Menunggu adalah cinta yang paling tulus, tapi apakah yang ditunggu juga mencintai dengan tulus? Sudah tiga tahun lamanya Anaya Feroza Mardani menunggu sang kekasih pulang dari Indonesia. Kabar kematian sang kekasih tak akan membuat Naya begitu saja percaya sebelum dirinya bertemu dengan jasad sang kekasih.
Penantian tiga tahun itu, membuat kedua orang tua Naya harus menjodohkan Naya dengan seorang Dokter tampan bernama Naufal Putra Abikara anak dari Abikara Grup, yang tak lain adalah musuhnya saat SMA dulu.
Apakah kekasih yang Naya tunggu akan datang? Dan apakah dia masih hidup atau sudah meninggal? Bagaimanakah hubungan Naya dengan Naufal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aniec.NM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 23 Naufal Demam
Malam semakin larut, Naya tidak bisa memanjakan matanya sudah berkali-kali dia berusaha memejamkan mata agar bisa tidur, namun itu semua tidak bisa. Beberapa episode Drakor sudah ia tonton, begitupun dengan stok makanan menjadi teman nontonnya pun sudah habis tak tersisa. Wanita itu mengalihkan aktivitasnya dengan membuka Instagram, scroll berandal yang kebanyakan teman-temannya tengah berlibur bersama pasangannya.
Saat itulah Naya baru ingat, sejak menjadi pasangan suami istri mereka belum pernah berlibur di luar kota, mungkin karena kesibukan Naufal yang begitu padat ditambah lagi pekerjaan Naya sebagai pemilik Butik. Naya mencari tiket liburan yang tepat dan asyik jika di kunjungi, ia ada rencana untuk mengajak Naufal berlebih untuk beberapa hari.
“Di sini nyaman kali ya? Nanti aku tanya sama Naufal deh, kali aja dia suka juga.”
🥀
Naufal pulang dengan wajah yang begitu lelah, semalam dia menangani pasien dengan keluhan dan kondisi yang berbeda-beda. Naufal menjatuhkan tubuhnya di sofa, melempar tas ke sembarang arah. Kepala sangat pusing, penglihatannya pun semakin tidak jelas di tambah gelapnya suasana akibat lampu yang di matikan.
Naya yang berubah saja keluar untuk mengambil minum tidak sadar kalau suaminya sudah pulang. Naya beranjak menuju ranjang, namun baru saja Naya melangkahkan kakinya, ia merasakan ada sebuah kaki yang menyenggolnya. Seketika Naya terdiam sekejap, dalam kegelapan ini Naya masih berpikir positif. Naya mencoba meraba benda itu, hingga tangannya sampai di mata.
“Aaaaaaahhhhhhhhh!” Seketika Naya berteriak, tanganya dipegang oleh lelaki yang Naya belum tau itu siapa.
Naya sontak melepaskan tangannya, lalu beranjak naik dari ranjang dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.
Sedangkan Naufal terbangun karena suara jeritan itu, dia langsung menyalakan lampunya, melihat Naya yang bersembunyi di balik selimut.
“Nay, ini aku Naufal!” panggil Naufal dengan lirih.
Naya yang mendengar suara suaminya, langsung membuka selimutnya. Bernafas lega lah dia, ketakutannya sudah hilang.
“Naufal, aku kira hantu. Kamu pulang nggak bilang-bilang sih,” gerutu Naya menampol wajah suaminya dengan bantal.
Naufal hanya tersenyum, lalu dengan mata yang merem melek itu Naufal menjatuhkan tubuhnya kembali ke pelukan Naya. Dengan sigap Naya berusaha menahan tubuh kekar itu yang bersandar di dadanya.
“Fal, berat tau, tidurnya yang bener.”
“Nay, biarin aku kaya gini untuk beberapa menit,” jawab Naufal.
Terasa hembusan nafas naik turunnya lelaki itu, Naya meletakan telapak di kening Naufal. Badannya begitu panas, wajahnya pun begitu pucat, dia mengalami demen.
Saat ini lah tugasnya sebagai istrinya untuk merawat suami di lakukan. Naya meletakan kepala Naufal di bantal, meluruskan tubuh kekar itu hingga naik di atas ranjang. Kemudian Naya mengambil air dan handuk untuk mengompresnya.
Hari itu tepatnya jam tiga pagi, Naya menemani Naufal berkali-kali Naya mengganti air kontesnya, ia juga menghangatkan telapak tangan Naufal dengan tangannya.
“Nay, jangan tinggalin aku ya.” Dalam sakitnya Naufal terus mengigau berkali- kali dengan kalimat yang sama.
“Iya, Fal aku nggak kemana-mana kok.”
Memang benar kata orang-orang, lelaki akan manja dan merasa lemah ketika dengan perempuannya.
**
30 menit sudah Kayra menunggu di halte Bus, namun tak ada Bus yang di temui, Kayra menatap arlojinya 15 menit lagi jam pelajaran akan di mulai. Terlihat jalanan begitu sepi, sedikit para pengendara yang berlalu lalang. Apakah ini akan menjadi hari telatnya gadis berkepang satu itu? Jika saja motor Kayra tidak bocor mungkin ia sudah sampai di sekolah, sialnya lagi Papa nya sudah berangkat dari buta.
Kayra hanya bisa berharap Bus segera datang, dan jam berjalan melambatkan jarumnya.
Dari arah kejauhan, sebuah motor sport melaju dengan kencang dan kecepatannya mengenai sebuah genangan hingga membuat Kayra terkena cipratan air genangan. Basah dan kotor semua seragam abu perempuan itu, motor itu berhenti dengan jarak yang lumayan jauh dari Kayra. Motor itu mutar balik, menghampiri Kayra.
Lelaki itu bisa melihat dari kaca helmnya raut wajah Kayra begitu kesal. Kemudian ia pun membuka helmnya.
“Vero!”
Kayra menghela nafas panjang sebelum dia berbicara, seperti dia akan marah pada lelaki itu.
“Lo punya mata ngga? Oh atau Lo nggak punya mata, sampai-sampai nggak liat ada orang disini,” omel Kayra.
Protes Kayra panjang lebar itu hanya dibalas anggukkan olah Vero.” Udah, udah ngomelnya. Sekarang Lo ikut gue.” Vero menarik tangan Kayra untuk ikut padannya.
“Lepasin!” Kayra menepis tangan Vero.
“Lo nggak liat jam berapa ini, kalau kita debat disini kita bakalan telat,” ucap Vero.
“Terus baju gue gimana?” tanya Kayra. Tidak mungkin bukan dia sekolah dengan seragam yang sudah kotor.
“Masalah itu gampang, gue bakal ganti,” balas Vero.
Akhirnya Kayra pun mengikuti perintah Vero untuk berangkat bersama nya. Tak ada obrolan apapun dalam perjalan itu, tetapi sesekali Vero melirik Kayra melalui spion motor.
Dua sejoli yang dulunya pernah berbahagia bersama itu kini menaiki motor bersama untuk sekali lamanya.
‘Udah lama banget gue nggak naik motor sama lo Ver, dan sekarang Tuhan mengizinkan kita melakukannya lagi.’
🌻
Naya merasakan ada tangan yang melingkar di perutnya, hal ini membuatnya terbangun. Pemandangan pertama yang ia lihat wajah tampan Naufal, wajah lelaki itu sangatlah tampan, tak ada satupun tumbuhnya jerawat di area wajahnya, begitu bersih hingga yang melihatnya pun tidak bosan. Naya sangat menikmati pemandangan pagi harinya, hingga ia menyadari sebuah senyuman kecil dari lelaki yang ia pandangan ini.
“Ganteng kan aku,” ucapnya suara khas bangun tidur.
Naya langsung melempar pandangannya ke seberang arah, ia tidak mau Naufal melihatnya salah tingkah. Bahkan jika Naya membuka wajahnya pun Naufal masih bisa melihat salah tinggal wanita itu dari pipinya yang begitu merah jambu.
Naya ingin bangkit dari tidurnya, namun Naufal malah menahannya. “Tunggu beberapa menit lagi.” Lelaki itu ingin merasakan kehangatan.
“Fal, ini udah siang lo.”
“Sayang, bukan Naufal,” timpal lelaki itu.
Naya mengukir sebuah senyuman, suaminya begitu manja hingga ingin di panggil sayang.
Naya memeriksa kening Naufal, panasnya sudah menurun namun wajah pucat nya masih nampak.
“Udah sembuh kok.” Naufal meraih tangan Naya yang memeriksa keningnya, lalu meletakkannya pada pipinya.
“Fal, aku harus bantuin bibi buat nyiapin makan, kasian lo bibi,” ujar Naya.
“Aku mau cari pembantu baru buat bantuin bibi, biar kamu nggak bantuin bibi lagi,” tangkis nya.
Naya hanya pasrah perkataannya terus di tolak oleh Naufal. Entah berapa lama Naya harus berdiam dengan tubuh yang sudah dikunci oleh pelukan suaminya.
“Nay, aku boleh minta sesuatu nggak?” tanya Naufal.
“Kamu mau apa? bubur? Atau soto?” tanya Naya.
“Bukan itu Naya.”
“Terus apa?” tanya Naya.
“Aku mau minta kita melakukan itu di malam waktu itu,” jawab Naufal.
Perkataan Naufal itu di umpan balik Naya, ia langsung paham apa yang dimaksud Naufal barusan.
“Ta-tapi Fal, ini masih siang, kanapa nggak malam aja?”
“Nggak aku maunya sekarang,” timpalnya.
“Menolak permintaan suami itu hukumnya dosa besar,” Naufal mengingatkan.
Naya tidak bisa berkata apapun, yang dikatakan Naufal memang benar bagaimana pun itu sudah menjadi hak dan kewajibannya sebagai suami istri.
“Oke deh.”
Tanpa aba-aba apapun, Naufal segera menerkam Naya dengan selimut yang menutupi seluruh tubuh mereka berdua. Pagi itu menjadi saksi apa yang mereka lakukan di balik selimut.