Sandra, gadis yang hidup sengsara di keluarga kaya Hartawan. Sejak kecil, ia diperlakukan kejam oleh orang tuanya, yang sering memukul, menyalahkannya, dan bahkan menjualnya kepada pria-pria tua demi uang agar memenuhi ambisi keuangan orang tuanya. Tanpa Sandra ketahui, ia bukan anak kandung keluarga Hartawan, melainkan hasil pertukaran bayi dengan bayi laki-laki mereka
Langit, yang dibesarkan dalam keluarga sederhana, bertemu Sandra tanpa mengetahui hubungan darah mereka. Ketika ia menyelidiki alasan perlakuan buruk keluarga Hartawan terhadap Sandra, ia menemukan kenyataan pahit tentang identitasnya. Kini, Langit harus memilih antara mengungkapkan kebenaran atau tetap bersama Sandra untuk melindunginya. Sementara Sandra, cinta pertamanya ternyata terikat oleh takdir yang rumit bersamanya.
#foreducation
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Littlesister, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Honeymoon
Pada awal bulan keempat pernikahan, Sandra dan Damar baru saja sempat untuk pergi berbulan madu ke Bali. Karena setelah menikah mereka belum sempat berlibur. Hanya sekedar menonton film, berbelanja dan makan bersama. Damar mengajak Sandra untuk refreshing. Mereka menghabiskan waktu bersama selama seminggu penuh dengan berbagai aktivitas romantis dan menyenangkan. Meskipun Sandra masih merasa ragu terhadap pernikahannya, ia berusaha menikmati momen tersebut.
Agenda hari pertama mereka di bali adalah menikmati kuliner di sana. Damar dah Anisa duduk di meja restoran tepi pantai, menikmati suasana tenang sambil mencicipi makanan khas Bali. Damar tampak antusias mencoba berbagai hidangan, sementara Sandra terlihat tenang, tapi sesekali tersenyum kecil melihat tingkah suaminya.
"Sayang, serius, ini sate lilitnya enak banget. Nih, kamu coba deh. Jangan cuma liatin doang." ucap Damar.
"Ya udah, kasih sini. Tapi kamu jangan bohong bilang enak kalau ternyata biasa aja." balas Sandra.
Sandra mencicipi sate lilit yang diberikan Damar. Ia mengangguk pelan, menunjukkan ekspresi puas.
"Hati-hati, Sayang. Kamu nggak kuat pedas. Jangan sampai nanti nangis di depan orang banyak." Damar memperingatkan.
"Kamu pikir aku lemah? Aku coba nih." timpal Sandra.
Sandra mengambil sedikit sambel matah dan mencicipinya. Namun, hanya dalam hitungan detik, ia mulai terbatuk-batuk. Damar tertawa keras melihat ekspresinya.
"Apa aku bilang? Jangan terlalu percaya diri kalau soal pedas!" ledek Damar.
"Jahat kamu, Mas. Aku cuma penasaran. Tapi serius, ini enak banget. Kamu harus coba!" ucap Sandra.
Percakapan mereka terus berlanjut dengan candaan ringan, menciptakan suasana santai dan menyenangkan.
Keesokan harinya, mereka berjalan santai di sepanjang pantai. Damar terlihat lebih aktif, sesekali mencipratkan air ke arah Sandra. Mereka menikmati angin sepoi-sepoi. Suasananya nyaman.
"Sayang, liat deh! Itu ada ikan kecil. Coba kamu lihat, ada di situ tuh." suruh Damar.
"Mana? Kok aku nggak lihat?" balas Sandra.
Saat Sandra sibuk mencari, Damar tiba-tiba mencipratkan air ke wajahnya. Sandra terkejut, lalu tertawa kecil.)
"Mas! kamu jahat banget!" seru Sandra.
Sandra mengejar Damar yang sudah lebih dulu kabur, lalu bergantian Sandra yang mencipratkan air ke Damar. Mereka terus bercanda, dan tawa mereka menggema di pantai yang indah.
Pada hari ketiga di Bali, Damar dan Sandra memutuskan untuk mencoba banana boat. Mereka terlihat menikmati wahana tersebut sampai akhirnya boat terguling, dan mereka terjatuh ke air.
"Mas! Aku takut tenggelam, Tolong aku dong!" ragu Sandra.
"Tenang, kan kamu pakai pelampung. Kamu nggak akan tenggelam!" sahut Damar
"Tetap aja, Mas. Aku panik!" balas Sandra.
"Aku di sini, kok. Pegang aku aja kalau kamu takut." Damar mengulurkan tangannya untuk membantu Sandra naik.
Mereka akhirnya naik kembali ke boat sambil tertawa, meskipun Sandra masih merasa sedikit panik. Pengalaman yang sangat seru baginya. Dengan Damar ia mencoba semua yang belum pernah ia coba selama hidupnya.
"Ini seru, tapi kamu jangan main-main lagi, ya. Aku nggak mau panik lagi, aku beneran takut!" ucap Sandra.
"Siap, Kapten. Aku janji, aku nggak akan main-main lagi." timpal Damar.
Mereka melanjutkan permainan dengan semangat, tertawa dan bercanda sepanjang perjalanan. Mereka naik kembali untuk menikmati wahana yang seru itu.
Agenda hari keempat di sana adalah untuk melihat sunset di pantai, mereka duduk di tepi pantai, menikmati matahari terbenam. Damar mengeluarkan kamera untuk memotret Sandra.
"Sayang, aku serius. Kamu cantik banget di sini. Sini, aku fotoin kamu." ajak Damar.
"Ah, lebay kamu, Mas. Tapi boleh deh, fotoin aja." timpal Sandra.
Damar memotret Sandra dengan beberapa gaya. Setelah itu, mereka duduk berdampingan sambil menikmati pemandangan. Dengan disertai angin malam yang dingin.
"Sunset ini indah banget, ya. Aku jadi lupa sama semua hal berat yang pernah aku lewati." puji Sandra.
"Makanya, Sayang. Nikmati momen ini. Kita harus bersyukur masih bisa bareng dan bahagia kayak gini." balas Damar.
Sandra hanya tersenyum kecil, merasa sedikit tenang meskipun ada keraguan yang masih tersimpan di hatinya. Walaupun begitu, ia menikmati agenda sore ini, sunset di sana lebih jauh indah daripada di Jakarta.
Keesokan harinya, di kamar hotel tempat mereka menginap, Damar memegang masker wajah sambil tersenyum menggoda ke arah Sandra yang sudah memakai masker lebih dulu. Mereka mengenakan masker wajah berbentuk lembaran, masing-masing dengan desain lucu—Damar dengan motif panda dan Sandra dengan motif kelinci. Suasana santai, dan Arman tampak menikmati momen itu.
“Ini beneran buat cowok juga? Jangan-jangan muka aku malah makin aneh.” tanya Damar.
“Tenang, ini cuma masker biasa. Siapa tahu nanti muka kamu makin glowing!” jawab Sandra.
Damar tertawa dan menarik Sandra ke depan cermin besar di kamar hotel. Ia mengambil ponselnya, lalu merangkul pinggang Sandra dengan satu tangan sambil memegang ponsel dengan tangan lainnya untuk mengambil selfie.
"Senyum, Sayang! Eh, jangan ketawa. Masker kamu udah mulai geser." larang Damar.
"Ini kamu yang bikin aku ketawa, bukan aku sengaja." ucap Sandra.
Hari terakhir honeymoon mereka di Bali, Damar dan Sandra mengunjungi sebuah toko oleh-oleh terkenal untuk membeli beberapa barang sebagai kenang-kenangan dan hadiah untuk keluarga serta teman-teman di Jakarta. Toko itu ramai dengan pengunjung, dipenuhi dengan aroma khas rempah dan kerajinan tangan Bali.
"Sayang, sini dulu. Lihat deh. Kayaknya ini bagus buat oleh-oleh buat keluarga aku. Kamu suka nggak?" tanya Damar.
"Iya, bagus. Pie susu kan khas banget di sini. Aku juga mau beli beberapa buat teman-teman aku." jawab Sandra.
"Teman-teman kamu? Oh iya, aku lupa, kamu kan nggak terlalu deket sama mereka belakangan ini. Tapi ya udah, beliin aja. Hitung-hitung lo bisa reconnect lagi." ucap Damar .
"Iya, aku pengen tetep jaga hubungan baik sama mereka, sih." balas Sandra.
Setelah memilih beberapa barang lagi, mereka menuju kasir. Damar menepuk dompetnya dengan percaya diri.
"Tenang, Sayang. Aku yang bayar semuanya. Honeymoon, kan? Harus full service dari aku." pamer Damar.
"Iya, iya. Makasih, Mas." ucap Sandra.
Setelah selesai membayar, mereka berjalan keluar toko dengan kantong belanjaan penuh di tangan.
"Jadi, Sayang. Apa kesan kamu selama honeymoon ini? Bahagia, kan?" tanya Damar.
"Iya, aku bahagia. Bali itu indah banget. Dan kamu... kamu cukup bikin aku nyaman." jawab Sandra.
Damar tersenyum bangga mendengar jawaban itu. Karena merasa ia berhasil membuat wanita yang dulu menolaknya, kini malah merasa nyaman dengannya. Mereka kemudian berjalan kembali ke hotel untuk bersiap pulang ke Jakarta.
Saat telah tiba di Jakarta, mereka segera membersihkan diri sambil menatap barang bawaan mereka. Sandra mandi lebih dulu dan Damar yang menunggu Sandra selesai mandi, memposting foto dan video selama honeymoon mereka. Foto-foto romantis di pantai, saat makan bersama, melihat sunset, memakai masker wajah bersama, foto-foto saat pergi berbelanja oleh-oleh dan video mereka bermain banana boat memenuhi feed Instagram Damar. Salah satu caption berbunyi:
"Honeymoon with the most beautiful woman in my life. Lucky to have her."
Setelah Sandra selesai mandi, ia yang melihat postingan itu tersenyum kecil dan merepost beberapa story Damar ke akun Instagramnya dengan caption sederhana:
"Cherishing every moment."
Sementara, Langit sedang duduk di kamarnya ketika ia melihat postingan Damar di Instagram. Hatinya terasa berat melihat kebahagiaan Sandra bersama orang lain. Teman-temannya di grup WhatsApp mulai membahas postingan tersebut.
"Dia... Dia kelihatan bahagia banget. Apa gue salah selama ini? Apa gue nggak pernah berarti buat dia?" batin Langit.
"Guys, lo lihat nggak postingan Damar? Dia pamer banget sama honeymoon-nya. Dia benar-benar pamer banget sama Sandra Apa-apaan sih itu." ucap Leo, teman Langit.
"Gue nggak tahu kenapa, tapi gue ngerasa kayak mereka sengaja banget bikin Langit sakit hati." sambung Leo.
"Gue rasa itu cuma pencitraan. Pasti Sandra nggak sebahagia yang kelihatan." ucap Gina, salah satu teman perempuan Langit.
"Ngit, gue tahu ini berat buat lo, tapi lo harus tetap kuat. Jangan peduliin mereka." hibur Raffi.
"Gue nggak apa-apa, guys. Kalau dia bahagia, gue juga harus bahagia buat dia." balas Langit.
"Bahkan untuk hal kecil kayak gini... mereka terlihat begitu dekat. Apa gue harus terus lihat semua ini? Kenapa gue nggak bisa lupain dia?" batin Langit.
Ia tertuju pada foto Damar yang memeluk pinggang Sandra ketika memakai masker wajah, mereka terlihat bahagia. Bahkan hanya untuk hal kecil seperti itu.
Meskipun Langit mencoba terlihat tegar, teman-temannya tahu bahwa ia sedang berusaha keras menyembunyikan rasa sakitnya. Mereka terus menyemangatinya agar ia tidak merasa sendiri.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah menikah, Sandra merasa ia jarang memiliki waktu untuk berkumpul dengan teman-temannya lagi. Ia memutuskan untuk mengundang mereka bertemu di sebuah kafe favorit mereka dulu. Sandra juga ingin memberikan oleh-oleh yang ia bawa dari Bali sebagai tanda perhatian. Raffi langsung setuju, tetapi Langit sempat menolak dengan alasan sibuk. Namun, rasa rindu Langit kepada Sandra membuatnya akhirnya menerima undangan tersebut.
Anisa datang lebih awal ke kafe, membawa tas berisi oleh-oleh. Ia memesan beberapa minuman untuk teman-temannya sambil menunggu mereka tiba. Tidak lama kemudian, Raffi dan teman-temannya, termasuk Langit mulai berdatangan.
"Sandra! Akhirnya lo ngajak kita ngumpul juga. Gue pikir lo udah lupa sama kita setelah jadi istri orang." sapa Raffi.
"Ya ampun, Raffi. Kamu pikir aku segitu sibuknya? Aku memang nggak sempat, tapi aku nggak lupa kok." balas Sandra.
"Wah, Sandra. Lo kelihatan beda. Makin cantik aja, nih. Mungkin karena baru balik honeymoon, ya?" puji Gina.
"Ah, kamu bisa aja, Gina. Aku sama aja, kok." jawab Sandra.
"Wih, siapa nih? Orang sibuk ya?" ucap Leo, teman Langit.
Langit tiba terakhir. Ketika ia melihat Sandra, ada senyum tipis di wajahnya meskipun hatinya terasa campur aduk. Ia mencoba bersikap biasa saja dan duduk di pojok, sedikit menjauh dari yang lain.
"Langit, makasih udah datang. Aku tahu kamu sibuk, tapi aku seneng kamu sempatin waktu." ucap Sandra.
"Nggak apa-apa, San. Lagipula, udah lama kita nggak ketemu." balas Langit.
Sandra mengangguk pelan, merasakan sedikit kecanggungan di antara mereka. Namun, ia berusaha membuat suasana tetap santai. Sandra mengeluarkan beberapa oleh-oleh yang dibelinya untuk diberikan kepada mereka.
"Jadi, aku bawain ini dari Bali. Aku tahu ini nggak seberapa, tapi aku pengen ngasih buat kalian." ucap Sandra.
Ia memberikan gantungan kunci berbentuk penari Bali untuk masing-masing teman, dan beberapa pie susu khas Bali. Masing-masing mendapatkan oleh-oleh itu.
"Wah, San. Lo baik banget. Gue nggak nyangka lo masih inget bawa oleh-oleh buat kita." ucap Raffi.
"Ini lucu banget, San. Gantungan kuncinya cocok buat koleksi gue. Makasih banyak, ya." sambung Gina.
"Makasih, Sandra. Aku nggak nyangka kamu masih perhatian sama kita." ucap Langit.
"Ya iyalah, Langit. Kalian kan teman-teman aku. Aku nggak mungkin lupa." balas Sandra.
Suasana perlahan menjadi lebih santai. Mereka mulai berbincang tentang berbagai hal, mengenang masa-masa sebelum Sandra menikah.
"Jadi, San. Gimana rasanya jadi istri orang? Apalagi sama Damar, yang terkenal perfeksionis itu." tanya Raffi.
"Biasa aja, sih. Aku masih adaptasi, tapi aku usahain semuanya berjalan baik." jawab Sandra.
"Gue lihat postingan lo sama Arman waktu di Bali. Seru banget kayaknya, ya?" tanya Gina.
"Iya, seru kok. Bali itu indah banget, dan aku banyak pengalaman baru di sana." Sandra antusias dengan pertanyaan Gina.
Langit hanya diam, mendengarkan dengan senyuman tipis. Hatinya terasa berat setiap kali mendengar nama Damar, tetapi ia berusaha tidak menunjukkan perasaannya.
"Ngit, lo kok diem aja? Biasanya lo paling banyak ngomong, nih." tanya Leo
"Gue cuma dengerin aja. Sandra banyak cerita, gue nggak mau motong." jawab Langit
Sandra melirik ke arah Langit, merasa sedikit bersalah atas keheningan Langit, tetapi ia tidak tahu harus berkata apa. Raffi, yang melihat kecanggungan itu, mencoba mengubah topik.
"Eh, ngomong-ngomong, San. Lo harus sering ngajak kita nongkrong lagi, dong. Kita kangen sama lo." ajak Raffi.
"Iya, aku usahain. Aku juga kangen sama kalian semua." balas Sandra.
Percakapan perlahan menjadi lebih santai. Mereka tertawa dan bercanda, mengenang masa lalu mereka bersama. Meskipun Langit tetap terlihat lebih pendiam, ia merasa lega bisa melihat Sandra lagi, meskipun dalam konteks yang berbeda.
Meskipun suasana terasa ringan, ada ketegangan yang tak terucapkan di antara Sandra dan Langit, yang hanya mereka berdua yang menyadarinya. Namun, di balik semua itu, pertemanan mereka tetap menjadi penghubung yang kuat, meskipun takdir membawa mereka ke jalan yang berbeda.
Saat sedang bercanda dengan teman-temannya di kafe, ponsel Sandra tiba-tiba bergetar di atas meja. Ia melihat layar dan langsung tahu bahwa Damar menelepon. Teman-temannya yang duduk di meja, terutama Gina dan Raffi, mulai memperhatikan, berusaha menyimak percakapan Sandra meskipun pura-pura sibuk dengan obrolan mereka.
"Halo, Mas? Ada apa?" tanya Sandra.
"Sayang, masih di kafe, kan? Udah sore. Pulang sekarang, ya. Aku nunggu di rumah." jawab Damar.
"Iya, aku masih di sini. Sebentar lagi aku pamit." ucap Sandra.
"Aku nggak mau gak kelamaan, Sayang. Aku tunggu di rumah, ya. Jangan bikin aku kangen kelamaan." timpal Damar.
Raffi mengangkat alis mendengar panggilan "Sayang" itu, sementara Gina mencoba menahan senyum. Langit, di sisi lain, hanya menunduk dan menggenggam gelas kopinya lebih erat.
"Iya, Mas. Aku ngerti. Aku selesai ngobrol bentar lagi." balas Sandra.
"Sayang, kamu nggak capek kan? Kalau capek bilang aku, biar nanti aku pijetin. Pokoknya aku nggak mau kamu sakit, ya." sambung Damar.
Gina memandang Raffi sambil menahan tawa kecil, mencoba mencerna nada manis Damar yang terkesan dibuat-buat. Langit tetap diam, meski rahangnya sedikit mengeras.
"Nggak kok, aku nggak capek. Aku selesai bentar lagi, ya." ucap Sandra.
"Bagus, Sayang. Hati-hati di jalan, ya. Gue tunggu di rumah." balas Damar.
"Iya, Mas. Makasih." tutup Sandra.
Sandra menutup telepon, lalu menghela napas pelan. Semua orang di meja memperhatikannya dengan berbagai ekspresi. Gina akhirnya membuka suara.
"Sayang, katanya? Wah, Sandra. Suami lo romantis banget ya. Sampai nggak tahan lo kelamaan nongkrong sama kita." ledek Gina.
"Iya, dia bener-bener bikin semua orang tahu kalau dia punya istri. Kayaknya sengaja biar kita semua dengar, deh." timpal Raffi.
"Ya ampun, Raffi. Nggak kok. Dia cuma khawatir aku kelamaan aja, kok." ucap Sandra.
"Khawatir atau cemburu? Dia tahu lo lagi kumpul sama Langit, mungkin?" tanya Gina
Sandra terdiam sejenak, melirik Langit yang masih duduk diam tanpa ekspresi.
"Udah, Gina. Jangan bikin suasana makin awkward. Tapi serius, Sandra, Damar posesif banget, ya?" ucap Raffi.
"Dia cuma perhatian. Aku pamit aja sekarang, ya. Makasih banget udah nyempetin waktu kumpul." pamit Sandra.
"Iya, Sandra. Hati-hati di jalan. Jangan lupa kabarin kita kapan-kapan." balas Gina
"San, kalau ada apa-apa, lo tahu harus hubungin siapa, kan? Kita selalu ada buat lo." timpal Raffi.
Sandra mengangguk membalas Raffi. Lalu berdiri dan menatap Langit sejenak. Langit tetap menunduk, tetapi akhirnya mengangkat wajahnya untuk membalas tatapan Sandra.
"Langit, makasih udah datang. Aku tahu ini nggak gampang, tapi aku seneng kamu sempetin waktu buat ketemu." jelas Sandra.
"Iya, Sandra. Hati-hati di jalan, ya." balas Langit
Sandra tersenyum kecil, lalu melangkah keluar kafe. Setelah ia pergi, suasana di meja menjadi lebih sunyi. Raffi akhirnya memecahkan keheningan.
"Gue nggak tahu kenapa, tapi tadi gue ngerasa Damar sengaja banget nunjukin kalau dia dominan di hubungan itu." ucap Raffi
"Iya, lo denger sendiri kan dia manggil-manggil ‘Sayang’ berkali-kali? Itu udah jelas banget buat pamer, terutama kalau dia tahu ada Langit di sini." setuju Gina
"Ngit, lo nggak apa-apa? Lo diem aja dari tadi." tanya Leo
"Gue nggak apa-apa. Dia suaminya, wajar kalau dia manggil kayak gitu. Gue cuma... ya, harus belajar terima aja." jawab Langit.
"Lo lebih dari sekadar temen biasa buat dia, Ngit. Gue yakin itu. Tapi sekarang, lo harus fokus buat sembuhin hati lo dulu." hibur Raffi.
"Iya, Ngit. Kita tahu ini berat, tapi lo harus inget, lo nggak sendiri. Kita ada buat lo." sambung Gina
Langit hanya mengangguk pelan, merasa lega mendengar dukungan teman-temannya, meskipun rasa sakitnya belum hilang. Ia mencoba tersenyum, meski hatinya terasa hancur mendengar panggilan "Sayang" yang seharusnya ditujukan olehnya kepada Sandra.
tolong mampir lah ke beberapa novel aku
misal nya istri kecil tuan mafia