Sandra, gadis yang hidup sengsara di keluarga kaya Hartawan. Sejak kecil, ia diperlakukan kejam oleh orang tuanya, yang sering memukul, menyalahkannya, dan bahkan menjualnya kepada pria-pria tua demi uang agar memenuhi ambisi keuangan orang tuanya. Tanpa Sandra ketahui, ia bukan anak kandung keluarga Hartawan, melainkan hasil pertukaran bayi dengan bayi laki-laki mereka
Langit, yang dibesarkan dalam keluarga sederhana, bertemu Sandra tanpa mengetahui hubungan darah mereka. Ketika ia menyelidiki alasan perlakuan buruk keluarga Hartawan terhadap Sandra, ia menemukan kenyataan pahit tentang identitasnya. Kini, Langit harus memilih antara mengungkapkan kebenaran atau tetap bersama Sandra untuk melindunginya. Sementara Sandra, cinta pertamanya ternyata terikat oleh takdir yang rumit bersamanya.
#foreducation
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Littlesister, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permintaan Maaf
"Silakan pesan, Langit. Ada yang bisa saya bantu?" Sandra tersenyum manis.
"Kamu… kerja di sini? Sejak kapan?" Langit masih terdiam, tampak kebingungan.
"Iya, sejak kemarin. Aku kerja keras itu satu-satunya hal yang bisa aku andalkan sekarang. Aku nggak bisa berharap sama siapa pun, termasuk kamu." Sandra tersenyum kecil.
Langit merasa hatinya seperti ditusuk. Ia mencoba menjawab, tapi Sandra segera memotongnya. Ia tahu betapa besar luka yang ia tinggalkan di hati Sandra, dan kini ia melihat bahwa Sandra berubah menjadi sosok yang lebih kuat. Namun, di balik ketegaran itu, ia tahu ada rasa sakit yang belum sembuh.
"Bisa tolong kamu minggir dulu? Ada yang mau bayar" pinta Sandra.
Tanpa menjawab Sandra, Langit segera berpindah tempat. Dan segera pergi ke kelasnya, karena hari ini ada kelas pagi. Niatnya pagi ini, ia ingin ke kantin membeli sarapan. Tetapi kini rasanya perut Langit sudah penuh tidak jadi membeli sarapan.
Pada saat istirahat setelah mata kuliah pertama selesai, Langit segera bergegas ke kantin untuk menanyakan semua pertanyaan yang telah ia simpan selama ini.
"Halo, ada yang bisa saya bantu" Sandra mencoba untuk terlihat perfesional.
"Ada yang mau aku tanyakan, boleh minta waktunya sebentar?" Langit mencoba untuk memulai percakapan.
"Oh, maaf. Saya sibuk. Kalau tidak ada kepentingan lagi, boleh tolong jangan ganggu saya dulu. Kalau mau bahas yang lain, itu nggak ada hubungannya sama pekerjaan saya." Sandra mengacuhkan Langit yang berusaha mendekatinya lagi.
Pada saat yang sama Manajer Kantin lewat, dan Langit segera meminta izin meminjam Sandra sebentar untuk membicarakan hal penting. Setelah mendapatkan izin, mereka segera keluar dari kantin untuk membahas hal penting ini.
"Ada yang mau aku tanyakan, sebenarnya..." Langit mencoba membuang semua pemikiran buruknya yang selama ini ia pikirkan. Namun belum selesai berbicara Sandra segera memotong perkataan Langit.
"Sepertinya sudah tidak ada yang harus kita bicarakan. Maaf, tapi sekarang aku sibuk" ucap Sandra menahan diri untuk tidak menangis.
"Aku... aku minta maaf, Sandra. Aku nggak seharusnya marahin kamu seperti itu. Aku terlalu cepat ngambil keputusan tanpa denger penjelasan kamu." Langit menyesal.
"Aku nggak tahu kalau kamu bisa ngerti, Langit. Sebenernya aku sudah gak mau bahas ini lagi. Semua yang terjadi, aku juga nggak tahu harus gimana. Aku nggak pernah berniat nyakitin siapa pun." Sandra mulai membuka suara.
"Aku nyesel, Sandra. Aku benci banget lihat kamu pergi, tapi aku nggak bisa terima kenyataan itu... aku nggak seharusnya nyalahin kamu." ucap Langit.
"Kenapa kamu nggak pernah bilang? Kamu pikir aku nggak pantas tahu? Kamu tidur sama ayahku, Sandra. Kamu tahu nggak, betapa jijiknya aku mendengar itu?" tanya Langit.
"Aku tahu ini salah, Langit. Tapi kamu harus dengar aku. Aku nggak mau ini terjadi. Aku dijebak." Sandra menangis.
"Itu ulah ibuku dan adikku, Farah. Mereka tahu aku nggak punya pilihan. Mereka yang memaksa aku masuk ke kamar ayahmu. Ibu bilang, kalau aku nggak nurut, dia bakal nyakitin aku lebih parah." sambung Sandra.
Langit terdiam, terkejut mendengar pengakuan itu. Ia menatap Sandra dengan campuran rasa syok dan kebingungan.
"Ibu kamu? Kenapa dia sampai tega melakukan itu?" tanya Langit.
"Karena dia benci aku. Dia selalu benci aku sejak kecil. Aku cuma anak yang nggak pernah dia inginkan. Dia bilang aku nggak lebih dari alat buat memenuhi keinginannya. Dan waktu itu… aku cuma anak kecil yang nggak bisa melawan." cerita Sandra.
Langit menunduk, mencoba mencerna semua yang baru saja ia dengar. Meski hatinya masih penuh emosi, ia mulai menyadari bahwa Sandra tidak sepenuhnya bersalah.
"Kenapa kamu nggak pernah cerita ke aku sebelumnya?" Langit dengan nada pelan, tapi penuh rasa bersalah.
"Karena aku takut. Aku tahu kamu bakal benci aku. Aku tahu nggak ada yang bakal percaya sama aku." jujur Sandra.
Langit menghela napas panjang, menatap Sandra dengan ekspresi penuh campuran emosi. Ia merasa marah, kecewa, tapi juga sedih untuk Sandra.
"Kenapa nggak dari dulu aja kamu percaya sama aku, Langit? Aku nggak pernah mau ngerusak hidup kita." Sandra menatap Langit dengan wajahnya yang telah dibanjiri air mata.
Langit terdiam, menyesali semua yang terjadi. Dia tahu, sekarang adalah waktu untuk memperbaiki kesalahannya. Ia menarik napas dalam, berusaha meyakinkan dirinya bahwa ini adalah langkah pertama untuk membuat semuanya benar.
"Sandra, aku nggak ingin kehilangan kamu. Aku akan berjuang untuk kita, untuk kamu. Aku janji, aku nggak akan buat kesalahan yang sama lagi." Langit dengan suara yang lebih yakin, berusaha membangun kembali hubungan mereka.
Sandra terdiam, matanya mulai berkaca-kaca, namun ia bisa merasakan kehangatan dan penyesalan Langit.
"Aku... aku nggak tahu kalau kita bisa seperti dulu lagi, Langit." ucap Sandra.
Langit menggenggam tangan Sandra, dengan penuh ketulusan, serta dengan senyum kecil, namun penuh harapan.
"Kita bisa, Sandra. Kita akan mulai dari sini. Aku akan membuat semuanya jadi benar." janji Langit.
"Sudah belum, Nak? Sandra masih banyak tugas yang lain" tegur Manajer Kantin.
"Oh, sudah pak. Terima kasih" balas Langit.
"Kamu pulang jam berapa? Kebetulan ini aku masih ada mata kuliah lagi, nanti pulangnya bareng ya. Aku mau sekalian antar kamu, supaya aku tau sekarang tempat tinggal kamu di mana" sambung Langit, rasanya hatinya sudah lega mendapatkan semua jawaban.
"Boleh, aku pulang sekitar pukul empat sore, kamu gapapa? Karena terlalu sore dan mau hujan, lagipula rumah kamu berlawanan arah denganku" Sandra memastikan.
"Aku gapapa banget kok, lagipula aku bawa mobil supaya gak kehujanan, aku tunggu ya nanti pukul empat sore" ucap Langit seraya pergi ke kelasnya.
Saat sore tiba, Sandra sudah bersiap-siap pulang. Ia segera membereskan semuanya. Langit segera menghampiri Sandra dan memisahkan diri dari teman-temannya. Mereka pun pergi bersama. Sandra masuk ke dalam mobil Langit. Dan pergi ke kos Sandra. Sesampainya di depan kos Sandra. Langit agak terkejut melihat kos yang terlihat sangat sederhana.
"Makasih ya untuk hari ini. Hati-hati di jalan ya" ucap Sandra dan Langit pun segera pulang ke kosannya.