“Ah. Jangan tuan. Lepaskan saya. Ahhh.”
“Aku akan membuatmu mendesah semalaman.”
Jasmine Putri gadis kampung yang berkerja di rumah milyarder untuk membiayai kuliahnya.
Naas, ia ternoda, terjebak satu malam panas bersama anak majikannya. Hingga berakhir dengan pernikahan bersama Devan anak majikan tampannya.
Ini gila. Niat kuliah di kota malah terikat dengan milyarder tampan. Apakah Jasmine harus bahagia?
“Aku tidak akan pernah menerima pernikahan ini,” tekan Devan frustasi menikah dengan pelayan.
“Aku harus menemukan dia.” Kenang Devan tentang gadis misterius yang menyelamatkan tiga tahun lalu membuatnya merasa berhutang nyawa.
Bagaimana pernikahan Jasmine dengan Devan anak majikannya yang dingin dan jutek namun super tampan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon She Wawa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesan
Jasmine baru saja keluar dari ruang kelas memasang wajah tak bersemangat.
“Aww,” ringis Jasmine memegang dahinya yang terasa nyeri setelah semalam terbentur di pintu kamar Devan. Ugh bisa-bisanya dia berjalan sambil menutup mata dan parahnya lagi ia sempat tertidur di kamar pemuda galak itu. Ahh mengerikan.
Tuan Devan. Oh, mengingat pemuda itu. Jasmine teringat sesuatu.
Jasmine melangkah tergesa-gesa. Perempuan cantik ini harus ke suatu tempat untuk bertemu seseorang sebelum dia kembali ke rumah Raditya. Dan menghabiskan seluruh waktunya untuk menjadi budak Devan.
Astaga, hidup Jasmine jadi berantakan karena Devan. Semua tidak berjalan dengan baik.
Langkah cepat Jasmine terhenti saat perempuan cantik bermake up tebal mendekat lalu merangkul lengannya.
“Woy Min. Mau kemana? Buru-buru banget. Kaya emak balik rumah, lupa matiin kompor,” ujar Luna.
“Lun. Aku ada urusan,” jelas Jasmine.
“Min ikut aku yuk!” ujar Luna menggiring langkah Jasmine untuk ikut.
“Kemana?” tanya Jasmine.
“Hari ini aku traktir mekdi. Karena kau telah mempromosikan cream wajahku di medsosmu,” jelas Luna.
Mekdi. Ayam goreng.
Raut wajah Jasmine seketika berubah senang mendengar nama makanan kesukaannya.
Wah asik, decak Jasmine dalam hati, membayangkan ayam goreng berbalut tepung yang renyah berterbangan di atas kepala. Sungguh air liurnya sudah ingin menetes.
“Ayo. Aku sudah lapar,” Luna menarik tangan Jasmine yang kini diam terlihat mengulas senyum sambil memikirkan sesuatu. Jasmine kan, tidak pernah menolak ayam goreng.
Jasmine mengikuti tarikan Luna bak terbius, namun baru beberapa langkah Jasmine tersadar. Ah, dia tidak punya banyak waktu. Dia harus mengurus sesuatu.
“Ada apa? Aku sudah sangat lapar,” tanya Luna saat Jasmine berhenti di tempat.
“Sorry Lun. Hari ini aku ngak bisa,” jelas Jasmine kini gurat wajahnya berubah seperti semula. Bagaimana tidak dia harus melewatkan traktiran Luna. Rasanya tak rela.
“Ya Min,” protes Luna.
“Tidak bisa Lun. Ada yang harus aku sampaikan padanya dan akhir-akhir ini aku sangat sibuk. Aku tidak punya banyak waktu," ujar Jasmine.
“Ya, Min,” protes Luna mengiba.
“Traktirannya di undur aja ya, weekend aku punya banyak waktu,” kata Jasmine.
“Weekend. Baiklah. Sekalian temanin aku belanja,” putus Luna.
“Baiklah. Aku pergi dulu,” ujar Jasmine tanpa basa-basi lagi, meninggalkan Luna dengan langkah tergesa-gesa.
Luna menggelengkan kepala pelan melihat Jasmine berjalan cepat bak di kejar penagih pinjol.
***
Jasmine berdiri di depan sebuah ruko berlantai dua. Lengkungan senyuman menghiasi wajah Jasmine saat melihat pemuda tampan berwajah oriental, duduk di meja kasir. Dia adalah Nathan Wang. Si pemilik ruko sekaligus bos kedua untuk Jasmine.
“Sore Ko,” sapa Jasmine yang kini telah berada di depan meja kasir.
Pemuda tinggi 185 cm dan berdarah Chiness itu mengulas senyum saat tatapannya mengarah pada Jasmine.
“Mimin,” sapa Nathan ramah. Namun pemuda itu bangun dari duduknya memasang wajah panik saat netranya menatap ke arah dahi Jasmine yang membiru.
“Mimin dahimu kenapa?” tanya Nathan cemas.
Jasmine replek memegang dahinya. “Oh, ini aku tidak sengaja terbentur Ko,” jawab Jasmine dengan cengiran.
“Terbentur. Kau seharusnya hati-hati. Itu pasti nyeri,” cerocos Nathan mendekat ke arah Jasmine mengamati dahi perempuan itu.
“Hanya sedikit Ko,” ujar Jasmine.
“Tunggu di sini. Aku ambilkan salep pereda nyeri untukmu.” Nathan mengarahkan tubuh Jasmine duduk di kursi kemudian mencari sesuatu di laci meja.
Tak beberapa lama salep telah berada di tangan Nathan.
“Tidak perlu Ko,” balas Jasmine merasa tak enak.
“Sudah ini harus di obati,” kekehnya, pemuda berkulit putih bersih bak susu itu pun langsung mengoleskan salep di dahi Jasmine.
Jasmine terdiam menerima perlakuan Nathan. Uhg, pemuda ini memang lembut dan sangat perhatian bertolak belakang sekali dengan Devan padahal mereka seumuran.
Ya ampun Devan. Dia baru ingat tujuannya datang kemari.
Setelah beberapa saat Nathan telah selesai mengoles salep di luka Jasmine.
“Min. Akhir-akhir ini aku tidak pernah melihatmu live lagi di medsos,” ujar Nathan. Ya, dia salah satu penonton setia live Jasmine.
“Oh. Iya Ko. Maaf Untuk sementara aku tidak bisa berjualan online. Aku sedikit sibuk, di kampus lagi banyak tugas,” dusta Jasmine. Tidak mungkin dia mengatakan waktunya habis karena di tindas oleh Devan.
Nathan mengukir senyum, menepuk kepala Jasmine.
“Tidak masalah Min, selama ini kau sudah bekerja keras. Istirahatlah, jangan memaksakan diri. Jangan sampai kau kelelahan dan sakit. Kau bisa memulainya lagi kapan pun kau ada waktu,” kata Nathan lembut.
“Terima kasih Ko, sudah mengerti.”
Obrolan Jasmine dan Nathan terhenti saat sebuah notifikasi pesan masuk ke dalam ponsel Jasmine.
Jasmine pun meraih ponsel di tasnya kemudian membacanya.
Perempuan itu menarik napas berat saat membaca pesan laknat dan menyebalkan.
Pulang dan cuci semua mobil di garasi.
Isi pesan dari Devan.
Oh astaga. Dia benar-benar tidak bisa hidup dengan tenang. baru juga terbebas sebentar.
Jasmine kembali memasukkan ponsel ke tas.
“Ko Aku harus pulang,” ujar Jasmine beranjak cepat.
“Ada apa? Pesan dari siapa?” tanya Nathan melihat perempuan ini begitu terburu-buru setelah membaca pesan di ponselnya.
“Dari bibi Anna. Di rumah sedang banyak kerjaan. Aku harus pulang," jelas Jasmine lagi-lagi berkilah.
“Baiklah. Aku akan mengantarmu,” ucapnya.
“Tidak perlu Ko,” balas Jasmine. Melambaikan kedua tangan tanda menolak.
“Tidak aku akan mengantarmu, aku mencemaskanmu, lihat lukamu itu,” kekeh Nathan.
Jasmine menggaruk tengkuknya yang tak gatal, tersenyum canggung. Merasa tak enak hati Nathan meluangkan waktu untuk mengantarnya. Ah dia jadi merepotkan. Tapi Nathan memang sejak dulu sangat perhatian padanya.
***
Kendaraan Nathan telah berada di samping pos penjagaan tempat dia biasa menurunkan Jasmine saat mengantar perempuan itu pulang.
“Terima kasih Ko,” ucap Jasmine.
“Emm.” Nathan menangguk.
Nathan lalu mengedarkan pandangan pada rumah.
“Dia belum kembali?” wajah Nathan berubah datar tanpa senyum lagi.
“Belum,” jawab Jasmine singkat.
“Untuk beberapa saat dia akan terbebas dari hinaan Devan,” ujar pemuda itu lagi.
“Ko,” sela Jasmine memegang lengan Nathan sembari memasang wajah prihatin.
“Setiap hari Devan akan melakukan itu pada ibu. Dan bodohnya dia terus saja bertahan dengan hinaan itu.”
“Ko. Ibumu perempuan yang kuat dan sabar,” jelas Jasmine.
Ya, Nathan adalah anak kandung dari Maylin. Namun pemuda itu tak ingin tinggal bersama dengan keluarga baru ibunya, dia memilih tinggal di ruko peninggalan neneknya. Nathan tak sanggup memiliki saudara tiri galak dan kejam seperti Devan yang selalu menghina mereka.
Suasana hening hingga tak lama.
Astaga Jasmine telah terlambat.
“Terima kasih Ko sudah mengantarkanku, aku masuk dulu. Aku buru-buru,” ucap Jasmine.
“Baiklah. Ingat selalu pesanku! Jangan pernah muncul apalagi dekat dengan Devan, dia suka berbuat sesuka hati. Aku tidak mau kau menerima perlakuan buruk darinya,” pesan Nathan sangat tahu watak saudara tirinya itu.
Jasmine terdiam mematung.
“Kau benar Ko. Seharusnya aku tidak pernah bertemu dengannya, dia sangat arogant. Tapi sial, aku malah menikah dengannya, bagaimana menjauh darinya?” batin Jasmine frustrasi bertemu dengan Devan adalah kesalahan.
Sementara itu di sudut lain rumah.
Di balkon kamar, sepasang mata sejak tadi mengamati ke duanya berbincang.
“Nathan Wang,” gumam Devan.
“Dia bersama dengan pelayan itu.”
“Mereka saling kenal?” Devan bertanya-tanya sorot matanya menatap tajam bak belati. Pada pemuda yang bersama dengan Jasmine.
pelabuhan terakhir cinta Nathan Wang