[UPDATE 2 - 3 CHP PERHARI]
"Hei, Liang Fei! Apa kau bisa melihat keindahan langit hari ini?"
"Lihat! Jenius kita kini tak bisa membedakan arah utara dan selatan!"
Kira kira seperti itulah ejekan yang didapat oleh Liang Fei. Dulunya, dia dikenal sebagai seorang jenius bela diri, semua orang mengaguminya karena kemampuan nya yang hebat.
Namun, semua berubah ketika sebuah kecelakaan misterius membuat matanya buta. Ia diejek, dihina, dan dirundung karena kebutaanya.
Hingga tiba saatnya ia mendapat sebuah warisan dari Dewa Naga. Konon katanya, Dewa Naga tidak memiliki penglihatan layaknya makhluk lainnya. Dunia yang dilihat oleh Dewa Naga sangat berbeda, ia bisa melihat unsur-unsur yang membentuk alam semesta serta energi Qi yang tersebar di udara.
Dengan kemampuan barunya, si jenius buta Liang Fei akan menapak puncak kultivasi tertinggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6 Serangan Malam: Ketajaman Mata Tertutup dan Kekuatan yang Terbuka
Kerumunan yang tadinya menyaksikan drama tersebut perlahan mulai bubar, merasa bahwa pertunjukan telah usai untuk hari ini.
Beberapa dari mereka masih membicarakan kejadian itu, terutama sosok misterius Seo Yun yang tiba-tiba muncul dan mengubah jalannya peristiwa.
“Aku bisa merasakan energi spiritual yang kuat dari dirimu,” kata Seo Yun tiba-tiba, menggeser percakapan ke arah yang lebih pribadi. “Kau tentu bukan orang sembarangan.”
Liang Fei terdiam sesaat sebelum menjawab, "Tentu saja, lagipula aku berasal dari sekte Naga Putih."
"Wah, kebetulan sekali, aku sedang dalam perjalanan ke sekte Naga Putih. Kuharap kau bisa mengantarku," ucap Seo Yun sedikit senang sebelum ia menyadari pupil mata putih Liang Fei, "Maaf jika aku kurang sopan, apakah kau buta?"
"Itu benar," balas Liang Fei, siap jika Seo Yun mengejek dirinya. Tapi tidak disangka, Seo Yun malah menunjukan ekspresi kagum dan penuh hormat.
"Bisa menjadi kultivator hebat meski tanpa penglihatan adalah pencapaian yang luar biasa," ujar Seo Yun dengan nada tulus, kekagumannya terpancar jelas dari ekspresinya.
Liang Fei tersentak sejenak. Biasanya, ia lebih sering mendapatkan tatapan iba atau cemoohan karena kekurangannya. Namun, penilaian dari Seo Yun seolah memberikan angin segar yang tidak pernah ia duga sebelumnya.
Seo Yun melanjutkan, "Seseorang yang memancarkan aura sekuat itu pasti sudah melalui banyak pelatihan dan ujian berat. Aku yakin, orang-orang di sekte Naga Putih menghormatimu karena kegigihanmu."
Liang Fei merasakan hangat di dadanya. "Terima kasih," jawabnya singkat, tak ingin suaranya terdengar terlalu tersentuh. Namun, di dalam hati, ia merasa sedikit lebih ringan.
"Dan, soal mengantarmu ke sekte, tentu saja. Akan sangat menyenangkan memiliki teman perjalanan," Liang Fei menambahkan setelah mengumpulkan pikirannya.
Saat hari menjelang malam, Liang Fei dan Seo Yun segera memasuki penginapan sebelumnya. Tidak ada Ling Hui di sekitar sana jadi mereka bisa beristirahat dengan tenang.
Di dalam penginapan, terpisah dengan kamar Seo Yun namun masih bersebelahan, terlihat Liang Fei yang sedang berkultivasi di atas tempat tidur.
Saat menjelang tengah malam, sebuah getaran halus mulai terasa di udara. Debu-debu kecil di lantai berderak pelan, seolah mendapat dorongan energi yang tidak kasatmata.
Liang Fei, dengan napasnya yang semakin teratur, dapat merasakan energi spiritual di sekelilingnya mulai beresonansi dengan ritme kekuatan dalam tubuhnya.
Dia tahu bahwa saat itu adalah titik kritis — momen kebangkitannya.
Dengan satu tarikan napas yang dalam, dia berkonsentrasi hingga mencapai titik fokus yang sempurna.
Di dalam alam bawah sadarnya yang berwarna putih, Liang Fei menyalurkan energi spiritual terdalam yang dia miliki ke pusat dantiannya.
Debu-debu di lantai bergetar lebih keras. Getaran itu semakin kuat, berubah menjadi pusaran energi yang mengelilinginya, seolah menari mengikuti harmonisasi kekuatan yang semakin menyatu.
Detik-detik menegangkan itu diakhiri dengan ledakan energi yang lembut namun kuat, menerangi kamar dengan cahaya putih keemasan.
Liang Fei merasakan beban yang selama ini membelenggunya perlahan terangkat. Energi yang dulu terasa membatasi kini mengalir deras. Dia telah menerobos — mencapai tingkat kultivasi tahap Penyempurnaan Qi tingkat 1.
Seiring berakhirnya proses tersebut, suasana kamar kembali tenang. Liang Fei, dengan napas yang perlahan kembali normal, membuka matanya dengan kilauan putih.
"Jadi inilah yang dirasakan oleh kultivator Penyempurnaan Qi," ucap Liang Fei sambil mengendalikan naga kecil yang terbuat dari energi putih melilit lengannya.
Di sisi lain, Seo Yun dapat merasakan seorang kultivator yang telah menerobos batas kultivasi. Ia bisa merasakan energi kultivasi yang besar di kamar sebelahnya.
"Sudah kuduga dia bukan orang biasa," gumam Seo Yun, dia sudah beberapa kali melihat kultivator yang menerobos, namun baru kali ini ia merasakan energi Qi sebesar ini.
Di tengah malam yang sunyi itu, ketika semua orang sudah tertidur lelap, beberapa pembunuh bayaran sedang mengintai penginapan Liang Fei dan Seo Yun.
Mereka semua mengenakan jubah hitam berlambang bulan sabit merah, dan masker yang menutupi identitas mereka.
"Target kita adalah seorang wanita dan pria yang mempermalukan klien kita."
Salah satu pembunuh bayaran yang terlihat seperti ketua kelompok itu memberikan instruksi, dibalas dengan anggukan kepala dari anggotanya.
Di bawah sinar rembulan yang samar, para pembunuh bayaran bergerak dengan gesit, menyatu dalam kegelapan malam.
Langkah-langkah mereka tidak bersuara, melingkupi penginapan seperti bayangan yang menyelinap tanpa isyarat.
Suasana tegang menyelimuti udara, dan bahkan angin malam pun seolah terhenti, menyadari kehadiran kelompok yang membawa ancaman ini.
Di kamar sebelah, Liang Fei yang baru saja merasai kekuatan baru dari terobosan kultivasinya, masih duduk dalam meditasi untuk menstabilkan aliran energinya.
Namun, indra keenamnya yang tajam merasakan perubahan halus di sekitar penginapan. Suatu intuisi yang lahir dari ketajaman kultivasi yang telah mengakar dalam dirinya.
Seo Yun, yang tinggal di kamar sebelah, juga mulai merasakan ada bahaya yang mengintai. Meskipun ia tampak tenang di luar, pikirannya waspada dan bersiaga penuh.
Terdapat ketukan yang nyaris tak terdengar, dan sekelebat bayangan menyusup melintasi jendela kamar Seo Yun, berusaha menyerang di tengah malam tanpa belas kasihan.
Gerakan mereka sangat terlatih, satu demi satu pembunuh memasuki kamar tanpa menimbulkan suara sedikit pun.
Namun, sebelum mereka bisa bergerak lebih jauh, Seo Yun telah berdiri di tengah kamar dengan aura memukau yang memancar dari dirinya.
Dia menatap lurus ke arah para penyusup. Senyumnya yang biasanya menenangkan sekarang berubah menjadi senyuman penuh tantangan. Indah namun kejam.
"Kurang sopan rasanya menyerang wanita yang sedang tidur," ucap Seo Yun dengan suara yang mengecoh ketenangan.
Pasukan pembunuh bayaran terhenti sejenak, mengukur kemungkinan keberhasilan misi mereka setelah melihat kepercayaan diri dalam diri Seo Yun.
Secepat kilat, Seo Yun mengibaskan kipas yang selalu dibawanya, menghasilkan hembusan angin yang kuat menghantam tubuh para penyusup dan membuat mereka terhuyung hingga kehilangan keseimbangan.
Sementara itu, di kamar Liang Fei, suara perlawanan Seo Yun menggema. Liang Fei tetap menutup matanya sambil bersila ketika ancaman sudah di depannya.
"Masih bisa berkultivasi meski akan segera mati, kau punya keberanian diri yang bagus."
Salah satu pembunuh bayaran mengeluarkan belatinya, mencoba untuk langsung menghabisi Liang Fei.
Namun, beberapa inci sebelum belati itu melukainya, sebuah pelindung tipis melindungi tubuh Liang Fei dan membuat si penyerang terpental ke tembok.
"Sepertinya kalian sangat percaya diri dengan kekuatan kalian, kalau begitu aku akan melawan kalian tanpa membuka mata," ucap Liang Fei, sombong tapi penuh percaya diri.
Meskipun ia menutup matanya, Liang Fei masih bisa melihat bayangan energi yang menyerupai manusia, itu adalah energi gelap yang penuh dengan kejahatan dan dosa.
"Kesombongan akan mengantarkanmu ke kematian," ucap ketua kelompok dengan geram, ia kemudian mengeluarkan jarum perak dari sela-sela jarinya.
Dengan energi Qi, ia menyelimuti jarum perak tersebut, membuatnya jauh lebih kuat dan tajam sebelum melemparnya ke arah Liang Fei.
Jarum perak itu terpental ketika mengenai pelindung Qi milik Liang Fei, namun segera kembali menyerang seolah dikendalikan oleh benang kasatmata.