Aku sangka setelah kepulanganku dari tugas mengajar di Turki yang hampir 3 tahun lamanya akan berbuah manis, berhayal mendapat sambutan dari putraku yang kini sudah berusia 5 tahun. Namanya, Narendra Khalid Basalamah.
Namun apa yang terjadi, suamiku dengan teganya menciptakan surga kedua untuk wanita lain. Ya, Bagas Pangarep Basalamah orangnya. Dia pria yang sudah menikahiku 8 tahun lalu, mengucapkan janji sakral dihadapan ayahku, dan juga para saksi.
Masih seperti mimpi, yang kurasakan saat ini. Orang-orang disekitarku begitu tega menutupi semuanya dariku, disaat aku dengan bodohnya masih menganggap hubunganku baik-baik saja.
Bahkan, aku selalu meluangkan waktu sesibuk mungkin untuk bercengkrama dengan putraku. Aku tidak pernah melupakan tanggung jawabku sebagai sosok ibu ataupun istri untuk mereka. Namun yang kudapat hanyalah penghianatan.
Entah kuat atau tidak jika satu atap terbagi dua surga.
Perkenalkan namaku Aisyah Kartika, dan inilah kisahku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 30
Pagi pun tiba.
Aisyah tidak pernah melupakan tanggung jawabnya sebagai ibu untuk Narendra. Sesibuk apapun aktivitasnya, dia selalu menyempatkan untuk menjadi sosok yang terbaik untuk sang putra.
Contohnya seperti pagi ini, Aisyah yang disibukan oleh kerjaan ataupun kegiatan lainnya, dia tidak pernah lupa untuk membantu putranya untuk berbenah sebelum berangkat kesekolah.
"Sudah siap, sayang?" seru Aisyah merapikan mantel yang saat ini sedang dikenakan putranya.
Narendra tersenyum puas, "Sudah bunda!! Oh ya, ini mantel dari om pesepak bola ya, bunda?
Aisyah mengangguk pelan, dia sempat tertawa ringan, saat mendengar sebutan aneh dari putranya untuk Bastian, 'om pesepak bola?!' ulang Aisyah didalam hati.
Begitu bu Sinta, dia yang sudah siap untuk mengantar cucunya, juga terkekeh saat melihat wajah Narendra yang saat ini tampak antusias menceritakan, bagaimana hebatnya Bastian dalam olahraga sepak bola itu.
"Sayang, maaf ya!! Nanti berangkatnya sama oma nggak papa, kan? Bunda sedang ada rapat pagi," Aisyah mencoba memberi paham kepada putranya, agar Narendra tidak merasa terabaikan. Aisyah hanya takut, jikalau putranya merasa sendirian.
Bu Sinta mengusap lengan sang cucu, saat Narendra sekilas mendongak kearahnya, "Nggak papa, kan cucu omah sudah besar!!" sabutnya, memberi semangat kepada sang cucu.
"Iya bunda, Narendra ini bukan anak bayi lagi. Sudah, bunda tenang saja!! Nanti, kalau ada mamah Melati sama eyang Dewi lagi, pasti akan Narendra lawan!!" tatapanya beralih pada sang pengasuh, yang kini sudah membawakan tas dan juga bekalnya, "Benar kan, bik Inem?" tanyanya meyakinkan sang pengasuh.
Inem hanya tersenyum sembari menggelengkan kepala, karena tuan kecilnya itu begitu menggemaskan.
Namun bukan itu yang menarik perhatian, melainkan tatapan bu Sinta yang dia lemparkan pada sang putri, seolah bertanya ada apa yang terjadi.
Aisyah menangkap itu, namun dia lebih dulu menyuruh putra serta pengasuhnya untuk masuk kedalam mobil. Dia mengajak sang bunda untuk duduk sebentar, dan menceritakan semua, karena bu Sinta dan juga tuan Abdullah baru saja tiba di rumah.
"Jadi kemarin itu........" Aisyah mulai menceritakan semuanya kepada sang ibu, hingga pertemuanya dengan Dava kembali.
Bu Sinta terperanjat, saat mendengar putri kesayanganya didorong madunya sendiri hingga jatuh ditanah. Istiqfar tidak henti-hentinya bergumam didalam mulut wanita parubaya itu.
"Mereka berdua memang keterlaluan!!" geram bu Sinta, "Ya suda sayang, jangan kamu pikirkan lagi. Semuanya akan segera berakhir, dan semoga nanti jalanya persidangan akan menjadi lancar!!" pekik bu Sinta, seraya mengusap tangan putrinya.
"Amiin bu, doakan semuanya dipermudah oleh ALLAH!!" balas Aisyah merasa bersyukur.
"Ya sudah, ibu mau berangkat dulu!! Kamu segeralah siap-siap!" pamit bu Sinta, lalu bergegas menghampiri sang cucu didalam mobil.
"Daa...sayang!!" seru Aisyah melambai, saat mobil yang dibawa bundanya perlahan-lahan mulai melaju.
Setelah itu, Aisyah kembali masuk kedalam untuk bersiap-siap, sambil menunggu kedatangan kakak dan iparnya.
Singkat waktu, Aisyah sudah rapi dengan setelan casualnya, yang dipadukan jilbab bewarna putih bersih. Dirinya masih duduk didepan kaca rias, menarik kedua sudut bibirnya, berharap apapun yang terjadi nanti dia bisa menghadapinya dengan lapang dada.
Pantulan senyum dikaca tak luput memberikan semangat olehnya, meyakinkan, bahwa semuanya akan segera berakhir, tanpa adanya penyesalan apapun. Tidak adalagi kecemasan berlebih, tidak ada juga tekanan batin lagi. Hidup terus berjalan dengan semestinya. Aisyah menyadari semakin ikhlas dengan ketentuan Tuhanya, bahwa yang telah menjadi takdirnya dulu, mungkin hanya bersinggah memberinya ujian, walaupun bertahta PERNIKAHAN.
Tok...tok...
"Ara...apa sudah siap?!" seru Meisya sambil mengetuk pintu.
Aisyah tersenyum, pandanganya beralih kearah pintu. Dia segera mengambil tas jinjingnya, lalu bangkit menuju pintu.
Ceklek..
"Apa penampilan Ara, tidak berlebihan mbk?!" Aisyah menatap tubuhnya sendiri, menunggu kritik dan saran dari iparnya itu.
Meisya memgang dagu, sempat berpikir dengan keras, walau akhirnya tawa receh yang dia persembahkan untuk sang adik ipar.
"Selalu maksimal!!" kekehnya, "Tunjukan pada Bagas, bahwa kamu dapat berdiri dibawah kakimu sendiri, setelah perceraian nanti!! Mbak dan mas Mahar selalu mendoakan yang terbaik untukmu. Ya...syukur-syukur setelah ini dapatnya berondong!! Upsss!!" canda Meisya yang disambut tawa lepas oleh adik iparnya.
Meisya adalah ipar yang mungkin satu dari seribu ipar pada umumnya, dapat bersikap tulus oleh adik dari suaminya, walaupun dia tahu jika Aisyah bukan putri kandung kedua mertuanya. Didikan Mahar sangat berhasil, dapat menjadikan istrinya begitu mecintai serta menyayangi keluarganya, tanpa dia pernah merasa iri dengan apapun yang dia dapat dari bu Sinta.
"Sudah, ayo berangkat!! Abah sudah menunggu dimobil!!" sahut Mahar dari luar, sambil melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.
Aisyah dan juga Meisya hanya mengaguk, lalu segera mengikuti langkah Mahar menuju depan.
Mobil melaju dengan kecepatan rata-rata, mengingat pagi ini jalanan kota sudah agak lega, dari sebelumnya pukul 7.
Sementara di kediaman Basalamah, Bu Dewi sudah bersiap-siap akan menemani sang putra, hingga langkah kaki membawanya menuju depan.
"Melati tidak ikut?!" tanya sang ibu, yang melihat putranya baru keluar dari dalam ruangan kerjanya. Bu Dewi sempat mengernyit sejenak, melihat penampilan Bagas yang tidak seperti biasanya.
"Aku tidak mengajak......." ucapanya menggantung, setelah dari dalam, terdengar deru langkah kaki yang turun menapaki satu-persatu anak tangga.
Tap...tap...tap
"Aku ikut, bu!" sahut Melati dari atas, hingga dia berhasil turun, dan saat ini tengah berada dihadapan mertua dan suaminya.
Bagas mendesah keras, berkacak satu pinggang, karena menahan geram terhadap istri keduanya itu. Namun saat ini bukan hal yang tepat, untuk meributkan segala sesuatu.
"Sudahlah Bagas!! Melati juga istrimu, jadi biarkan saja dia ikut!" bela sang ibu, jelas sekali jika wanita tua itu begitu menyayangi menantu keduanya.
Melati mendekat kearah suaminya, menggaet lengan Bagas, tersenyum puas karena sebentar lagi suaminya akan berpisah secara resmi oleh Aisyah.
"Aku kan sudah bilang mas, aku akan selalu menemanimu dalam hal apapun!! Jadi, kamu jangan terlalu cemas nanti!" pekik Melati.
"Ibu memang tidak salah, menyuruhmu menikahi Melati, Bagas!! Dia tidak hanya berperan menjadi istri, tapi sekaligus rekan hidup, yang setiap saat, selalu mengorbankan waktunya untukmu!! Mamah saja bangga, memiliki menantu Melati!" ucap bu Dewi terpancar rasa bangga serta puas.
"Sudah, lebih baik kita berangkat saja!!" Bagas segera menghempas tangan istrinya, lalu melenggang keluar terlebih dulu.
Mengingat jarak antara pengadilan dan rumah keluarga Basalamah lebih dekat, jadi keduanya tiba hanya berselisih menit saja, dengan datangnya keluarga tuan Abdullah terlebih dulu.
Mobil mewah yang Mahardika bawa, sudah memasuki PENGADILAN AGAMA KOTA BATU.
Aisyah, dan sang ayah masuk terlebih dahulu untuk mengambil nomor antrian yang telah tersedia. Sementara Mahar dan istrinya Meisya, dia masih mencari parkir yang lega, diantara banyaknya mobil yang sudah tiba.
Mahar dan istrinya, sempat menghentikan langkah sejenak, saat melihat mobil Bagas beserta keluarganya baru saja tiba, dan hanya bejarak beberapa meter dari posisi tempatnya.
Bagas turun terlebih dahulu, berniat untuk menyapa kedua orang yang berdiri dihadapan mobilnya, karena status diantara mereka masih resmi antara adik dan kakak ipar.
"Mas Mahar, mbak Meisya...!! Apa Aisyah sudah tiba?!" sapa Bagas memecah kecanggungan antara mereka.
Meisya yang melihat istri kedua Bagas tampak mengeratkan tanganya dilengan adik iparnya itu, sontak saja ingin mual dan merasa tidak tahu malu.
"Sudah!! Kalian masuk saja!" jawab Mahar tanpa ekspresi.
"Ngapain sih mas, dijawab segala!! Lebih baik kita masuk saja, kasian Abah sama Ara menunggu lama!!" bisik Meisya kepasa suaminya, karena merasa muak harus berhadapan dua wanita ular itu.
Selepas kepergian Mahar dan Meisya, bu Dewi dengan wajah angkuhnya, langsung memberi isyarat kepada sang putra, agar segera masuk juga.
Aisyah sudah masuk terlebih dahulu, dengan keluarganya. Dia diminta duduk didepan oleh pihak hakim, karena nanti akan diberi beberapa pertanyaan, untuk melancarkan jalanya persidangan.
Pertemuan yang dia idam-idamkan selama di Turki, akhirnya terjawab sudah dengan pertemuanya didalam meja persidangan. Rasa lelah dalam perjuanganya selama 3 tahun, akhirnya selesai juga dipengadilan agama.
Aisyah beberapa kali menarik nafas dalam, menetralkan perasaanya agar lebih rileks. Beberapa menit menunggu, akhirnya Bagas beserta keluarganya berhasil memasuki ruangan sidang.
Bagas juga diarahkan untuk duduk didepan berjarak dengan posisi istrinya, dengan pengacara yang sudah datang terlebih dahulu. Dia menoleh kearah sang istri, berharap apa yang terjadi hari ini adalah mimpi belaka. Dada Bagas terasa sesak, ingin sekali berteriak dihadapan hakim, bahwa dia tidak ingin berpisah dengab istrinya.
Sementara Aisyah, dia lebih tenang dari biasanya. Merasa ditatap suaminya, sudah tidak lagi dia hiraukan. Apan yang dia harapkan, sangat bertolak belakang, dari ungkapan batin Bagas saat ini. Aisyah berharap semua ini akan segera selesai, dan dia dapat menjalani kehidupan dengan putranya lebih tenang.
"Saudari Aisyah Kartika, apa anda yakin, ingin berpisah dengan saudari Bagas Pangarep Basalamah?!" tanya hakim mengedarkan pandang kepada kedua orang didepanya.
Dengan tegas, dan jawaban mantap, Aisyah segera membuka suara, "Saya yakin, pak!! Saya sudah tidak bisa lagi mempertahankan rumah tangga saya!!"
"Silahkan ibu Aisyah, apa yang anda ingin katakan sebagai penguat anda mengajukan gugatan terhadap bapak Bagas!!" Seru hakim ketua kembali.
Pengacara keluarga Abdullah mulai membuka lampiran kertas, yang dimana terdapat beberapa bukti, atas penghianatan yang Bagas lakukan.
"Penggugat sudah tidak bisa lagi melanjutkan rumah tangganya, karena penggugat mendapat ketidak adilan dalam rumah tangganya, setelah penggugat pulang dari tugas mengajarnya di Turki. Yang kedua, penggugat telah dimadu secara diam-diam oleh pihak tergugat, dengan alasan yang tidak begitu masuk akal. Dan yang ketiga, penggugat hanya meminta keadilan atas dirinya, untuk mengambil hak asuh terhadap putranya, di karenakan putra mereka masih dibawah umur, jadi masih berhak mendapat naungan dari pihak ibunya!!" seru pengacara Aisyah yang didampingi oleh sang kakak, Mahardika.
Bu Dewi yang duduk disebelah pengacara putranya, sudah merasa ketar ketir, karena takut jika putranya akan dikenakan pasal pernikahan ilegal, tanpa sepengetahuan sang istri.
Terlihat, jika wanita tua itu berbisik kepada pengacaranya, untuk membantu meluruskan jalanya persidangan.
Hakim ketua hanya mengangguk, kemudian dia menatap kearah Bagas, "Apa benar, tuduhan yang dilayangkan saudari penggugat kepada anda, pak Bagas?!"
"Begini pak, saya hanya ingin meluruskan atas pihak tergugat melakukan poligami. Sebelumnya, dari pihak keluarga sudah melarang saudari Aisyah untuk mengambil tugasnya di Turki, namun pihak penggugat tetap kekeh dalam pendiriannya. Dan yang kedua, untuk masalah memadu, Saudari Bagas terpaksa melakukan itu, karena putranya masih membutuhkan figur ibu, untuk menemani masa kembangnya. Dan satu lagi, saudari Bagas sebagai seorang laki-laki yang sehat jasmani maupun rohani, sangat menjaga marwahnya, dengan itu memutuskan untuk menikahi istri keduanya, karena tidak ingin menimbulkan fitnah, ataupun hubungan diluar kendali antara mereka!!" jelas pengacara Bagas.
"Sebentar, disini saudara Bagas sebelumnya sudah memberikan izin kepada saudari Aisyah. Jadi, saya tidak pernah membenarkan tentang pembelaan yang anda ucapkan barusan!!" sahut pengacara Aisyah dengan tegas.
Bu Dewi masih berbisik kepada pengacaranya, untuk menjatuhkan menantunya itu.
"Sebentar hakim ketua, tapi saya rasa disini pihak penggugat lebih mementingkan karirnya, daripada keluarganya sendiri. Karena pada saat kepergiannya, saudari Aisyah meninggalkan putra yang masih berusia 2 tahun, jadi saudari Bagas terpaksa harus menikah lagi!!"
Keluarga tuan Abdullah menahan geram, akibat pembelaan yanh dilakukan pihak Bagas, seolah sedang memutar balikan fakta yang sebenarnya.
'Terus saja berdebat, hingga pada akhirnya mas Bagas akan menjadi miliku selamanya!' batin Melati yang tengah duduk anggun, tertawa dalam batinya
aq jd nya ilfeel ma kamu Bas,,aq kira kamu benar2 pria baik2..ternyata g lebih baik dr Bagas, demi mendapatkan hati Aisyah kamu menghalalkan sgala cara..mudah2an Dinda mengetahui kejelekan kaka nya...
Bagas vs Prabu..😁
tp maaf kaa,,suka salah sebut nama alias ketuker tuker 🤭
ingat tensi buuu jangan marah2 aj bawaan nya 🤨
selamat datang penyesalaaan,,karena kamu berhasil membuang berlian dn memilih batu kerikil!!!
🦋✨ 1 Atap terbagi 2 surga✨🦋, akan dilanjut seasen 2nya. bagusnya dibuat novel baru, atau dilanjut disini ya.
yang mau lihat ke uwuan kebucinan pak rektor sama bu dosen, yuk comen-comet 😍😍
tidak semudah itu Fergusooo,,lo harus langkahin dlu tuh mayat nya Aisyah..Aisyah lebih berhak atas diri Nalendra, karena dia ibu KAN..DUNG..NYAAAA,,,faham kamuuu???
emosi aq..😤😤😤