Seorang pria muda yang sedang menunggu interview dan seraya menunggu panggilan, dia memilih meluangkan waktunya untuk menjadi driver ojek online, tapi pria yang bernama Junaidi ini cukup apes dan apesnya ini bukan hanya sekali dua kali, tapi berkali-kali.
Singkatnya, pada malam itu pria muda tersebut tengah terburu-buru untuk mengantarkan pesanannya, tanpa sengaja, dia menyerempet nenek tua yang sedang menyebrang jalan.
Bukannya menolong, dia justru acuh tak acuh dengan alasan takut diberi bintang satu jika terlambat datang.
Namun, siapa sangka kalau nenek yang dia serempet bukanlah sembarang nenek dan setelah malam itu, mata batinnya terbuka. Inilah KUTUKAN SEMBILAN PULUH SEMBILAN HARI yang harus Junaidi terima.
Cerita ini merupakan karya fiksi murni. Nama tempat, kejadian dan karakter yang disebutkan tidak memiliki koneksi dengan kenyataan dan hanya untuk tujuan kreatif semata ditulis oleh Tsaniova.
Jam Update pukul 9.00 pagi dan malam pukul 19.00 wib
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsaniova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Taruhan!
"Tapi, itu bukan urusan gua. Entah cerita itu benar atau enggak, gua fokus kerja aja," gumam Junaidi dalam hati, dia pun melanjutkan pekerjaannya.
Singkat cerita, sebelum pulang kerja, Junaidi menyempatkan diri untuk membuang sampah dari toilet, dia pun masuk ke toilet lantai dua dan saat itu ada seorang wanita yang memanggilnya dari belakang.
"Mas... Mas! Kalau jam segini sebaiknya nggak usah masuk ke toilet, lanjut besok lagi aja kerjanya," tuturnya, setelah mengatakan itu, dia pun pergi menuruni tangga dan Junaidi masih terdiam di depan pintu.
Lalu, sepasang tangan menariknya masuk membuat Junaidi gelapan, dia terkejut karena diseretnya begitu saja, kemudian pintu pun tertutup rapat. Brak! Suara pintu yang tertutup dengan paksa.
Semua orang yang berada di lantai satu mulai menatap ke arah tangga lantai dua, mereka terdiam, merinding dan segera berlarian keluar.
"Eh, bukannya tadi ada cleaning servis baru ya?" tanya seorang wanita yang tadi mengingatkan Junaidi pada rekan kerjanya.
"Nggak tau, Bu. Saya nggak lihat, nggak merhatiin dia," sahut teman kerjanya seraya menatap ke arah pintu kantornya.
Sementara itu, Junaidi sedang berusaha melepaskan cekikan di lehernya. "Lepasin gua!" ucapnya dengan tertahan.
Sementara itu, Melati yang bermata merah dan bibirnya menghitam itu semakin erat mencekiknya sedikit mengangkatnya sampai kaki Junaidi menggantung.
"Aaakhhh," pekik Junaidi yang hampir kehabisan nafas.
"Astaghfirullah," ucap Junaidi dan itu membuat Melati melepaskan cekikannya, hantu itu pun berbalik badan dan menangis.
"Pergi sebelum aku berubah pikiran!" ancam hantu berseragam cleaning servis tersebut seraya menoleh, tatapan matanya sangat tajam dan Junaidi pergi tanpa mengatakan sepatah katapun, dia berbalik badan dan melihat cermin wastafel yang bertuliskan 'kamu pembunuh!'.
"Mungkinkah Melati sedang menuntut balas?" tanya Junaidi dalam hati. Pria itu masih berdiam diri di tempatnya membuat Melati menendang bok*ngnya dia pun keluar.
Pertemuannya dengan Melati malam membuat Junaidi penasaran apa yang sudah menimpanya, melihatnya menangis dan menyimpan dendam membuatnya merasa kasihan.
"Kenapa, lu?" tanya Rumi yang baru kembali dari membeli makan malamnya. Dia meletakkan dua nasi bungkus di depan Junaidi yang terlihat sedang melamun.
"Lu nggak kesambet, kan?" tanya Rumi lagi dan yang ditanya itu menoleh, menatap datar sahabatnya.
"Dia hampir bunuh gua, liat!" jawab Junaidi seraya menunjukkan lehernya yang masih memerah.
"Nih, gua kasih tau, kalau mau maghrib lu jauhi area si Melati! Itu jam-jamnya dia keliaran, untung lu kuat mental, selama ini banyak orang resign karena keganggu sama hantu itu," tutur Rumi seraya membuka bungkus nasinya.
"Tapi, gua kasian liat mukanya, dia keliatan sedih dan marah banget, Rum," sahut Junaidi, dia masih menatap datar sahabatnya.
"Alah, hantu aja lu kasianin, Jun." Rumi menggeleng. Lalu, pria itu meletakkan nasi bungkusnya, dia mengajak Junaidi ngobrol serius.
"Jun, gua ada sesuatu yang mau dibicarain," ucapnya.
"Apa?" tanya Junaidi singkat.
"Gini, keberadaan Melati udah ganggu banget, berbulan-bulan dia gentayangan, kami pihak kantor juga udah ngundang paranormal. Tapi, lu tau nggak apa yang terjadi?" Mendengar pertanyaan itu, Junaidi pun menggeleng seraya terus menikmati makan malamnya.
"Setiap mau diusir dia ngumpet, Jun. Pergi entah kemana, giliran paranormal udah pergi, eh, dianya datang lagi, nyebelin banget, kan?" Rumi menjelaskan dan Junaidi terkekeh.
"Baru tau ada hantu pinter kek dia," celetuk Junaidi seraya meremas bekas bungkus nasi dan memasukkannya ke kantong plastik.
"Gua serius, Jun," sambung Rumi seraya menatap pria itu yang keluar dari kamar untuk membuang bungkus nasinya.
"Gua juga serius, Rum. Terus, inti dari pembahasan hantu ini, tuh, apa?" tanya Junaidi seraya mengambil tisu di atas meja kecil, mengelap bibirnya yang sedikit berminyak, menatap Rumi yang sepertinya merencanakan sesuatu.
"Begini, lu jangan marah. Gua jujur biar lu tau dari gua, bukan dari orang lain," kata Rumi, "gua sama yang lain taruhan, kalau lu bisa bertahan seminggu aja di kantor, gua menang, Jun," sambungnya.
"Serius? Dapat berapa, lu? Jangan lupa bagi gua!" jawab Junaidi seraya mengambil handuknya yang menggantung di balik pintu.
"Lu nggak marah?" tanya Rumi yang memperhatikannya.
"Nggaklah, asal gua dapat bagian juga! Haha," Junaidi tertawa, sekarang pria berpakaian santai itu pergi mandi, tak hanya itu, dia juga mencuci pakaiannya di temani sosok hantu wanita bergaun putih yang berjongkok tepat di depannya.
"Sial, diam-diam Rumi dapat duit banyak dari taruhan, gua lagi yang jadi bahan taruhan," gumam Junaidi dalam hati.
Junaidi yang sedang membilas pakaiannya itu sempat berpikir bagaimana caranya mendapatkan uang yang banyak seperti hal Rumi yang memanfaatkan kutukannya ini. Dia terdiam, menatap pakaiannya di ember.
"Jangan melamun, Bang. Takut kesambet," celetuk sosok yang itu.
"Gua bukan melamun, tapi lagi mikir, gimana caranya gua manfaatin kutukan ini biar jadi duit!" jawab Junaidi seraya menatap Mbak Kun tersebut.
"Gua tau, lu mau jadi kelinci percobaan percobaan gua?" tanyanya dan sosok Mbak Kun itu menggeleng, dia memiliki firasat buruk dan memilih pergi dari hadapan Junaidi sebelum menjadi kelinci percobaannya.
"Ok." Junaidi bicara sendiri dan sekarang sudah tau apa yang dia inginkan.
Selesai dengan mandi dan mencuci, Junaidi kembali ke kamar, dia melihat Rumi yang baru saja kembali dari laundry, mengambil pakaiannya.
"Rum, gua punya ide," kata Junaidi seraya menaikan dua alisnya, menatap Rumi yang sedang merapikan pakaiannya.
"Apa?" tanya pria berpakaian santai itu seraya menatap sahabatnya.
"Tambahin lagi taruhannya kalau gua bisa ngusir hantu itu, lumayan, kan?" tanya Junaidi, dia tersenyum seolah memiliki ide briliant.
"Yakin? Tadinya gua juga punya ide begini, tapi gua takut lu tersinggung," jawab Rumi seraya terkekeh.
"Ok, dari hasil usir hantu Melati kita bagian 50:50, deal!" Junaidi mengajak Rumi berjabat tangan dan disambut olehnya.
Esok harinya, Rumi segera menemui pimpinan, dia menceritakan kalau ada seseorang yang sanggup mengusir hantu Melati. "Boleh juga, tapi saya bayar kalau kerjaan udah beres, gimana? Ya, mengingat yang sudah-sudah, hantu itu cuma pergi sebentar aja, kali ini saya mau hantu itu dimusnahkan!" jawab pimpinan tersebut seraya menunjukkan uang tiga gepok di meja kerjanya.
Melihat uang yang sangat banyak, dia pun meminta depe untuk tanda jadi dan satu gepok dia dapatkan. "Baik, Bos. Kalau begitu saya permisi dulu." Rumi pun keluar dari ruangan direktur.
Sekarang, Rumi menemui Junaidi yang berada di pantry, terlihat pria itu sedang bermain keran air sudah pasti bersama hantu, terlihat kalau keran itu selalu terbuka sendiri setelah Junaidi menutupnya.
"Ppsssttt!" Rumi memberi isyarat dan Junaidi pun menoleh ke arah pintu.
"Sini!" panggil Rumi dan Junaidi menghampirinya.
"Gimana?" tanya Junaidi.
"Banyak banget, bro. Ini baru dari bos, nanti gua dapat lagi dari orang-orang yang taruhan, lu harus kerjain semua sendiri, gua bagian yang cari duit, ok!" ungkap Rumi yang kemudian pergi dadi pantry, dia sendiri tak mau berhadapan dengan hantu penasaran tersebut.
Kemudian, tiba-tiba saja Melati sudah berdiri di depannya. "Kalian ngomongin apa?" tanyanya dan Junaidi terdiam, dia memperhatikan Melati dari ujung kaki sampai kepala.
"Kasian, tapi mau gimana lagi, dia ganggu orang-orang di sini," gumam Junaidi dalam hati. Berhasilkah rencana Junaidi?