NovelToon NovelToon
HEROES RETURN

HEROES RETURN

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Fantasi
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Zen Vessalius

Zen Vessalius adalah nama yang pernah menggema di seluruh penjuru dunia, seorang pahlawan legendaris yang menyelamatkan umat manusia dari kehancuran total. Namun, waktu telah berubah. Era manusia telah berakhir, dan peradaban kini dikuasai oleh makhluk-makhluk artifisial yang tak mengenal masa lalu.

Zen, satu-satunya manusia yang tersisa, kini disebut sebagai NULL—istilah penghinaan untuk sesuatu yang dianggap tidak relevan. Dia hanyalah bayangan dari kejayaan yang telah hilang, berjalan di dunia yang melupakan pengorbanannya.

Namun, ketika ancaman baru muncul, jauh lebih besar dari apa yang pernah dia hadapi sebelumnya, Zen harus kembali bangkit. Dengan tubuh yang menua dan semangat yang rapuh, Zen mencari makna dalam keberadaannya. Mampukah ia mengingatkan dunia akan pentingnya kemanusiaan? Atau akankah ia terjatuh, menjadi simbol dari masa lalu yang tak lagi diinginkan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zen Vessalius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 21 PENYEGELAN ROKAN

Pertempuran mencapai puncaknya. Pasukan yang tersisa, meskipun lelah dan terluka, dengan keberanian terakhir mereka mulai menyerang Rokan. Entitas gelap yang menguasainya terlihat berkurang, kekuatannya melemah, tetapi masih memancarkan aura yang mengancam.

"Ini saatnya! Jangan berhenti!" Eryon berteriak dari barisan depan, memberikan semangat kepada para prajurit Lumoria dan High Druid. Dengan koordinasi yang sempurna, mereka mulai memusatkan serangan ke arah Rokan, berusaha menghancurkan lapisan kekuatan gelap yang masih tersisa.

Selvina, yang telah mempersiapkan sihir penguat, memusatkan energinya ke arah Zen. Ia merapalkan mantra dengan penuh konsentrasi, tangannya bergetar karena intensitas kekuatan yang ia kerahkan. "Zen, aku akan mendukungmu. Berikan serangan terakhirmu!" Selvina berteriak dengan suara penuh tekad, mengalirkan kekuatannya ke arah Zen.

Zen, yang sebelumnya merasa lemah akibat pengaruh gelap, kini kembali berdiri tegak. Energi dari Selvina mengalir dalam tubuhnya, memberikan kekuatan luar biasa. "Aku tidak akan membiarkan semua ini sia-sia," gumamnya, menggenggam pedangnya lebih erat. Mata Zen bersinar penuh dengan determinasi, aura kepemimpinannya memancar ke seluruh pasukan.

Rokan, meskipun melemah, masih mengeluarkan serangan brutal. Ia mengayunkan cakarnya, menciptakan ledakan besar di sekitarnya. Beberapa prajurit terpental, tetapi yang lain tetap bertahan. "Bersiaplah!" Eryon memberikan perintah kepada prajurit di sekelilingnya, membentuk barisan pertahanan untuk melindungi Zen saat ia mendekat.

Zen melangkah maju dengan penuh keyakinan. Setiap langkahnya diiringi oleh mantra pelindung dari Selvina dan serangan jarak jauh dari para prajurit. Ia mengarahkan pedangnya yang kini bersinar terang akibat sihir Selvina langsung ke arah Rokan. "Aku tidak akan mundur lagi!" Zen berteriak, mengayunkan pedangnya dengan seluruh kekuatan yang ia miliki.

Serangan itu langsung mengenai Rokan, menghancurkan lapisan gelap yang tersisa. Entitas di dalam tubuh Rokan mengeluarkan suara jeritan mengerikan, mengguncang medan perang. Retakan energi muncul di tubuh Rokan, menunjukkan bahwa entitas tersebut hampir sepenuhnya hancur. "Ini saatnya! Serang bersama-sama!" Selvina memerintahkan prajurit lainnya untuk memberikan serangan terakhir.

Sihir, panah, dan kekuatan gabungan dari pasukan Lumoria dan High Druid menyerang Rokan dengan koordinasi sempurna. Dalam sekejap, tubuh Rokan diliputi cahaya terang yang begitu menyilaukan. Zen mengarahkan serangan terakhirnya, menerobos langsung ke pusat energi gelap tersebut.

Jeritan terakhir dari entitas itu terdengar, dan perlahan-lahan tubuh Rokan runtuh ke tanah. Aura gelap yang mengelilinginya mulai menghilang, berganti dengan keheningan yang mendalam di medan perang.

Zen berdiri dengan napas tersengal, tubuhnya penuh luka, tetapi ia tetap tegak. Selvina dan Eryon bergegas menghampirinya. "Kau berhasil, Zen," Selvina berkata dengan suara lega, meskipun tubuhnya terlihat lelah.

Rokan, yang kini kembali ke wujud aslinya, terbaring lemah di tanah. Matanya perlahan terbuka, menunjukkan ekspresi kebingungan. "Apa yang... terjadi?" suaranya pelan, hampir tidak terdengar.

Zen menatapnya dengan penuh empati, meskipun ia tahu bahwa semua ini belum sepenuhnya selesai. "Kita berhasil mengusir entitas itu, tetapi kita harus tahu apa yang sebenarnya terjadi," katanya, memandang Selvina dan Eryon.

Setelah entitas itu keluar dari tubuh Rokan, atmosfer medan perang berubah total. Angin berhenti berhembus, dan dunia seolah menahan napas. Dari tubuh Rokan yang terbaring lemah, muncul sosok tinggi dengan kulit legam berkilauan seperti obsidian, matanya menyala merah seperti bara api yang tidak pernah padam. Tanduk panjang melengkung menghiasi kepalanya, dan sayap besar berbulu hitam pekat terbuka lebar.

"Akhirnya..." Suaranya dalam, bergema seperti gemuruh dari jurang tak berdasar. "Aku bebas. Dunia ini akan merasakan kehancuran untuk kedua kalinya."

Zen terkejut, tetapi ia tetap berdiri tegak meski tubuhnya sudah kelelahan. Entitas itu tertawa keras, gema tawanya memekakkan telinga semua yang ada di sana. Dalam sekejap, mata Zen membelalak saat ia merasa dunia di sekitarnya berubah. Ia terlempar ke dalam penglihatan yang tidak bisa ia hindari.

Zen melihat dunia terbelah, tanah penuh dengan api, langit dipenuhi dengan awan hitam yang memuntahkan kilat dan hujan darah. Bangunan-bangunan hancur, dan makhluk-makhluk menyeramkan berlarian, menghancurkan segalanya di jalannya. Jeritan manusia, elf, dan ras lainnya terdengar seperti simfoni kehancuran.

Di tengah pemandangan mengerikan itu, ia melihat entitas yang sama, berdiri di atas singgasana yang terbuat dari tulang dan api, memandang dunia yang telah ia tundukkan. Suara entitas itu kembali menggema di telinga Zen. "Itu adalah masa depanmu, anak manusia. Tidak ada tempat untuk melarikan diri. Dunia ini akan menjadi milikku."

Zen menggenggam kepalanya, berusaha melawan penglihatan itu. "Tidak... aku tidak akan membiarkan itu terjadi!" teriaknya.

Zen kembali sadar, terengah-engah. Matanya bertemu dengan sosok iblis itu, yang kini memandangnya dengan seringai puas. "Bagaimana? Apa kau menyukai apa yang kau lihat?"

"Kau salah besar jika berpikir aku akan membiarkan itu terjadi," kata Zen, menggenggam pedangnya dengan erat meskipun tubuhnya terasa berat. Dengan teriakan penuh tekad, Zen melancarkan serangan langsung ke arah iblis tersebut.

Namun, iblis itu hanya mengangkat tangannya dengan santai. Sebuah perisai tak kasatmata muncul, menghentikan pedang Zen dengan mudah. Zen terpental ke belakang, jatuh ke tanah. Selvina dan Eryon bergegas menghampirinya, tetapi mereka pun tahu bahwa mereka sudah terlalu lemah untuk bertarung.

Iblis itu melayang di atas tanah, mengeluarkan aura mistis yang begitu kuat hingga tanah di sekitarnya mulai retak. Beberapa prajurit yang mencoba mendekat terjatuh, kehilangan kesadaran karena tekanan aura tersebut.

"Kalian bahkan tidak bisa menyentuhku," katanya dengan nada merendahkan. "Aku tidak akan menyerang kalian sekarang. Aku ingin kalian menyaksikan kehancuran dunia ini dengan mata kepala kalian sendiri."

Sosoknya mulai berubah, tubuhnya semakin besar, lebih menyeramkan, dengan tanduk yang memanjang dan taring yang mencuat dari rahangnya. Namun, ia tetap tidak menyerang. Sebaliknya, ia tertawa lagi, kali ini lebih keras, sebelum melayang tinggi ke udara.

"Aku akan kembali... ketika dunia ini siap menjadi abu." Setelah mengatakan itu, iblis tersebut menghilang dalam semburan api hitam, meninggalkan medan perang yang penuh kehancuran dan kebingungan.

Zen berusaha bangkit, ditopang oleh Selvina dan Eryon. "Dia bukan hanya musuh kita," kata Zen dengan suara lemah tetapi penuh tekad. "Dia adalah ancaman bagi seluruh dunia. Kita harus bersiap."

Semua yang tersisa di medan perang hanya bisa berdiri dengan ketakutan dan kebingungan. Rokan, yang kini bebas dari pengaruh iblis, terbaring tidak berdaya tetapi masih hidup. Aelaris, yang sebelumnya memimpin pasukannya mundur, kembali dengan wajah penuh kecemasan.

"Apa itu tadi...?" tanya Aelaris.

Zen menatapnya dengan tajam. "Itu adalah iblis... dan dia baru saja memulai kehancurannya."

Malam itu, suasana di Lumoria terasa suram. Udara dingin menyelimuti tanah yang masih penuh dengan bekas pertempuran—tanah yang basah oleh darah dan tertutup reruntuhan. Pasukan yang tersisa kembali ke kastil dengan langkah berat, membawa rasa letih yang menyelimuti jiwa mereka.

Selvina, meskipun terluka, memimpin prajurit yang tersisa untuk memulai proses pemulihan. "Rawat yang terluka terlebih dahulu," perintahnya lembut namun tegas. "Kita tidak bisa kehilangan lebih banyak orang lagi."

Para tabib High Druid bergabung dengan para penyembuh Lumoria, bekerja tanpa henti untuk merawat prajurit yang terluka parah. Eryon, dengan wajah lelah tetapi penuh tekad, membantu mengatur segala sesuatu di lapangan. Ia memantau jalannya perawatan, memastikan tidak ada satu pun yang terabaikan.

Pemakaman di Tanah Lumoria

Sementara itu, Zen berdiri di atas bukit kecil, mengamati barisan panjang prajurit yang membawa tubuh-tubuh yang telah gugur. Mereka dimakamkan di sebuah ladang terbuka di tanah Lumoria, tempat yang dipilih untuk menghormati mereka yang telah memberikan hidup mereka demi melindungi dunia ini.

Zen, mengenakan pakaian tempur yang kini robek dan penuh noda darah, mengangkat pedangnya ke udara sebagai penghormatan terakhir kepada para pahlawan yang telah gugur. Suaranya serak saat ia berbicara, tetapi penuh dengan kesedihan yang dalam.

"Mereka adalah pahlawan," katanya kepada semua yang hadir. "Mereka telah memberikan segalanya untuk kita. Kita tidak akan melupakan pengorbanan mereka."

Para prajurit lain, meskipun diliputi kesedihan, mengangkat senjata mereka ke langit sebagai tanda penghormatan terakhir. Angin malam membawa suara doa dan tangisan, melambungkan rasa kehilangan yang tak terhingga.

Malam Setelah Pertempuran

Setelah semua selesai, Zen kembali ke kastil bersama Selvina dan Eryon. Mereka duduk di ruang strategi, di mana peta dunia terbentang lebar di atas meja. Namun, tidak ada yang berbicara selama beberapa saat. Hanya suara gemericik api dari perapian yang mengisi keheningan.

Selvina, dengan luka di lengannya yang masih dibalut, akhirnya membuka suara. "Kita tidak punya banyak waktu, Zen. Iblis itu akan memulai kehancurannya perlahan. Kita harus mempersiapkan diri."

Zen mengangguk pelan. Matanya memandang ke arah peta dengan penuh beban. "Aku tahu," jawabnya dengan suara pelan. "Tapi kita tidak tahu kapan dan di mana ia akan menyerang. Kita hanya tahu bahwa kehancuran itu pasti akan datang."

Eryon, yang duduk di sudut ruangan, menghela napas panjang. "Utusan High Druid masih mencoba mencari tahu cara untuk melakukan ritual penyegelan itu. Tetapi jika mereka tidak berhasil... apa yang akan kita lakukan?"

Zen menggelengkan kepalanya. "Kita tidak punya pilihan selain melawan. Dunia ini harus dipertahankan, apa pun harganya."

Selvina menatap Zen dengan penuh keyakinan. "Kita bersamamu, Zen. Apa pun yang terjadi, kita tidak akan menyerah."

Zen tersenyum tipis, meskipun kelelahan tampak jelas di wajahnya. "Kita harus tetap kuat. Untuk mereka yang telah gugur, untuk mereka yang masih hidup. Dunia ini belum boleh jatuh ke tangan iblis."

Malam itu, meskipun tubuh mereka hancur oleh kelelahan, semangat mereka tetap menyala seperti api kecil di tengah kegelapan yang mengancam. Di luar, bintang-bintang mulai redup, seperti mengisyaratkan bahwa dunia ini sedang berada di ambang bahaya yang lebih besar.

1
Anonymous
Bagus!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!