NovelToon NovelToon
Dmyth: Kembalinya Hantu Dari Hutan Terlarang.

Dmyth: Kembalinya Hantu Dari Hutan Terlarang.

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem / Identitas Tersembunyi / Epik Petualangan / Menjadi NPC / Hari Kiamat / Evolusi dan Mutasi
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: orpmy

Jo Wira, pemuda yang dikenal karena perburuan darahnya terhadap mereka yang bertanggung jawab atas kematian orang tuanya, kini hidup terisolasi di hutan ini, jauh dari dunia yang mengenalnya sebagai buronan internasional. Namun, kedamaian yang ia cari di tempat terpencil ini mulai goyah ketika ancaman baru datang dari kegelapan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orpmy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pelatihan Peliharaan

Hutan Semaraksa diselimuti keheningan yang mencekam. Di antara semak-semak dan pepohonan yang menjulang tinggi, enam goblin berjalan dengan formasi yang rapat.

Wajah mereka dipenuhi ketegangan, mata kecil mereka terus bergerak, memindai setiap sudut. Mereka seperti kelompok kelinci yang tahu sedang diburu.

Salah satu goblin di barisan belakang melirik gelisah ke arah pepohonan yang rimbun. Ia merasakan sesuatu, tetapi sebelum sempat membuka mulut, sebuah bayangan melompat dari atas.

Dengan kecepatan luar biasa, makhluk itu menerkam goblin tersebut, mencengkeram lehernya dengan taring tajam. Jeritan tertahan keluar dari mulut goblin yang malang saat ia diseret ke semak-semak, meninggalkan jejak darah di tanah.

“Graaaahhh!” Goblin pemimpin, yang bertubuh lebih besar, meraung memberi perintah. Pasukan segera berbalik, mengarahkan senjata mereka ke arah semak-semak. Namun, tidak ada yang terlihat selain gerakan samar di balik dedaunan.

Goblin-goblin itu memutuskan untuk mengejar, tetapi langkah mereka terhenti ketika dari belakang, suara gemuruh mendekat dengan cepat.

Sebelum mereka bisa berbalik, seekor kuda meluncur keluar dari kegelapan, menabrak mereka seperti badai. Tiga goblin terhempas ke tanah, senjata mereka terlempar jauh.

Pemimpin goblin yang masih berdiri berteriak marah, mencoba mengatur ulang formasi. Namun, keadaan sudah terlalu kacau.

Anjing besar itu muncul kembali, menerkam satu goblin yang masih terbaring, mencabik tenggorokannya dengan kecepatan mengerikan. Darah hijau menyembur, mewarnai rumput dan tanah.

Dari atas dahan pohon yang tinggi, Wira mengamati semuanya. Busur dan anak panah sudah siap di tangannya, tetapi ia tidak bergerak. Sebaliknya, dia hanya memberi sinyal dengan peluit kecil di tangannya, hampir tidak terdengar oleh manusia.

“Mereka melakukannya dengan sangat baik,” gumam Wira dengan tenang. Dia sedang melatih kedua peliharaannya untuk bertarung melawan goblin.

Kinta, dengan kemampuan mengendap-endapnya yang mirip seekor serigala, sangat ahli dalam melakukan serangan mendadak. Ia selalu menyerang target terlemah lebih dulu, bertujuan untuk mengurangi jumlah musuh sebelum mereka sempat menyadari kehadirannya.

Sebaliknya, Sumba, karena tubuhnya yang besar, tidak bisa melakukan serangan mendadak. Tubuhnya yang mudah terlihat membuatnya kurang cocok untuk menyergap.

Akan tetapi, Sumba menebusnya dengan kekuatan luar biasa. Dengan satu terjangannya, ia mampu menghancurkan formasi musuh, menciptakan kekacauan di barisan lawan.

Namun, latihan ini tidak tanpa risiko. Saat salah satu goblin yang tersisa berhasil berdiri, ia mengangkat tombaknya dan meluncurkannya ke arah Kinta.

Wira yang melihat itu segera menarik busurnya dengan cepat, melepaskan anak panah yang menghantam tombak itu di udara, mengalihkan arahnya ke tanah.

Kinta yang menyadari bahaya, sontak melompat mundur dengan gesit, ia menggeram marah pada goblin yang telah kehilangan senjatanya.

Goblin yang gagal melakukan serangan kini menjadi ketakutan karena tidak memiliki senjata lain untuk mempertahankan diri.

Sumba kembali dengan serudukan brutal, menabraknya hingga terhempas ke batang pohon. Sementara itu, Kinta menerkam goblin lain yang mencoba melarikan diri, giginya menancap di leher mangsanya.

Pertempuran berakhir dengan cepat. Tubuh goblin berserakan di tanah, darah mereka mengalir membentuk genangan kecil. Kinta dan Sumba berdiri di tengah arena pertarungan, napas mereka berat tetapi mata mereka berbinar penuh semangat.

Wira melompat turun dari pohon, berjalan mendekati Kinta dan Sumba. Ia mengusap kepala Kinta sambil tersenyum dan menepuk tubuh Sumba dengan bangga. “Kalian berdua hebat,” ucapnya. Pujian itu disambut gonggongan riang dari Kinta dan pekikan semangat dari Sumba.

Namun, Wira tidak hanya mengajari dan mengawasi peliharaannya berburu goblin. Ia juga sedang melakukan penelitian kecil. "Aku penasaran, apakah mereka juga akan mengalami demam seperti yang aku alami sebelumnya?" pikirnya.

Untuk saat ini, Wira tidak melihat tanda-tanda perubahan pada Kinta dan Sumba. Tidak ada gejala atau reaksi aneh setelah mereka mengalahkan goblin. “Apa mungkin efek itu hanya muncul saat melawan zombie?” gumamnya sambil merenung.

Rasa penasarannya yang terus membara membuat Wira memutuskan untuk menyelidiki lebih lanjut. Dia mengarahkan langkahnya ke lokasi tempat ia bertarung melawan zombie kemarin, berharap menemukan sebuah petunjuk.

***

Di perjalanan menuju sungai, Wira mulai menyadari perubahan signifikan pada kedua peliharaannya. Stamina Sumba meningkat drastis, dan kecepatannya jauh lebih baik dari sebelumnya.

Sementara itu, Kinta, yang biasanya harus berjuang untuk mengejar kecepatan Sumba, kini mampu menyamainya dengan mudah.

'Tidak salah lagi. Mereka mengalami peningkatan setelah berburu goblin.' Wira semakin yakin dengan teorinya bahwa mengalahkan makhluk anomali seperti zombie dan goblin dapat meningkatkan kemampuan fisik.

Namun, satu hal tetap mengganggunya. 'Kenapa hanya aku yang mengalami demam setelah pertempuran?'

Peningkatan kecepatan Sumba dan Kinta membuat perjalanan mereka lebih cepat dari biasanya. Sesampainya di tepi sungai, Wira menemukan hal yang tidak terduga.

Tempat yang sebelumnya menjadi medan pertempurannya dengan puluhan zombie kini ditumbuhi rumput yang sangat lebat.

"Apa yang terjadi di sini?" gumamnya heran. Semua mayat zombie yang seharusnya ada di tempat itu telah menghilang. Yang tersisa hanyalah tumpukan tulang yang tampak sudah lapuk seperti telah berada di sana selama bertahun-tahun.

Dia memeriksa lebih dekat. Bekas luka pada tengkorak yang tersisa menunjukkan tanda-tanda yang familiar, beberapa terkena anak panah, sementara yang lain hancur akibat hantaman benda tumpul.

Ini mempertegas dugaannya bahwa tulang-tulang itu adalah sisa zombie yang dia lawan kemarin.

"Hanya tulang dan pakaian yang tersisa… Seakan daging mereka meleleh dan menyatu dengan tanah," katanya dengan nada bingung. Saat mengamati tanah di sekitar, Wira mendapati bahwa area tersebut sangat subur, bahkan jauh lebih subur dibandingkan ladangnya sendiri.

Keadaan ini mengingatkannya pada kebunnya yang menjadi lebih subur setelah Kinta mengubur lengan goblin di sana. "Apa mungkin sisa-sisa tubuh zombie dan goblin bisa dijadikan pupuk?" pikir Wira.

Namun, pertanyaan itu hanya menambah rasa penasarannya. Semakin dia mencoba memahami situasi, semakin banyak misteri yang muncul. Dengan frustrasi bercampur semangat, Wira tiba-tiba mengangkat kedua tangannya ke udara dan berteriak keras, meluapkan emosinya. "Sudah lama aku tidak merasa bersemangat seperti ini!"

Di tengah kegaduhan itu, Kinta mulai mengendus-endus tumpukan tulang, tampak menemukan sesuatu yang menarik. Wira menghampiri anjingnya dan melihat Kinta menggali dengan antusias hingga menemukan sebuah batu kecil berwarna kebiruan.

Batu itu terlihat biasa saja bagi Wira, tapi mata Kinta berbinar-binar penuh minat. Anjing itu tampak seperti melihat makanan lezat. "Kau menginginkannya?" tanya Wira sambil menyodorkan batu itu ke wajah Kinta.

Tanpa ragu, Kinta menggonggong pelan, lalu dengan cepat melahap batu itu langsung dari tangan Wira. "Hei! Apa yang kau lakukan?! Jangan makan sembarangan!" seru Wira, panik. Kekhawatiran langsung menyergap pikirannya, bagaimana jika batu itu beracun?.

Ketakutannya seakan menjadi kenyataan. Setelah menelan batu tersebut, Kinta mulai menunjukkan perilaku aneh. Anjing itu tampak semakin lemah, langkahnya goyah, dan akhirnya terbaring lemas di tanah.

"Kinta!" Wira segera berlutut untuk memeriksa keadaan peliharaannya. Saat tangannya menyentuh tubuh Kinta, dia terkejut menemukan suhu yang sangat panas. "Kau demam... Sudah aku bilang jangan makan sembarangan, bukan?!" ujarnya dengan nada cemas bercampur kesal.

Kinta hanya bisa mengerang pelan, tampak kesakitan, sementara Wira terus memeriksa dengan teliti. Namun, di tengah rasa khawatirnya, Wira tiba-tiba terdiam. Matanya menyipit, pikirannya mulai mengolah sesuatu. "Tunggu sebentar... Demam?" bisiknya.

1
Orpmy
Yey, akhirnya chapter 20.

mohon berikan dukungannya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!