Setelah Danton Aldian patah hati karena cinta masa kecilnya yang tidak tergapai, dia berusaha membuka hati kepada gadis yang akan dijodohkan dengannya.
Halika gadis yang patah hati karena dengan tiba-tiba diputuskan kekasihnya yang sudah membina hubungan selama dua tahun. Harus mau ketika kedua orang tuanya tiba-tiba menjodohkannya dengan seorang pria abdi negara yang justru sama sekali bukan tipenya.
"Aku tidak mau dijodohkan dengan lelaki abdi negara. Aku lebih baik menikah dengan seorang pengusaha yang penghasilannya besar."
Halika menolak keras perjodohan itu, karena ia pada dasarnya tidak menyukai abdi negara, terlebih orang itu tetangga di komplek perumahan dia tinggal.
Apakah Danton Aldian bisa meluluhkan hati Halika, atau justru sebaliknya dan menyerah? Temukan jawabannya hanya di "Pelabuhan Cinta (Paksa) Sang Letnan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 Menemui Mantan Kekasih
Seminggu kemudian, tepatnya hari ini, Haliza berniat menemui Ardian yang tiba-tiba saja menghubunginya. Tidak ada angin dan hujan, lelaki yang pernah membersamainya selama dua tahun itu mengirim pesan WA, meminta bertemu karena kebetulan ia sedang berada di kota ini.
Aldian sudah rapi dengan baju lorengnya. Sejenak Haliza menatap lelaki yang sudah mulai mencintainya itu dari belakang. Wangi parfum maskulin langsung menyengat masuk ke dalam hidung, ketika Aldian mulai menyemprot tubuhnya dengan parfum favoritnya.
Untuk beberapa saat Haliza masih menatap punggung Aldian. "Sebenarnya Mas Aldian suami yang baik, tapi kenapa dia selalu egois dan terlalu takut jika aku keluar rumah tanpa bersamanya. Melarang ini itu padahal aku sudah mengenal kota ini dengan baik. Lagian, kota ini tidak melulu menakutkan atau rawan, buktinya sekarang aman-aman saja." Haliza berkata di dalam hatinya.
"Dan Hari ini aku akan menemui Mas Ardian hanya untuk mengetahui apa alasan dia meninggalkan aku? Apakah karena aku terlalu introvert seperti apa kata Mas Aldian, sehingga Mas Ardian memutuskan hubungan?" batinnya lagi.
"Sayang, aku pergi dulu, ya." Tiba-tiba Aldian sudah berada di depan Haliza yang sejak tadi melamun.
"Mas Ardian, kenapa bikin aku kaget?" kejutnya seraya mendongak menatap Aldian yang sudah rapi dengan seragam lorengnya dengan tubuhnya yang sudah wangi.
Aldian termenung sesaat, dia seperti mendengar nama lain disebut. Aldian atau Ardian? "Aku berangkat dulu." Aldian berusaha mengacaukan fokusnya tadi tentang nama siapa yang Haliza sebut dengan meraih bahu Haliza lalu menatapnya. Sebuah kecupan hinggap di bibir Haliza dengan cepat tanpa disadarinya, sebelum Aldian benar-benar pergi. Haliza sedikit tersentak, meskipun ini bukan hal baru yang dilakukan Aldian.
Aldian membuka pintu kamar, akan tetapi dia kembali lagi masuk dan menatap Haliza. "Barusan apa aku tidak salah dengar, kamu nyebut aku Aldian apa Ardian?" tanya Aldian memastikan. Kalau tidak ia tanyakan, maka di dalam hatinya seperti ada ganjalan.
"Yang mana Mas, aku tadi nyebut nama kamu kok," jawan Haliza gugup, ia pun sepertinya tidak sadar kalau ia telah menyebut nama Ardian saat Aldian menyapanya tadi.
"Sungguh?" yakin Aldian lagi sembari menatap lebih dalam menuju manik mata Haliza.
"Sungguh. Kenapa sih, Mas, mau berangkat kerja saja aneh?" Haliza balik protes dengan sikap aneh Aldian.
"Baiklah, aku pergi, ya. Ingat pesan aku, patuhi semua perkataanku. Kalau ingin pergi ...."
"Minta temani Bi Kenoh." Haliza memotong ucapan Aldian kemudian ia melanjutkan kalimat yang akan diucapkan Aldian seakan sudah tahu apa yang akan diucapkan suaminya itu.
Aldian tersenyum, dia menertawakan Haliza yang bisa persis menirukan kalimat yang akan diucapkannya.
"Kamu sudah pandai rupanya. Baiklah, aku pergi betulan nih. Mau dikiss lagi nggak?" goda Aldian yang langsung ditolak Haliza.
Aldian tidak protes, dia segera keluar dari kamar itu, menuruni tangga dan keluar dari rumah. Suara mobilnya kini terdengar meninggalkan halaman rumah.
Haliza kembali ke kamar, ia duduk termenung di sofa setelah menatap kepergian Aldian. "Ya ampun, untung saja Mas Aldian percaya kalau aku tadi tidak salah sebut nama. Maafkan aku Mas, aku tidak sengaja melakukan itu. Aku tadi hanya lagi memikirkan mantan kekasihku yang tiba-tiba memutuskan hubungan tanpa alasan apapun, dan hari ini dia minta bertemu."
***
Di kantor, sekitar jam 11.00 Wib, Hp Aldian berbunyi. Bi Kenoh menghubungi. Aldian mengerutkan keningnya heran, dia menduga pasti ada sesuatu hal penting yang berkaitan dengan istrinya. Seperti yang sering ia pesankan pada Bi Kenoh, bahwa apabila Haliza pergi, maka Bi Kenoh harus memberitahunya.
"Den, saat ini bibi sedang mengantar Neng Haliza, tapi bibi ditinggalkan makan di foodcourt. Katanya Neng Haliza mau foto box dulu. Sepertinya Neng Haliza sedang menemui seseorang, sebab tadi sejak dari rumah, Neng Haliza terdengar menerima telpon dan akan janjian di sekitar alun-alun," lapor Bi Kenoh.
Aldian menutup panggilan itu segera, lalu ia menuju mobilnya untuk menghampiri Haliza yang kini sedang bertemu dengan mantan kekasihnya.
Kepala Aldian bergolak panas, ia dilanda amarah karena begitu cemburu terhadap Haliza. Haliza sudah benar-benar menguji kesabarannya. Dia rela tidak jujur demi menemui mantan kekasihnya. Sakit rasanya hati Aldian, kesabarannya kini bagai diambang batas dan mulai habis.
Dia harus cepat-cepat ke sana untuk memergoki keberadaan Haliza dan mantan kekasihnya yang masih dicintainya dan kini mereka sedang reuni.
Aldian segera menuju mobilnya, lalu melajukan mobil itu secepat mungkin.
***
Sementara itu di alun-alun, Haliza kini sudah duduk berhadapan dengan mantan kekasihnya, Ardian. Lelaki 30 tahun itu nampak sangat tampan dengan jaket bulu di badannya, sepertinya dia merasa kedinginan berada di kota kecil yang dingin ini.
Haliza nampak kaku berhadapan kembali dengan Ardian, antara keduannya masih belum ngobrol banyak.
"Ada hal penting apa tiba-tiba kamu ke kota ini, Mas?" selidik Haliza merasa penasaran.
Ardian menatap Haliza yang kini justru terlihat semakin cantik dan anggun. Sayang, Haliza kini sudah memiliki suami. Hanya satu bulan saja sejak ia memutuskan untuk meninggalkan Haliza, kabar pernikahan Haliza tiba-tiba didengarnya. Secepat itu Haliza move on darinya, yang kala itu masih sangat mencintainya.
Ardian tidak menduga, gadis yang dikenalnya introvert itu, tiba-tiba menikah saja. Padahal selama ini Haliza begitu sukar didekati dan diajak jalan keluar untuk sekedar senang-senang. Dari situlah, Ardian sempat kecewa, dia memutuskan pergi karena hubungannya dengan Haliza datar dan di situ-situ saja. Hanya kafe langgananlah tempat nongkrong mereka sekaligus saksi bisu kebersamaan mereka yang datar.
"Kok aku bisa kalah sama cewek introvert, bukankah aku meninggalkannya karena dia benar-benar introvert dan susah diajak jalan, sehingga kami tidak bisa bersenang-senang?" Ardian berbisik di dalam hati.
"Aku ada bisnis dengan kekasih baruku," sahut Ardian setelah sekian saat terdiam.
"Alasan kamu meninggalkan aku adalah kekasih barumu?" Haliza menatap Ardian dalam berharap ada balasan.
"Seperti itulah. Lagipula buat apa membina hubungan dengan gadis introvert yang susah diajak ke mana-mana dan kaku. Aku tidak bisa senang-senang."
"Tidak bisa diajak senang-senang? Apa maksudmu?" heran Haliza.
"Kamu itu tidak sebodoh yang aku pikir. Dan tahukah kamu, aku kecewa karena berita pernikahanmu justru lebih cepat dari dugaanku. Ternyata kamu bukan hanya introvert, tapi player."
"Stop, Mas. Apa maksudmu? Kamu menemui aku hanya untuk menuduh aku tidak benar?" Haliza protes tidak terima dengan tuduhan Ardian.
Ardian tersenyum simpul seraya bangkit dan menyambut seorang perempuan yang berpakaian sedikit berani.
"Sayang, sudah?" ujar perempuan berambut pirang itu seraya merangkul lengan Ardian. Ardian mengangguk lalu membalas tangan sang perempuan. Haliza menatap kedua insan yang kini bagai monster yang sedang mengejek kebodohannya.