin bersama gadis itu, kamu bisa keluar dari Cakrawala Company."
"Baiklah kalau itu yang Papa inginkan. Mulai saat ini aku mengundurkan diri sebagai pimpinan Cakrawala Company."
Bukan masalah bagi Gilang. Sejak awal dia sudah menolak untuk duduk di kursi pimpinan. Karena kondisi kesehatan papanya yang kurang baik, sehingga Gilang mengambil alih kepemimpinan Cakrawala Company untuk sementara waktu.
Tuan Aksa menatap punggung Gilang yang menghilang di balik pintu ruangannya. Sedih harus ribut dengan Gilang dan mengusirnya dengan cara seperti ini
"Maaf Papa terpaksa melakukannya," ucap tuan Aksa.
Keluar dari ruangan tuan Aksa, Gilang kembali ke ruangannya untuk mengambil barang-barang pribadinya. Dia sempatkan untuk menghampiri Devina yang tengah membereskan meja kerjanya.
"Ke ruangan Saya," ucap Gilang memberi perintah.
Devina ragu, tapi tubuh dan pikirannya tidak sejalan. Kakinya justru membawa Devina masuk ke ruangan pimpinan Cakrawala Company.
"Kenapa tiba-tiba?" tanya Gilang sambil menatap menyelidik pada Devina.
Devina tidak mungkin menjelaskan jika dia mengundurkan diri karena masalah tuan Aksa yang tidak mau mengakui Langit dan Bumi adalah anaknya. Membuat Devina tidak ingin lagi berhubungan dengan keluarga Cakrawala, biarpun dia harus kembali mengorbankan perasaannya.
"Apa karena kejadian kemarin?" Tanya Gilang lagi. Karena Devina hanya diam saja.
"Tidak ada hubungannya dengan masalah yang terjadi akhir-akhir ini. Termasuk masalah Saya yang diminta jadi pelakor. Saya ---."
"Saya apa?" tanya Gilang memotong ucapan Devina.
Devina mundur satu langkah. "Saya ... Saya mengundurkan diri karena ada masalah pribadi."
"Apa karena papa?"
Devina mengerutkan keningnya. "Dari mana Gilang tahu?" pikirnya.
"Apa papa yang meminta kamu pergi?" Tanya Gilang lagi.
Devina menggeleng, "Tuan Aksa tidak bicara apapun," jawab Devina setelah sadar, dia salah menduga.
Devina pikir Gilang tahu permasalahannya dengan tuan Aksa. Ternyata pria itu hanya menebak.
"Karena kamu mengundurkan diri, Saya juga mengundurkan diri."
"Maksud Ba ---."
"Mas, Vivi sayang."
"Maksud Mas apa?" tanya Devina.
Gilang maju satu langkah, untuk mengikis jarak diantara mereka. Devina ikut mundur satu langkah. Gilang pun kembali maju satu langkah. Dan setelah Devina mundur satu langkah, dia merasa punggungnya membentur sesuatu.
"Mas mau apa?" Tanya Devina takut. Gilang sudah sangat dekat dengannya.
"Mas akan ikut kemana pun kamu pergi," bisik Gilang.
"Tapi, ---."
"Tidak ada tapi Sayang. Mas mencintai kamu, jadi Mas akan selalu bersama kamu."
"Bagaimana dengan Cakrawala?"
"Kalau kamu sangat sayang dengan perusahaan ini, mengapa resign?"
"Saya sudah bilang, ada masalah pribadi yang harus Saya selesaikan."
"Sampai berhenti bekerja?"
Devina tidak bisa menjawab. Jujur dia butuh pekerjaan ini. Langit dan Bumi butuh biaya untuk kuliah. Dua anak, pastinya tidak sedikit biayanya. Devina harus mengumpulkan banyak uang, agar kelak bisa membiayai kuliah kedua adiknya.
"Mas pastikan kamu tidak akan mendapatkan pekerjaan dimanapun setelah meninggalkan Cakrawala Company," ucap Gilang.
"Mas mengancam Saya? Saya juga tidak berniat bekerja di perusahaan lain," balas Devina.
"Bagus kalau begitu. Karena kamu akan jadi asisten pribadi Mas," sahut Gilang.
"Ha!" Hanya itu yang bisa keluar dari mulut Devina. Dia terkejut dan tidak menyangka jawaban Gilang akan seperti itu.
"Jangan menolak," ucap Gilang lagi, saat melihat Devina akan membantah ucapanya.
Gilang mundur satu langkah. "Bantu Mas membereskan barang-barang pribadi," ucapnya. Lalu dia membawa Devina ke meja kerjanya.
"Mas benar-benar mau meninggalkan Cakrawala?"
"Menurut kamu?" Bukan menjawab, Gilang justru balik bertanya.
Devina tidak lagi bertanya. Dia membantu Gilang memasukkan barang-barang milik bosnya itu kedalam kardus. Tangan Devina berhenti bergerak saat dia menerima foto wanita hamil dengan seorang anak kecil, dari Gilang.
"Itu Mas dan Mama," ucap Gilang.
"Mereka," gumam Devina.
"Mereka apa?" tanya Gilang yang kini sudah berdiri dibelakang Devina.
Jagan tanyakan bagaimana Devina. Posisi seperti ini melemahkan Devina. Jantungnya berdebar dan darahnya berdesir.
Devina menggeleng, wajah mama Gilang mirip dengan Langit dan Bumi. Gilang mungkin tidak terlalu menyadarinya, sehinga dia tidak mengira Langit dan Bumi adalah kedua adiknya yang ikut sebagai korban kecelakaan.
Haruskah Devina memberi tahu Gilang?
"Ini siapa?" tanya Devina, saat Gilang memberikan foto seorang pria. Tampan dan wajahnya mirip sekali dengan Gilang.
"Itu daddy. Ayah kandung Mas."
"Jadi, tuan Aksa ---."
"Bunda menikah dengan papa setelah daddy dinyatakan meninggal karena kecelakaan pesawat."
"Mas bukan keturunan Cakrawala. Hanya anak yatim piatu yang dibesarkan oleh seorang Aksa Cakrawala Wardana. Tidak punya hak terhadap Cakrawala Company. Yang berhak, kedua adik kembar Mas."