Fujimoto Peat, aktris papan atas yang dimanja oleh dunia glamor berlibur ke pulau tropis. Di sana ia bertemu Takahashi Fort yang merupakan kebalikan sempurna dari dunianya.
Pertemuan mereka memicu percikan antara pertemuan dua dunia berbeda, keanggunan kota dan keindahan alam liar.
Fort awalnya menolak menjadi pemandu Peat. Tapi setelah melihat Peat yang angkuh, Fort merasa tertantang untuk ‘’mengajarinya pelajaran tentang kehidupan nyata.’’
Di sisi lain, ada satu pasangan lagi yang menjadi pewarna dalam cerita ini. Boss, pria kocak yang tidak tahu batasan dan Noeul, wanita yang terlihat pemarah tapi sebenarnya berhati lembut.
Noeul terbiasa menjadi pusat perhatian, dan sikap santai Boss yang tidak memedulikannya benar-benar membuatnya kesal. Setiap kali Noeul mencoba menunjukkan keberadaannya yang dominan, Boss dengan santai mematahkan egonya.
Hubungan mereka berjalan seperti roller coaster.
Empat orang dalam hubungan tarik ulur penuh humor dan romansa, yang jatuh duluan, kalah!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bpearlpul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 Malam yang Mengubah Segalanya
Fort kemudian menarik Peat lalu membantingnya ke kasur sebelum menindihnya. Wajahnya hanya beberapa inci dari wajah Peat. Tatapan matanya penuh dengan keisengan bercampur gairah.
Ia mencium Peat sejenak, bibir mereka bertemu dalam kehangatan yang singkat namun intens.
‘’Waktu itu kau bilang itu hanya akting. Kami tidak benar-benar melakukannya.’’
Peat memicingkan mata, sudah bisa menebak ke mana arah pembicaraan Fort.
Fort tersenyum lebih lebar, wajahnya mendekat ke telinga Peat, lalu berbisik, ‘’Jadi, mana yang lebih menarik menurutmu? Merasakannya melalui akting sesuai perintah naskah...’’
Ia kembali mencium bibir Peat dengan lebih intens. Kali ini, ciuman itu lama dan penuh emosi, membuat Peat hampir lupa cara bernapas.
Fort menarik dirinya sedikit, matanya bertemu dengan mata Peat yang kini terlihat sedikit kabur. ‘’Atau benar-benar ingin melakukannya sukarela?’’
Peat menatapnya tajam, meskipun wajahnya masih memerah. ‘’Kau bajingan.’’
Fort melakukan pose seolah-olah menginggit bibir sambil tersenyum lebar. ‘’Mungkin. Tapi aku adalah bajingan yang kau biarkan mencium dan menindihmu di sini.’’
Ia kemudian meraih sesuatu dari laci di samping tempat tidur.
Peat yang memperhatikan, mengerutkan dahi, tapi senyumnya yang penuh sindiran langsung muncul. ‘’Benar-benar luar biasa. Andai para wisatawan dan penduduk pulau tahu bahwa pemandu favorit mereka menyimpan sesuatu seperti C.O di lacinya. Aku yakin reputasimu akan berubah total.’’
‘’Kau tahu betul apa bedanya aku dengan mereka,’’ kata Fort sambil menggigit ujung bungkus C.O sebelum merobeknya dengan sekali tarikan.
Ia menunduk lebih dekat membuat jarak di antara mereka semakin sempit. ‘’Ya, mereka hanya bisa bermimpi tentang ini. Sedangkan aku... aku sedang menjalani kenyataan.’’
Peat menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan gejolak di dalam dirinya. Tapi tatapan Fort yang panas dan penuh keyakinan mulai menggoyahkan tembok pertahanan emosinya.
‘’Bajingan,’’ gumam Peat hampir tidak terdengar.
‘’Kau bilang sesuatu?’’ tanya Fort pura-pura tidak mendengar.
Peat menatapnya tajam, berusaha keras menahan diri. Tapi akhirnya dia menyerah, suaranya tetap tenang meskipun emosinya terlihat jelas. ‘’Kalau kau ingin melakukannya, sebaiknya kau lakukan seperti apa yang kau katakan.’’
Kalimat itu membuat Fort memandang Peat dengan tatapan tajam tapi penuh gairah. Saat itu juga ia melepaskan kausnya memperlihatkan tubuh kekarnya yang berotot, sebelum beralih menarik resleting celananya, dan kembali menunduk untuk mencium Peat dengan intensitas.
Peat mencoba mengatakan sesuatu, mungkin sebuah protes, tapi suara itu tertelan dalam ciuman panjang yang membuat tubuhnya lemas. Fort bergerak semakin dekat, membungkus mereka dalam suasana yang semakin panas, tidak meninggalkan ruang untuk keraguan lagi.
......................
Keesokan harinya…
Peat membuka mata menyadari bahwa rumah Fort kosong. Ia pun bangkit, tapi rasa nyeri di punggung membuatnya mengerang pelan.
‘’Dasar binatang,’’ gumamnya mengutuk Fort yang jelas tidak tahu kapan harus berhenti semalam.
‘’Entah berapa kali dia mau melakukannya. Tidak punya konsep istirahat.’’
Ia berdiri perlahan dan melangkah ke cermin kecil yang tergantung di dinding. Peat melihat pantulan dirinya. Hampir seluruh tubuhnya penuh dengan bekas kissmark dan gigitan yang jelas terlihat membuatnya mendesah frustrasi.
‘’Bajingan itu... benar-benar anjing yang birahi.’’
Ceklek!
Peat melangkah keluar dari rumah kecil itu sambil memakai kemeja pantai yang sedikit kebesaran untuknya, tapi cukup untuk menutupi sebagian besar bekas karya seni Fort.
Sinar matahari pagi langsung menyambutnya. Udara yang segar membuatnya berjalan-jalan di sekitar.
Begitu Peat terlihat di mata penduduk dan wisatawan yang melakukan rutinitas pagi, ia langsung dikerumuni, dipuji sebagai ‘’Dewi Pulau’’ mengingat kemampuan bernyanyinya di bar tadi malam.
Mereka memintanya untuk menyanyi lagi, tetapi Peat hanya tertawa, menikmati pujian mereka.
‘’Aku baru pergi sebentar, dan kau sudah menjadi primadona pulau? Tentu saja, ini sangat seperti dirimu,’’ kata Fort muncul dengan gaya santai, mengenakan kaos putih polos kinsi dan celana pendek, tampak seperti seseorang yang baru saja bangun tidur.
Peat menoleh ke arahnya, wajahnya tetap tenang meski ada kilatan kesal di matanya.