John Ailil, pria bule yang pernah mengalami trauma mendalam dalam hubungan asmara, mendapati dirinya terjerat dalam hubungan tak terduga dengan seorang gadis muda yang polos. Pada malam yang tak terkendali, Nadira dalam pengaruh obat, mendatangi John yang berada di bawah pengaruh alkohol. Mereka terlibat one night stand.
Sejak kejadian itu, Nadira terus memburu dan menyatakan keinginannya untuk menikah dengan John, sedangkan John tak ingin berkomitmen menjalin hubungan romantis, apalagi menikah. Saat Nadira berhenti mengejar, menjauh darinya dan membuka hati untuk pria lain, John malah tak terima dan bertekad memiliki Nadira.
Namun, kenyataan mengejutkan terungkap, ternyata Nadira adalah putri dari pria yang pernah hampir menghancurkan perusahaan John. Situasi semakin rumit ketika diketahui bahwa Nadira sedang mengandung anak John.
Bagaimanakah akhir dari kisah cinta mereka? Akankah mereka tetap bersama atau memilih untuk berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4. Sementara
John membawa nampan berisi semangkuk bubur hangat ke kamar tempat Nadira beristirahat. Saat ia masuk, ia melihat gadis itu mulai membuka matanya dan mengamati ruangan dengan pandangan lemah.
“Kau sudah sadar?” tanya John lembut, lalu meletakkan bubur di atas nakas di samping tempat tidur. Nadira perlahan menoleh ke arah John, mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan pandangannya.
“Om…” panggil Nadira dengan suara pelan dan lemah, nyaris seperti bisikan.
John menghela napas panjang, menyadari betapa rapuh gadis ini tampak. Ia membuka tutup bubur dengan tenang dan menyodorkannya ke arah Nadira. “Makanlah. Kau butuh tenaga,” katanya tegas, namun nada bicaranya menunjukkan perhatian yang dalam.
Nadira hanya menurut, membuka mulut ketika John menyuapinya perlahan. Matanya mulai berkaca-kaca, dan ia tak dapat menahan rasa haru yang muncul di hatinya. John mungkin tampak dingin, tapi perhatian yang diberikan pria ini adalah sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
"Dia mungkin tak mengerti, tapi bagiku ini lebih dari cukup," pikir Nadira dalam hati, menahan air mata.
Setelah Nadira selesai makan, John meletakkan mangkuk kosong di nakas dan menatapnya serius. “Kenapa kau duduk menungguku di depan pintu seperti tadi?” tanyanya dengan nada datar, meskipun jauh di dalam hatinya ia merasa tak nyaman dengan keadaan ini.
Nadira menundukkan kepala, wajahnya murung. Ia tampak ragu, tapi akhirnya ia membuka mulutnya, suaranya gemetar. “Aku…,”
John mengerutkan kening, meskipun dalam benaknya ia sudah menduga jawabannya. "Apa ini karena… dia merasa dirinya sudah tak perawan lagi?"
Namun Nadira melanjutkan, suaranya penuh ketakutan. “Semalam, ada yang menjebakku, ingin aku... dinikmati Om-om botak berperut buncit.” Air mata mulai mengalir dari matanya, membasahi pipinya. “Aku… aku tak pernah menyusahkan, apalagi mencari masalah dengan orang lain. Tapi kenapa ... mereka tega ....”
John menatap gadis di hadapannya, hatinya terasa berat. Jadi ini alasan kenapa semalam dia berada dalam pengaruh obat? Ia menghela napas panjang, merasa prihatin pada apa yang baru saja ia dengar.
“Jadi, siapa yang menyerahkanmu pada pria tua itu?” tanya John, suaranya terdengar geram tanpa ia sadari.
Nadira menunduk, bahunya bergetar. “Mereka yang telah membuat ibuku menderita dan meninggal. Mereka belum puas menyakiti aku dan ingin menghancurkan hidupku.”
John mengepalkan tangannya di sampingnya, merasakan kemarahan yang tumbuh di dalam dirinya. Tapi ia berusaha menahan diri. Ia meraih tangan Nadira dan menggenggamnya dengan lembut. “Kau tak perlu kembali ke tempat yang dikelilingi orang-orang seperti itu jika kau tak mau. Di sini, kau aman.”
Nadira mengangguk, lalu menangis terisak-isak. Di tengah kesedihannya, ia mendengar suara John yang terdengar menenangkan, meskipun biasanya dingin. “Mulai sekarang, aku yang akan melindungimu,” bisik John, hampir tanpa ia sadari. "Entah bagaimana, aku tak akan biarkan gadis ini terluka lagi…" batin John.
John menutup pintu kamar dengan pelan, meninggalkan Nadira untuk beristirahat. Begitu berada di luar kamar, ia menghela napas panjang dan mengusap wajahnya dengan kasar, frustrasi dengan kata-katanya sendiri.
"Di sini kau aman. Mulai sekarang, aku yang akan melindungimu," gumamnya dalam hati, mengulangi kalimat yang baru saja ia ucapkan. "Sial! Kenapa aku berkata seperti itu?" batinnya, menyadari implikasi dari kata-katanya. "Bukankah itu berarti aku baru saja menawarinya untuk tinggal di sini?"
John menyandarkan tubuhnya ke dinding dan menatap langit-langit dengan tatapan kosong. Selama ini, ia selalu menjaga jarak dari para wanita, menolak untuk terlibat lebih jauh dalam hubungan apa pun. Trauma masa lalu membuatnya enggan untuk membuka hati, bahkan sekadar peduli pun ia menghindar. Tapi kini, tanpa sadar, ia justru memberi celah pada Nadira, seorang gadis muda yang rapuh, membutuhkan perlindungan, dan mungkin... berharap lebih.
"Apa yang kupikirkan?" John merutuki dirinya. "Aku hanya berniat membantunya, memberikan perlindungan sementara. Tapi sekarang, apa aku bisa menarik kata-kataku begitu saja?"
Ia menekan pelipisnya, merasa pusing oleh situasi ini. Nadira jelas menganggapnya sebagai tempat berlindung, dan ia sudah telanjur membangun harapan itu di hati gadis itu. Menyuruhnya pergi sekarang akan tampak kejam, terutama setelah ia berjanji untuk melindunginya.
"Mengapa aku terlalu baik tadi? Kenapa tidak menjaga jarak?" pikirnya, merasakan penyesalan yang mulai tumbuh. Di sisi lain, jauh di dalam hatinya, ia tahu ada sesuatu pada Nadira yang membuatnya berbeda. Gadis itu datang padanya bukan karena ketertarikan fisik atau demi kepentingan pribadi, tapi karena ia benar-benar membutuhkan pertolongan.
John mendesah panjang dan menatap pintu kamar yang ditempati Nadira. "Mungkin... hanya kali ini. Hanya sampai dia bisa berdiri sendiri. Setelah itu, aku bisa kembali seperti semula"
Namun, dalam hatinya, ia bertanya-tanya, apakah ia benar-benar bisa menjaga jarak seperti yang ia niatkan.
Di dalam kamar, Nadira perlahan mulai menyadari sesuatu. Tubuhnya terasa segar, dan pakaiannya... sudah berganti. Bahkan pakaian dalamnya pun tak lagi sama seperti yang ia kenakan semalam. Matanya melebar sedikit, membayangkan kemungkinan bahwa John-lah yang membantunya berganti pakaian. Ia menyentuh kain lembut di tubuhnya dan tersenyum samar, senyum yang perlahan semakin melebar.
"Om John yang mengganti pakaianku..." pikirnya, pipinya memerah membayangkan kebaikan dan perhatian John. Rasa hangat membuncah di dadanya saat ia mengingat kata-kata John, "Di sini kau aman." Kata-kata itu terus terngiang di kepalanya, membawa perasaan nyaman yang sulit ia ungkapkan. Tanpa sadar, senyum kecil muncul di bibirnya. "Jadi... Om John benar-benar mengizinkanku tinggal di sini?" gumamnya penuh kebahagiaan.
Sejak pertama kali bertemu John, Nadira sudah merasa ada sesuatu yang berbeda. Saat itu, John menolongnya dari situasi yang membuatnya takut dan tak berdaya, saat ia hampir dilecehkan beberapa orang pria. Nadira yang terbiasa hidup dalam tekanan dan ancaman, seolah menemukan secercah harapan saat John hadir. Sosok pria dewasa yang tenang dan kuat itu membuat hatinya kagum, bahkan sejak pertemuan pertama.
Dan di pertemuan kedua, meski dalam keadaan linglung karena pengaruh obat, Nadira tak sedikit pun meragukan keputusannya untuk menyerahkan hal paling berharga dalam hidupnya pada John. Baginya, John adalah satu-satunya orang yang pernah ia temui yang terlihat tulus. Tak ada keraguan di hatinya karena sejak awal, John adalah seseorang yang ia kagumi dan percayai.
Dengan wajah yang perlahan memerah, Nadira memeluk bantal di sebelahnya, membayangkan hidup di samping John. "Jika aku bisa tinggal di sini... mungkin semuanya akan baik-baik saja," batinnya penuh harap, seolah semua ketakutan dan kekhawatirannya hilang dalam sekejap.
***
Keesokan harinya, John memutuskan untuk berbicara dengan Nadira secara langsung. Ia mengetuk pintu kamar dan membuka pintu itu ketika Nadira mempersilakan. John berdiri di depan pintu kamar, melihat Nadira yang duduk di tepi ranjang dengan wajah lelah namun penuh harapan. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara. “Nadira, aku melihat kondisimu, aku mempertimbangkan kamu boleh tinggal di sini… tetapi ini hanya sampai kamu merasa lebih baik dan sudah tahu apa yang ingin kamu lakukan selanjutnya.”
Nadira menatap John dengan ekspresi bingung. “Maksud Om, aku… aku hanya diizinkan tinggal sementara?”
...🍁💦🍁...
.
To be continued
beno Sandra dan sasa merasa ketar-ketir takut nadira mengambil haknya dan beno Sandra dan sasa jatuh jatuh miskin....
mampus org suruhan beno dihajar sampai babak belur sampai patah tulang masuk rmh sakit....
Akhirnya menyerah org suruhan beno resikonya sangat besar mematai2 nadira dan dihajar abis2an sm anak buahnya pm john....
belajarlah membuka hatimu tuk nadira dan nadira walaupun msh polos dan lugu sangat cocok john sangat patuh n penurut.....
Sampai kapan john akan hidup bayang2 masalalu dan belajar melangkah masa depan bersama nadira....
masak selamanya akan menjadi jomblo abadi/perjaka tuwiiiir🤣🤣🤣😂