"Ayah, kenapa Ayah merahasiakan ini semua padaku Yah?" Tanya Alesha yang harus menelan pil pahit saat mengetahui kebenaran tentang dirinya, kebenaran bahwa Ia adalah anak hasil dari pemerkosaan yang di alami oleh ibunya.
"Nak, kamu anak Ayah, apapun yang terjadi, kamu tetap anak Ayah." Ucap Pak Damar dengan air mata yang mulai membasahi pipinya.
"Tidak Yah, aku benci Ayah. Aku benci pada diriku sendiri yah." Ucap Alesha sembari memukuli tubuhnya sendiri.
"Jangan lakukan itu Nak, kamu Anak Ayah, sampai kapanpun kamu anak Ayah." Ucap Damar sembari memegangi tangan Alesha agar tak memukuli tubuhnya lagi.
Melihat anak yang begitu Ia sayangi seperti ini membuat hati Damar begitu hancur.
"Atau jangan jangan Ibu terkena gangguan jiwa karena aku Yah, karena Ibu hamil anak dari para bajing*n itu Yah." Tebaknya karena semua orang bilang Ibunya gila semenjak melahirkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Banilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bangga
..."Ayah..." Suara lembut terdengar dari mulut gadis yang memiliki paras cantik, berkulit putih, bola mata coklat dengan bulu mata lentik, bibir merah alami dengan rambut ikal sebahu berwarna hitam kecoklatan....
...Gadis itu segera turun dari gendongan Ayahnya, dengan perasaan takut. Teman teman Shasa yang ikut mengejar layangan pun berlarian karena takut kena marah orang tua Shasa....
...***...
"Shasa, kamu ini anak perempuan tapi kelakuan kamu seperti anak laki-laki, ngapain kamu naik ke atas pohon? kalau jatuh bagaimana?" Omel Ajeng menjewer kuping anaknya yang di panggil Shasa itu sembari menyeretnya untuk pulang.
"Ampun Bunda, sakit." Rengek Shasa.
Damar yang melihatnya hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan putrinya.
"Udah berkali kali Bunda bilang kalau main itu harus ingat waktu, sekarang udah hampir maghrib kamu malah asik asikan di atas pohon, ketemu kuntilanak baru tahu rasa kamu." Omel Ajeng lagi saat sudah di depan rumah.
"Udah Bun, kasihan Shasa." Ucap Damar.
Ajeng pun melepaskan tangannya dari kuping Shasa. Dengan perasaan yang masih kesal.
"Shasa, sekarang kamu mandi ya, sebentar lagi maghrib, kita akan shalat berjamaah di masjid." Titah Damar.
"Iya ayah."Sahut Shasa segera berlari ke kamar mandi.
"Ayah kebiasaan manjain Shasa terus, anaknya jadi susah kalau di bilanginnya." Protes Ajeng.
"Namanya juga anak kecil Bunda, wajar kalau dia lagi senang main." Ucap Damar.
"Ayah, Shasa itu anak perempuan, tapi..."
"Iya Bunda, Ayah juga tau kalau Shasa itu perempuan, makanya Ayah ngga terlalu mengekang dia, tau sendiri anak perempuan kalau di kekang malah tambah membangkang, kita biarkan aja Shasa seperti itu, selagi masih hal yang wajar kita cukup mengawasinya saja, kalau sudah melewati batas baru kita akan bertindak tegas pada Shasa." Ucap Damar menyela ucapan Ajeng.
"Udah sekarang ngga usah berpikir yang macam macam, lebih baik Bunda juga siap siap, sebentar lagi adzan maghrib." Sambung Damar.
"Iya Mas." Sahut Ajeng kemudian segera mengambil mukena dan sajadahnya. Tak lupa Ajeng mengenakan hijabnya.
Sudah sebelas tahun Damar memutuskan untuk pindah ke Bandung dan tinggal di pelosok desa bersama dengan anak dan istrinya, setelah mengetahui ibunya sempat datang dan mengusir Ajeng dari kontrakannya yang menyebabkan Ajeng akhirnya mengingat kejadian kelam itu dan hampir membahayakan janin yang di kandung Ajeng, membuat Damar sangat marah.
Pak Adhi pun tak bisa lagi memaksa Damar untuk tetap bekerja di kantor nya saat itu, bahkan tanpa sepengetahuannya Damar pergi begitu saja, sampai saat ini Pak Adhi terus mencari keberadaan anak, menantu dan cucunya.
Sahabat sahabat Damar pun tak tau tempat tinggal Damar saat ini. Damar hanya berpamitan saat itu, namun Damar masih sesekali menghubungi sahabat sahabatnya, hanya saja tidak terlalu sering seperti dulu.
Damar, Ajeng dan juga Shasa berjalan menuju masjid saat adzan maghrib sudah berkumandang, Damar dan Ajeng menggandeng tangan Shasa yang ada di tengah tengah mereka.
"Shasa, sudah hafal surat Al Insyirah belum? Kan kemarin Ustadzah Hana minta anak anak untuk menghafal surat itu." Tanya Damar.
"Sudah dong Ayah." Jawab Shasa yakin.
"Coba mana, Ayah mau denger." Pinta Damar.
Shasa pun sepanjang jalan melantunkan surat Al Insyirah dengan suara merdunya, bahkan Shasa begitu Fasih dengan bacaan tajwid yang tepat.
"Subhanallah, merdu sekali Nak." Puji Ajeng mengusap lembut kepala Shasa yang tertutup hijab, lalu melirik ke arah suaminya yang sedang tersenyum.
Damar begitu bangga pada putrinya, dengan seribu kenakalannya yang terkadang membuatnya pusing, namun putrinya itu tidak pernah kesulitan untuk menghafal ayat ayat suci Al Qur'an.
Damar pun teringat pada masa kecilnya dulu, walau tanpa dampingan kedua orang tuanya yang super sibuk, tapi Bi Imas selaku ART di rumah orang tuanya sekaligus pengasuhnya selalu mengajarkannya mengaji dan Shalat.l
***
"Pah, sudah sebelas tahun Damar pergi, kenapa Papah belum menemukannya juga?" Tanya Bu Tania.
"Mah, Papah sudah berusaha mencari hampir ke seluruh indonesia, bahkan Papah sudah mengerahkan seluruh anak buah Papah untuk mencari mereka, tapi hasilnya tetap sama Mah. Mereka sangat sulit untuk ditemukan." Jawab Pak Adhi.
"Apa papah sudah coba menanyakan pada teman teman Damar pah? Mungkin mereka ada yang tau keberadaan Damar." Tanya Bu Tania.
"Sudah Mah, Papah sudah tanya Kevin, Riko dan Rama. Mereka tidak ada yang tau tempat tinggal Damar saat ini." Jawab Pak Adhi.
"Kemana Damar Pah. Gara gara wanita itu Damar meninggalkan kita Pah." Gerutu Bu Tania.
"Cukup Mah, Damar pergi bukan karena Ajeng, tapi karena keegoisan kamu yang tidak bisa menerima Ajeng, Damar mencintai Ajeng Mah, kenapa Mamah tidak bisa menerima itu. Andai mamah bisa menerima Ajeng, Damar pasti ada disini bersama kita." Ucap Pak Adhi dengan nada sedikit meninggi karena kesal istrinya selalu menyalahkan Ajeng.
"Papah kenapa malah nyalahin mamah sih, bukannya Papah juga ngga setuju kalau Damar sama Ajeng." Ucap Bu Tania
"Awalnya Iya, tapi setelah Damar pergi dari rumah demi Ajeng, Papah sadar cinta memang tidak bisa di paksakan Mah." Timpal Pak Adhi.
"Papah kenapa sih malah belain wanita miskin itu, dia udah bikin hidup Damar menderita Pah. Pasti saat ini Damar sedang kesusahan Pah." Protes Bu Tania karena suaminya terus membela wanita yang sangat dia benci saat ini.
"Percuma Papah nyari Damar sampai ketemu juga kalau mamah tetep ngga bisa menerima Ajeng, Damar ngga mungkin mau pulang Mah." Ucap Pak Adhi.
"Damar pernah bilang sama Papah, Dia akan pulang ke rumah kalau Mamah sudah bisa menerima Ajeng dan anaknya Mah." Sambungnya.
"Pah, tapi anak itu bukan anak Damar, bagaimana mungkin mamah bisa menerimanya." Hardik Bu Tania
"Mah, kamu kenapa keras kepala sekali sih, kalau kamu terus seperti ini selamanya Damar ngga akan pulang." Ucap Pak Adhi lalu pergi begitu saja.
"Pah.. Papah... Mamah belum selesai bicara Pah. Papah." Teriak Bu Tania namun tak di gubris oleh Pak Adhi.
"Kenapa sih semua orang malah membela wanita sialan itu." Umpat Bu Tania.
***
"Yah, besok di sekolah ada acara perlombaan, Shasa udah daftar lomba cerdas cermat dan melukis yah." Ucap Shasa pada sang Ayah saat sang Ayah duduk di teras rumah. Sementara dirinya baru selesai mengerjakan PR di bawahnya dengan beralaskan tikar dan meja belajar lihat.
"Loh, kok Shasa baru bilang sekarang sih sama Ayah? Ayah besok ngga bisa dateng deh lihat Shasa lomba. Soalnya besok Ayah harus kerja. Coba aja Shasa bilangnya jauh jauh hari, Ayah kan bisa Izin." Protes Damar sembari menarik tangan putrinya agar duduk di pangkuannya.
"Ngga apa apa yah, cuma lomba antar kelas aja, nanti kalau Shasa menang baru di lomba lagi tingkat kecamatan, kalau Shasa menang lagi nanti ke tingkat kabupaten, nah kalau menang lagi tingkat provinsi deh yah." Ucap Shasa yang
"Waahhhh kalau gitu Shasa harus menang, oke? Shasa harus belajar yang rajin, kalau Shasa menang nanti Ayah belikan boneka Barbie yang gede, yang Shasa mau itu loh." Ucap Damar mencoba memberi semangat.
"Beneran Yah?" Tanya Shasa.
"Iya beneran, makanya Shasa harus bekerja keras biar menang, oke?" Jawab Damar.
"Oke Ayah. muachhhhhh." Ucap Shasa lalu mencium pipi Ayahnya kemudian masuk ke dalam rumah.
"Kamu tumbuh begitu cepat Nak, rasanya baru kemarin Ayah menggendong kamu saat masih bayi, sekarang udah sebelas tahun aja. Ayah akan memberikan yang terbaik untuk kamu Nak." Batin Damar sembari menatap punggung anaknya yang berlari masuk ke rumah.