Dipinang adiknya, tapi dinikahi kakaknya. Loh!! Kok bisa? Terdengar konyol, tapi hal tersebut benar-benar terjadi pada Alisya Mahira. Gadis cantik berusia 22 tahun itu harus menelan pil pahit lantaran Abimanyu ~ calon suaminya jadi pengecut dan menghilang tepat di hari pernikahan.
Sebenarnya Alisya ikhlas, terlahir sebagai yatim piatu yang dibesarkan di panti asuhan tidak dapat membuatnya berharap lebih. Dia yang sadar siapa dirinya menyimpulkan jika Abimanyu memang hanya bercanda. Siapa sangka, di saat Alisya pasrah, Hudzaifah yang merupakan calon kakak iparnya justru menawarkan diri untuk menggantikan Abimanyu yang mendadak pergi.
*****
"Hanya sementara dan ini demi nama baikmu juga keluargaku. Setelah Abimanyu kembali, kamu bisa pergi jika mau, Alisya." ~ Hudzaifah Malik Abraham.
Follow ig : desh_puspita
******
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29 - Mana Darahnya?
Dalam hitungan detik, Hudzai berhasil membenamkan miliknya dalam satu kali hentakan. Beberapa saat dia mendongak dan mulut menganga lantaran merasakan pijatan dari lorong sempit nan basah milik sang istri.
Sementara itu, Alisya yang tak menduga Hudzai akan menghentakkan tubuhnya sontak menjerit. Sakit dan ngilu yang dia rasakan membuatnya sampai meneteskan air mata.
Tidak ingin tangis istrinya semakin menjadi, Hudzai membungkam bibir sang istri dengan ciuman.
"Sakit?" tanya Hudzai lembut.
Pertanyaan konyol, Alisya sampai menepuk lengannya sebelum menjawab. "Masih tanya, sakit lah ... orang dihentakin begitu," protesnya sembari menyeka air mata.
Hudzai lagi-lagi tersenyum tipis, nyaris tak terlihat di wajah teduhnya. Beberapa saat dia menunggu, tanpa bergerak lebih dulu hingga Alisya mampu menerima dan terbiasa akan rasanya.
"Masih sakit?" tanya Hudzai sembari memberikan rang-sangan dengan sentuhan jemari demi mengurangi rasa sakitnya.
Alisya yang malu-malu mau menggeleng pelan. Hendak dia katakan geli juga tidak mungkin, jelas saja malu.
Melihat reaksi sang istri, barulah Hudzai mulai bergerak semampu dan nyamannya. Tak lupa memerhatikan sang istri juga, hendak bagaimanapun dia tidak boleh egois dalam permainan, apalagi ini malam pertama.
Bermodalkan insting sebagai pria dewasa yang memang menginginkan wanita, Hudzai pelan-pelan membawa sang istri menembus nirwana.
Tak ubahnya bak pasangan saling cinta, keduanya tidak mengingkari kenikmatan surga dunia yang kini mereka rasa.
Tidak ada lagi perasaan malu manakala naf-su sudah bergelora dan berkuasa. Alisya yang tadi sudah payah menahan agar tidak mende-sah, kini mulai mengeluarkan jeritan manja yang begitu candu di telinga Hudzaifah.
Candu dari suara itulah yang membuat Hudzai kian menggila. Sosok pria kalem dan tidak banyak ulah seolah musnah, berganti Hudzai yang liar dan seganas itu di atas ranjang.
Ritme pergerakannya juga mulai sedikit berubah, 27 tahun hidup tanpa pernah berbuat nakal membuat Hudzai begitu penasaran dalam hal bercinta.
Kini, kenikmatan itu dia rasakan dengan nyata, jelas saja tidak akan dia sia-siakan. Lenguhan Alisya yang seakan tak berdaya di bawahnya tidak membuat Hudzai berhenti, semakin menjadi iya.
Walau sudah dia usahakan, tapi memang tidak bisa. Entah karena Alisya yang terlalu lemah, atau memang teknik Hudzai luar biasa hingga Alisya melayang berkali-kali dibuatnya.
Tak munafik, Hudzai memang tidak sepenuhnya cupu seperti pandangan orang-orang. Layaknya pria lain, dia juga punya aib dan ya, dia juga pendosa.
Hanya berbeda cara saja, dia dewasa di lingkungan yang tak selamanya baik. Naluri dan rasa ingin tahu Hudzai yang tinggi jelas membuatnya tidak akan diam saja.
Walau memang tidak praktek, tapi dia paham teori. Kecanggihan teknologi juga begitu memadai, hanya katakan saja di mesin pencarian maka akan muncul edukasi yang dia cari.
Ya, Hudzai menganggap itu sebagai edukasi. Tidak seperti Azkara yang sampai menjadikan b0kep sebagai asupan setiap hari sampai ada laptop khusus untuk menampungnya, Hudzai hanya beberapa kali saja.
Tidak sampai berada di titik kecanduan, tapi bukan berarti tidak pernah, begitu kira-kira. Pun hal itu dia anggap ada tujuannya, karena setelah menikah apa yang dia saksikan dipraktikkan secara langsung tatkala sudah bertemu orang yang tepat.
Dan, orang itu adalah Alisya yang kini sampai mandi keringat akibat ulahnya. Terbukti kegiatan Hudzai bermanfaat karena ketika dihadapkan dengan sang istri dia sebodoh itu.
"Aa' ...." panggil Alisya sampai terputus-putus.
Hudzai yang masih fokus dengan kegiatannya tak bisa diganggu, dia terus memacu tubuhnya karena tak mungkin berhenti saat ini.
"Aa' bentar!!"
"Apa?" tanya Hudzai singkat tanpa menghentikan gerakannya, hanya sedikit lebih pelan saja.
"Mau pipish beneran!!"
"Tahan, Sayang, kita lakukan bersama-sama," bisiknya kembali mempercepat hentakannya.
Berusaha semaksimal mungkin untuk bisa membawa Alisya terbang bersama di akhir permainan. Kamar berukuran luas itu menjadi saksi bersatunya tubuh, keringat beserta cairan hangat dari pasangan pengantin itu.
Napas keduanya tersengal-sengal, oksigen di tempat itu seolah tak cukup untuk berdua. Keduanya saling memandang, di bawah remang-remang lampu tidur suasana di sana semakin terkesan romantis.
Lama sekali Hudzai pandangi dengan bertopang kedua tangan di sisi kanan dan kiri istrinya. Tubuh mereka masih menyatu, baru setelah merasakan geli tak tertahankan Hudzai menghempaskan tubuhnya di samping sang istri.
Beberapa saat keduanya terdiam, tidak ada pembicaraan karena sama-sama lelah.
"A," panggil Alisya dengan suara lesu dan membuat Hudzai sontak menoleh ke arahnya.
"Iya, Sya ... kenapa?"
"Boleh Neng minta sesuatu?"
"Boleh, minta apa memangnya?" tanya Hudzai menatap lesu sang istri dengan sisa-sisa tenaganya.
"Bisakah Aa' berjanji tidak akan pernah meninggalkanku setelah ini?" Penuh harap Alisya bertanya, dia seolah takut sekali ditinggalkan sang suami.
Secara tegas Hudzai mengangguk dan perlahan mendekat demi merengkuh sang istri.
"Hem, janji," ucap tanpa berat hati.
.
.
"Benar janji?"
Lima menit lalu Hudzai sudah berjanji, tapi Alisya kembali meminta lagi. Agaknya semua wanita itu memang sama, dulu Hudzai hanya mendengar cerita dari teman-tamannya, kini dia merasakan dengan sendirinya.
Dia mengangguk, matanya seolah tak sanggup lagi untuk bertahan. Lelahnya bukan main, baru Hudzai percaya bahwa candaan kaum Hawa tentang pria setelah berhubungan itu nyata.
Jujur saja Hudzai seperti tak lagi punya tenaga. Dia ingin tidur secepatnya, akan tetapi sebelum Hudzai benar-benar terpejam, sang istri menarik paksa dirinya untuk kembali terbangun.
"Ayo A', sebelum ketiduran."
"Capek Sya, lima menit lagi ya," ucapnya terdengar serak, Hudzai mulai mengabaikan panggilan sang istri saat ini.
"Eih jangan, nanti kebablasan ... minimal Wudhu saja, tidak perlu mandi kalau tidak kuat," ajak Alisya sedikit mendesak.
Jika masalah lelah, sebenarnya dia juga, sangat lelah malah. Akan tetapi, mau tidak mau dia harus mau, karena tidak mungkin langsung tidur setelah berhubungan badan.
Hudzai mengalah, dia beranjak bangun dan memungut celana pendek yang tadi sempat dia lempar begitu saja. Walau sebenarnya bisa saja tidak pakai apa-apa, tapi khawatirnya ketahuan kembali aktif di depan sang istri saja.
Dia yang merasa kasihan pada sang istri lagi-lagi berbaik hati membopongnya pasca lampu menyala. Menurut sepengetahuan Hudzai, jika pertama kali memang agak sedikit menyiksa dan wajar saja.
Akan tetapi, setelah berhasil membopong tubuh sang istri ada sesuatu yang membuat langkahnya terhenti.
Dia bahkan tidak berpindah dari posisi, terdiam begitu saja dan bergeming seketika. Pandangan Hudzai terfokus tempat tidurnya, tepat dimana sang istri berada tadinya.
"Sya," panggil Hudzai tanpa menatap ke arah Alisya, tapi masih terfokus ke tempat tidurnya.
"Iya, A'?"
"Mana darahnya?"
Deg
.
.
- To Be Continued -