Ina meninggalkan keluarganya demi bisa bersama Ranu, dengan cinta dan kesabarannya, Ina menemani Ranu meski masalah hidup datang silih berganti.
Setelah mengarungi bahtera selama bertahun-tahun, Ranu yang merasa lelah dengan kondisi ekonomi, memutuskan menyerah melanjutkan rumah tangganya bersama Ina.
Kilau pelangi melambai memanggil, membuat Ranu pun mantap melangkah pergi meninggalkan Ina dan anak mereka.
Dalam kesendirian, Ina mencoba bertahan, terus memikirkan cara untuk bangkit, serta tetap tegar menghadapi kerasnya dunia.
Mampukah Ina?
Adakah masa depan cerah untuknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18
“Na, tunggu..!” Ranu bergegas memburu Ina yang berniat pergi dari sana.
“Mas…!” Seru Siska.
Wanita itu menjadi semakin geram. Tadi mau berangkat tidur masih menunggu kedatangan Ina, sekarang setelah Ina datang, suaminya malah mencegah wanita itu yang hendak berlalu. Ada apa sebenarnya dengan suaminya itu. Entah kenapa sejak pembahasan tentang perceraian yang terjadi di rumah ibunya sikap suaminya menjadi aneh.
“Na, aku tadi bawa makanan untuk kamu dari rumah Ibu.” Ranu berhasil menghentikan langkah ina dengan mencekal pergelangan tangan wanita itu.
Ina mengerutkan keningnya. Apa Dia tidak sedang salah dengar? Suaminya membawakan dia makanan dari rumah Ibu? Memangnya ibunya rela?
“Andri mau makan tidak?” Tidak menjawab ucapan suaminya, Ina beralih kepada anaknya yang masih setia berdiri menunggunya.
“Andri masih kenyang Bu, habis makan sama Om Adnan sama Mbah Uti tadi.” Andri menggelengkan kepalanya.
“Ya sudah, kalau begitu Andri cuci kaki cuci muka terus tidur ya. Mandinya besok pagi saja sekali, ini sudah terlalu larut!”
Andri mengangguk kemudian segera pergi dari sana menuju kamar mandi sesuai perintah ibunya.
“Ayo makan dulu! Kamu pasti lapar. Lagi pula kalau dimakan besok pasti basi.”
Ina mengibaskan tangannya yang hendak digandeng oleh Ranu, sementara di sudut lain Siska sedang mengepalkan tangannya. Rahangnya mengeras dengan gigi-gigi yang saling beradu.
Merasa enggan, tetapi Ina mencoba menghargai niat baik lelaki yang masih menjadi suaminya. Maka dia pun mengikuti langkah suaminya yang berjalan menuju meja makan.
“Ini, Na. Enak loh lauknya. Tadi ibu bayar tetangga untuk bantu masak.” Dengan penuh antusias Ranu membuka tudung saji dan mengeluarkan sebungkus makanan yang masih berada dalam kantong kresek, lalu mengulurkannya ke hadapan Ina yang telah duduk manis di kursi.
Ina melirik ke arah Siska yang masih berdiri dengan tangan terkepal. Tersenyum sinis, ke arah sang madu yang sedang terbakar cemburu. Sepertinya tidak apa saat ini dia bermulut manis pada Ranu. Pasti asyik rasanya melihat si madu terbakar.
“Ini yang kau sebut makanan enak, Mas?” Tapi sayang rencana Ina untuk memanasi hati sang madu terpaksa harus gagal total.
Matanya berkilat marah, begitu karet yang melingkar di pembungkus nasi berhasil terbuka, dan menampakkan apa yang sebelumnya terbungkus rapi. Ini sungguh sebuah hinaan baginya.
“Jadi ini yang kau suruh aku untuk makan. Harusnya sejak awal aku tidak percaya. Bagaimana bisa aku lupa kalau selama ini kau hanya memikirkan perutmu sendiri!” Ina tersenyum sinis. Menyesali diri yang ingin bersikap baik untuk menghargai.
Ranu menelan ludahnya melihat isi bungkusan yang baru saja dibuka oleh istrinya. “Na,,?” Pria itu menggelengkan kepala. Raut sendu penuh penyesalan tampak jelas.
“Bagaimana kalau kamu saja yang makan?”
Raut datar istrinya membuat Ranu semakin tercekat.
“Ayo makan, Mas! Aku jadi ingin lihat!”
Ranu menggelengkan kepalanya berkali-kali. Tatapan matanya semakin sendu sarat rasa bersalah. “Maaf,,,” ucapnya. “Ibu yang membungkusnya, aku benar-benar tidak tahu kalau isinya seperti ini.”
Ina menatap datar wajah suaminya, tidak tampak kebohongan di sana. Selain itu dia juga ingat. Meskipun pemalas dan tak bertanggung jawab, Ranu tidak pernah se-iseng itu menjahili dirinya.
Mengambil nafas dalam. Ini perbuatan ibu mertuanya. Dan dia bersumpah pasti akan membalasnya.
Siska yang merasa penasaran dengan isi bungkusan ikut mendekat. “Ini,,,?” Mata wanita itu terbelalak melihat penampakan hasil kerja mertuanya. Nasi bekas, bercampur dengan tulang-tulang ayam serta duri dan kepala ikan, berbalut sambal berwarna merah menyala.
Ha ha ha ha ha…
Sedetik kemudian tawa siska meledak. “Wahh, ibu mertua benar-benar hebat.” Siska bertepuk tangan dengan gembira. Itu adalah hiburan terseru seumur hidupnya.
“Dimakan dong Kakak madu. Itu sangat cocok kan dengan seleramu. Wanita udik dan miskin seperti dirimu memang layak diperlakukan demikian.”
“Siska..!!” Bentak Ranu. Entah kenapa dia tidak suka Siska mengolok istri pertamanya.
“Itu benar kan, Mas?” Siska tak peduli. Ha ha ha ha ha. Tawanya kembali berderai.
Ina memejamkan mata rapat, disangganya pembungkus nasi dengan telapak tangan.
“Ayo makan, Mbak. Aku tahu, Mbak Ina pasti belum pernah menikmati makanan lezat seperti itu.”
Ina bangkit dari tempat duduknya. Kata-kata hinaan yang meluncur dari mulut Siska membuat telinganya semakin panas.
“Na,,,?” Ranu menggelengkan kepala melihat Ina yang akan pergi.
“Walaupun tinggal sisa, itu masih ada lah dagingnya dikit-dikit. Ha ha ha ha ha… “ tawa siska semakin lebar bahkan hingga wajahnya terdongak ke atas, sambil memegangi perutnya yang terasa kaku.
“Nah kan masih bisa digigiti atau diemut-emut. Ha ha ha ha…”
Happp
Suara tawa itu terhenti seketika.
“Sekarang kamu yang nikmati!” Ina memegang kepala belakan Siska dengan tangan kiri, sedang tangan kanannya menahan agar bungkusan berisi sampah yang sudah menempel di wajah siska tidak terjatuh.
“Ahh,,, perih, perih, Mas, tolong, Mas…!” Tangan Siska menggapai-gapai, tetapi sayang tak bersambut. Ranu terbelalak, terpaku, kejadian itu begitu tak terduga olehnya. Dia pikir Ina akan membuang bungkusan itu tadi. Mana tahu kalau…
“Bagaimana rasanya? Nikmat?” Ina bahkan membuat gerakan sedikit menggosok memutar apa yang dia pegang itu di wajah Siska sebelum kemudian melepaskan tangannya. Tidak terbayang, mungkin ada sebagian sambal yang masuk mulut, mata, atau hidung. Atau ada duri yang menggores wajah mulus itu. Ina tidak peduli.
“Aaaaa…, pedih, panas, sakit….!” Siska berteriak dan berlari menuju tempat cuci piring yang ada di dapur.
“Na,,,? Kenapa,,,”
“Kenapa?” Potong Ina cepat. “Kamu marah, aku perlakukan istri mudamu seperti itu? Maka didik dia! Ajari dia cara untuk tidak menyinggungku.”
Ranu menelan ludahnya. Nada suara dingin dan datar itu, dia sama sekali tak mengenalnya sebelumnya. Itu seperti bukan Ina.
“Mas, huu uuu.” Siska kembali sambil menangis. Mengucek mata dan hidungnya yang berubah merah. “Kenapa Mbak Ina jahat sekali, padahal aku kan cuma bercanda? Dia itu bukan manusia, dia itu psikopat!” teriak Siska. Wanita itu meraba wajahnya yang terasa perih.
“Apa kau ingin lihat, bagaimana cara kerja psikopat ini?” Ina mendekat padanya dengan tatapan dingin menusuk. Bercanda katanya???
Siska menyembunyikan tubuhnya berlindung pada Ranu. Wanita itu terdiam seketika. Tatapan mata Ina membuatnya ngeri.
“Ayo usik aku lagi! Dan aku pastikan, pembalasanku jauh dari yang kau bayangkan!”
Ina melangkah pergi meninggalkan Ranu dan istrinya. Mencuci tangan dan kaki di kamar mandi.
Masuk ke kamar Andri untuk istirahat. Dia sudah lelah. Bukan hanya fisik, tapi juga hatinya. Terlihat Andri sudah tidur pulas memeluk guling. Wanita itu duduk bersandar pada pintu kayu. Perlahan airmatanya menetes. Mencoba sekuat apapun, sakit itu tetap terasa. Tapi dia harus kuat. Dia tak mau di rendahkan lagi.
"Aku benci Ayah, Aku benci istri baru Ayah. Karena istri baru Ayah, ibu berubah jadi jahat. Karena ayah, ibu tiap hari menangis." di atas tempat tidur, dengan mata terpejam, tangan Andri terkepal. ternyata dia belum tidur. bahkan tadi dia melihat semua kejadian. dia baru buru-buru naik ketempat tidur setelah melihat ibunya pergi ke kamar mandi.
Di waktu yang sama, Siska mengepalkan tangan karena Ranu berbaring memunggunginya. Dia masih sangat kesal karena tadi Ranu sama sekali tak membelanya, tak jua memarahi Ina. Dan sekarang di kamar pun bersikap seperti itu.
Mata Ranu terpejam, tapi tak bisa lena. Angannya melayang pada setiap kejadian semenjak istrinya menginjakkan kaki di rumah tadi.
Yang paling mengusiknya adalah saat istrinya baru turun dari sepeda motor besar, kemudian membuka helm. Terlihat seperti slow motion. Bukankah itu tadi sangat keren?
Pun saat di meja makan, tatapan dingin dan datar milik wanita itu. Yang begitu tegas. Kenapa dia baru menyadari, istrinya memiliki sisi lain yang seperti itu? Itu terlihat sangat BADAS.
padahal belum tentu Ranu mau meresmikan pernikahannya.. pasti alasannya krn sayang duitnya.. 😅😅😅