Wanita kuat dengan segala deritanya tapi dibalik itu semua ada pria yang selalu menemani dan mendukung di balik nya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syizha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kebenaran
Akselia berdiri tegak di hadapan Lucas, menahan segala perasaan yang ingin meluap. Sebuah suara batin yang begitu kuat mendorongnya untuk bertindak, untuk menghentikan apa yang sedang disusun oleh Sentinel, namun ia tahu bahwa keberaniannya bisa berakhir dengan pengorbanan besar. Namun, ia tidak akan menyerah begitu saja.
Lucas, yang masih memandanginya dengan tatapan penuh perhitungan, mendekat lebih jauh. “Aku tahu kau ingin melawan. Itu sebabnya aku menghargai keberanianmu, Akselia. Tapi ingat, dalam dunia ini, siapa yang tidak berkuasa akan selalu menjadi budak dari kekuatan yang ada.”
Akselia tidak membalas kata-kata itu. Sebaliknya, ia meraih perangkat kecil yang tersembunyi di jaketnya—perangkat yang diberikan Mikael sebelum mereka terpisah. Ia harus mencari cara untuk memanfaatkan benda itu, tetapi ia juga tahu bahwa itu mungkin hanya sepotong kecil dari puzzle yang lebih besar.
Lucas masih menatapnya, menunggu tanggapan lebih lanjut, mungkin berharap ia akan runtuh atau takut. Tetapi Akselia, meskipun berada dalam posisi yang paling tidak menguntungkan, tetap berdiri teguh.
“Apakah kau yakin apa yang kau lakukan ini benar?” Akselia bertanya, mengubah fokus percakapan. “Apa yang ayahku ciptakan bukanlah alat untuk kontrol semacam ini. Dia berjuang untuk kebebasan, untuk masa depan yang tidak terbelenggu oleh kekuasaan seorang individu. Kau bukan hanya merusak warisan ayahku, Lucas—kau merusak dunia.”
Lucas mengangkat alis, seakan sedikit terkejut dengan keteguhan Akselia. Tapi kemudian, senyum tipis muncul di wajahnya. “Akselia, kau adalah salah satu orang yang paling sulit dipahami. Kau mungkin berpikir apa yang kami lakukan adalah kejam, tetapi pada akhirnya, semua ini akan membuat dunia lebih stabil. Lebih aman. Kau sendiri tahu, tanpa kendali yang jelas, dunia ini akan jatuh ke dalam kehancuran.”
Akselia bisa merasakan cemas yang kian tumbuh di dalam dadanya. Meski kata-katanya terdengar penuh dengan keyakinan, ia juga mulai meragukan beberapa hal. Tapi itu bukan alasan untuk mundur.
“Stabilitasmu adalah penindasan. Itu bukan dunia yang ingin aku perjuangkan, Lucas,” jawabnya dengan tegas. “Dan aku akan melawan apa pun yang kalian rencanakan.”
Lucas menatapnya lebih lama, seolah menilai apakah ada titik lemah dalam tekad Akselia. Setelah beberapa detik yang terasa sangat panjang, dia akhirnya berkata, "Kau tahu, Akselia, aku tak akan memaksamu untuk bekerja dengan kami. Tetapi, percayalah, kesempatan ini tidak datang dua kali. Kalau kau ingin melawan kami, jangan berpikir itu akan mudah."
Akselia merasakan bahwa Lucas sedang berusaha mengintimidasi dirinya. Namun, ia juga tahu bahwa ini adalah langkah awal dari sebuah perjalanan yang akan jauh lebih berbahaya. Jika ia ingin menghentikan Sentinel, ia harus menjadi lebih dari sekadar pemberontak biasa.
Tak lama setelah percakapan itu, dua pengawal yang mengiringinya sejak awal mengantar Akselia ke sebuah ruang yang lebih kecil, terisolasi dari seluruh kompleks. Pintu besar itu terkunci dengan rapat, dan ruangannya hanya dipenuhi dengan peralatan teknologi yang tampak canggih.
Sambil menunggu dalam kesendirian, Akselia berusaha menghubungkan pikiran-pikirannya dengan segala informasi yang ia miliki. Lucas dan Sentinel mungkin punya kekuatan besar, tetapi ada sesuatu yang membuat Akselia merasa bahwa mereka juga rapuh. **Ada kelemahan, ada cara untuk mengakses sistem ini—dan aku harus menemukannya.**
Perangkat yang ia sembunyikan di jaketnya berfungsi sebagai perangkat pemecah kode. Itu bukan hanya alat pemindai atau pelacak biasa. Mikael telah memberikan alat itu dengan pesan singkat, "Ini bisa membuka kunci dari banyak hal, bahkan yang terpenting di dalam Sentinel." Akselia tahu betul bahwa alat itu adalah kunci untuk membuka sistem Sentinel, namun hanya dengan memahaminya lebih dalam, ia bisa mendapatkan apa yang dibutuhkannya.
Tapi untuk melakukan itu, ia harus lebih berhati-hati. Jika ia bergerak terlalu cepat atau salah langkah, semua akan berakhir dengan kegagalan.
Saat ia berusaha menyusun rencana, tiba-tiba pintu terbuka. Reina dan Mikael masuk, wajah mereka serius, namun jelas mereka merasa sedikit lega melihat Akselia masih dalam keadaan hidup.
“Kami sudah mendapat kabar,” kata Reina. "Kau baik-baik saja?"
Akselia mengangguk, meski masih merasa risau. “Lucas mencoba meyakinkan aku untuk bergabung dengan mereka. Tapi aku tidak bisa begitu saja menyerah pada semua yang sudah ayahku perjuangkan.”
Mikael menyentuh layar kecil di pergelangan tangannya, memeriksa beberapa data yang muncul. “Kami tahu apa yang harus dilakukan. Kami bisa melacak lokasi ini. Namun, kita harus bergerak cepat. Kalau kita tidak segera keluar, mereka akan tahu apa yang kita rencanakan.”
Akselia menatap mereka dengan serius. "Aku harus mengakses pusat data mereka, dan kita harus menghancurkan sistem mereka dari dalam. Tapi untuk itu, kita harus tahu apa yang ada di dalam sistem mereka."
Reina melangkah maju, memasang ekspresi serius. “Aku akan membantumu menavigasi tempat ini. Tapi kita tidak punya banyak waktu. Kalau kita sampai terlambat, bukan hanya kita yang dalam bahaya—tapi seluruh dunia.”
“Lalu kita harus bergerak sekarang,” kata Akselia dengan tekad yang baru. “Jika kita tidak berhenti mereka sekarang, kita tidak akan punya kesempatan kedua.”
Dengan penuh keteguhan, mereka merencanakan langkah selanjutnya. Akselia tahu bahwa pertempuran ini lebih besar dari yang ia kira. Apa yang ia lakukan di sini bukan hanya untuk menghentikan satu organisasi. Ini adalah pertarungan untuk masa depan dunia itu sendiri.
Namun, satu hal yang jelas bagi Akselia: ia harus mencari tahu lebih dalam tentang ayahnya. "Apa yang sebenarnya dilakukan Adrian Ananta? Apa yang ia sembunyikan selama ini?"
Akselia hanya bisa berharap bahwa jawabannya tidak terlambat untuk ditemukan. Karena semakin ia mendalami segala yang terungkap, semakin ia tahu bahwa ini adalah pertarungan yang akan menentukan bukan hanya nasibnya, tetapi nasib dunia yang sudah berjalan di ambang kehancuran.