NovelToon NovelToon
Lezatnya Dunia Ini

Lezatnya Dunia Ini

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Spiritual / Keluarga / Slice of Life / Menjadi Pengusaha
Popularitas:9k
Nilai: 5
Nama Author: Esa

Diceritakan seorang pemulung bernama Jengkok bersama istrinya bernama Slumbat, dan anak mereka yang masih kecil bernama Gobed. Keluarga itu sudah bertahun-tahun hidup miskin dan menderita, mereka ingin hidup bahagia dengan memiliki uang banyak dan menjadi orang kaya serta seolah-olah dunia ini ingin mereka miliki, dengan apapun caranya yang penting bisa mereka wujudkan.
Yuk simak ceritanya..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bapak Ibu Ku Bingung Dengan Android

Masih dalam suasana penuh keharuan setelah membeli tiga hp Xiaomi Redmi 7A, keluarga Pak Jengkok duduk bersama di ruang tamu sambil memegang hp baru mereka masing-masing. Gobed sudah sibuk mengutak-atik hp-nya, mendownload aplikasi, dan mengatur wallpaper. Sementara itu, Pak Jengkok dan Bu Slumbat justru tampak kebingungan. Wajah mereka berkerut saat menatap layar hp, seolah benda itu adalah sesuatu yang datang dari luar angkasa.

“Ampun deh, Pak, aku nggak ngerti ini gimana caranya buka pesan aja, layarnya sentuh-sentuh begini. Dulu mah enak, tinggal pencet-pencet tombol!” keluh Bu Slumbat sambil terus mengusap layar hp-nya ke segala arah.

Pak Jengkok yang duduk di sebelahnya tampak lebih parah. Dia berusaha menyalakan hp-nya, tapi malah menekan tombol volume berulang kali. “Mana tombol teleponnya, Mah? Kok nggak ada gambarnya? Biasanya ada tombol hijau buat nelpon, ini mah malah layar kosong.”

Gobed yang sejak tadi memperhatikan orang tuanya, tertawa kecil. Dia merasa jadi orang yang paling pintar di rumah itu. “Bapak, Ibu, itu Android, bukan hp jadul yang ada tombolnya. Kalau mau nelpon, ya tinggal sentuh layarnya, nggak usah pencet tombol apa-apa,” jelasnya dengan santai.

Pak Jengkok dan Bu Slumbat saling bertatapan, bingung. “Sentuh layar? Ini maksudnya gimana, Gobed?” tanya Bu Slumbat dengan alis yang hampir menyatu di tengah-tengah dahi.

Dengan sedikit menghela napas, Gobed mendekat ke orang tuanya. “Nih, Ibu sama Bapak lihat. Kalau mau buka telepon, tinggal sentuh ikon ini. Nah, di situ bisa cari nomor atau telepon langsung.” Sambil menunjukkan langkah-langkah sederhana, Gobed menjelaskan seperti seorang guru yang mengajari murid-muridnya.

Pak Jengkok mencoba mengikuti arahan Gobed, tapi tangannya kaku dan gemetaran. Setiap kali dia mencoba menyentuh layar, yang terbuka malah aplikasi lain. “Lho, kok malah keluar kalkulator, Bed? Aku cuma mau nelpon Pak RT, kok malah disuruh ngitung-ngitung!”

Bu Slumbat pun tak kalah bingung. Dia berhasil membuka aplikasi telepon, tapi malah menelepon nomor acak. “Pak, tolong, gimana ini? Aku nggak sengaja nelepon nomor orang. Jangan-jangan ini nomor Pak Lurah, nanti malu kalau salah ngomong!”

Gobed hanya bisa menghela napas lagi. Dia mengambil hp orang tuanya satu per satu, lalu merapikannya. “Ibu, Bapak, sabar. Ini bukan kalkulator, bukan nomor Pak Lurah juga. Coba sini, aku ajarin lagi.”

Saat itu, Bu Slumbat merasa tertekan. “Aku nggak nyangka, Bed. Ibu yang dulu jago masak apapun, sekarang kalah sama hp begini. Apa kata dunia kalau Ibu nggak ngerti teknologi?”

Melihat kedua orang tuanya kebingungan, Gobed tak bisa menahan tawa. Dia geli melihat bagaimana Pak Jengkok dan Bu Slumbat berjuang mati-matian untuk memahami hp Android mereka. “Nggak apa-apa, Bu, Bapak. Nanti juga lama-lama bisa kok. Yang penting sering-sering pegang. Jangan takut hp-nya pecah kalau disentuh!”

Akhirnya, setelah satu jam lebih berusaha memahami cara kerja hp Android, Pak Jengkok dan Bu Slumbat menyerah sementara waktu. Mereka berdua meletakkan hp-nya di meja dan saling bertatapan dengan lelah.

“Kayaknya kita butuh pelatihan khusus buat ini, Pak,” ujar Bu Slumbat sambil mengusap keringat di dahinya. “Susah bener ya, ini hp! Aku pikir tinggal sentuh-sentuh, ternyata malah bikin pusing.”

Pak Jengkok mengangguk setuju. “Iya, mah. Dulu, waktu kita masih jualan es lilin, masalah terbesar kita cuma hujan atau nggak ada pembeli. Sekarang, masalah kita lebih modern—ngerti hp Android.”

Gobed hanya tersenyum geli. Dia tahu ini baru permulaan bagi orang tuanya, dan masih akan ada banyak momen kocak lain saat mereka belajar menggunakan teknologi modern. Tapi di balik itu semua, dia juga merasa bangga karena keluarganya telah mencapai titik di mana mereka bisa merasakan kemajuan teknologi, sesuatu yang dulu jauh dari jangkauan mereka.

Malam itu, mereka bertiga akhirnya menyerah untuk sementara waktu. “Udah, Mah, Pak. Besok lagi aja belajarnya. Yang penting, kita udah punya hp. Nggak usah terlalu dipaksa hari ini,” kata Gobed bijak.

Mereka pun tertawa bersama, saling mengakui bahwa teknologi memang belum sepenuhnya berpihak pada mereka. Namun, momen kebersamaan dan kekocakan itu membuat mereka semakin dekat sebagai keluarga. Hp baru hanyalah bonus dari perjuangan mereka selama ini. Yang terpenting adalah mereka bisa tetap saling mendukung dan tertawa di tengah tantangan yang mereka hadapi.

Sebelum tidur, Bu Slumbat mengelus-elus hp-nya yang masih baru dengan penuh kasih sayang. “Mungkin hari ini aku kalah sama kamu, tapi besok, aku bakal jadi master Android,” gumamnya pelan, disambut tawa kecil dari Gobed dan Pak Jengkok yang sudah hampir terlelap.

Di bawah selimut malam itu, keluarga kecil ini merasa semakin bersyukur atas semua yang mereka miliki. Meski hp-nya bikin pusing, mereka tahu bahwa kebahagiaan sejati adalah ketika mereka bisa bersama-sama menghadapi tantangan, sekecil atau sebesar apapun itu.

Keesokan harinya, Gobed berangkat ke sekolah dengan semangat yang membara. Di sakunya, hp baru Xiaomi Redmi 7A miliknya terasa seperti harta karun. Sejak bangun tidur, dia sudah tidak sabar untuk memamerkan hp barunya kepada teman-temannya. Dalam pikirannya, dia sudah membayangkan betapa hebohnya teman-temannya melihat teknologi baru di genggamannya. Apalagi, di antara mereka, Gobed termasuk yang terakhir punya hp Android, jadi hari ini adalah momen pembuktian!

Begitu tiba di sekolah, Gobed langsung mencari gerombolan teman-temannya yang biasa nongkrong di pojok kelas sebelum bel berbunyi. “Eh, kalian lihat ini nggak?” Gobed membuka saku celananya perlahan-lahan, dengan gaya ala pahlawan super yang akan memamerkan senjata rahasianya. “Aku udah punya hp baru, Xiaomi Redmi 7A!”

Seketika, teman-temannya melongo. “Seriusan, Bed? Hp baru? Wah, keren banget!” Seru Joko, temannya yang biasanya paling vokal soal barang-barang baru.

“Aku pikir kamu nggak bakal pernah punya hp kayak gini, Bed. Biasanya kan hp-nya bapak-bapak,” kata Wandi sambil tertawa kecil, mengingat hp Gobed sebelumnya yang layarnya monokrom.

Dengan senyum bangga, Gobed mengangkat hp-nya tinggi-tinggi seakan itu adalah trofi. “Nah, sekarang aku nggak kalah sama kalian semua. Nih, lihat! Android. Bisa buka WhatsApp, Instagram, TikTok, apapun!”

Joko, Wandi, dan teman-teman lainnya langsung berkerumun. Mereka berebutan ingin melihat dan memegang hp Gobed. Suasana makin ramai saat Joko mencoba meminjam untuk sekadar cek fitur-fiturnya. “Eh, Bed, boleh pinjam sebentar nggak? Mau cek kamera depannya,” kata Joko dengan mata berbinar-binar.

“Nggak usah cek-cek, ntar kalau jatuh gimana? Baru sehari, masa udah mau rusak?” jawab Gobed sambil tertawa.

Saat itulah, tiba-tiba Bu Guru Ani, wali kelas Gobed, datang dan melihat kerumunan yang tak biasa itu. “Ada apa ini? Kok ramai sekali?” tanyanya sambil mendekat.

Mendengar suara Bu Guru, semua anak langsung menoleh dengan kaget. Joko yang sedang memegang hp Gobed buru-buru mengembalikannya, takut kena marah. Tapi ternyata, Bu Guru malah tersenyum lebar saat melihat hp baru di tangan Gobed. “Wah, Gobed, hp baru ya? Xiaomi Redmi 7A? Bagus, lho! Gurumu ini juga pakai Xiaomi, cuma beda seri.”

Gobed tidak menyangka Bu Guru ikut tertarik. Dengan gaya sok pamer, dia menjawab, “Iya, Bu. Baru beli kemarin, sekalian belajar Android sama Ibu dan Bapak di rumah.”

Mendengar itu, Bu Ani tertawa kecil. “Wah, pasti seru ya ngajarin orang tua pakai Android. Bapak-Ibumu langsung paham, Bed?”

Gobed hanya bisa menggaruk-garuk kepala. “Hahaha, enggak, Bu. Sampai sekarang masih suka salah pencet. Bapak malah buka kalkulator waktu mau nelepon Pak RT.”

Kelas langsung pecah dengan tawa. Bu Ani yang biasanya tegas pun tidak bisa menahan tawanya. “Hahaha, itu sih wajar, Bed. Bapak-Ibu kita memang begitu kalau pertama kali belajar teknologi. Tapi lama-lama juga pasti bisa.”

Wandi yang sedari tadi diam tiba-tiba nyeletuk, “Bu, kalau Ibu kan udah jago, pasti cepet dong ngajarin Bapak-Ibu Gobed?”

Bu Ani hanya tersenyum. “Nggak juga, Wandi. Dulu pertama kali belajar Android juga Ibu suka salah pencet. Jangan-jangan Ibu malah lebih lama paham dari Bapaknya Gobed.”

Sontak, anak-anak tertawa lagi. Gobed pun merasa lega, karena ternyata bukan cuma orang tuanya yang mengalami kesulitan dengan teknologi baru.

“Eh, Bu, boleh nggak lihat hp-nya sebentar? Mau tahu bedanya sama hp Ibu,” kata Bu Ani sambil menjulurkan tangan.

Dengan bangga, Gobed menyerahkan hp-nya kepada Bu Ani. Bu Ani memeriksa hp tersebut dengan cermat, memuji-muji layar dan fitur-fiturnya. “Wah, bagus sekali ini. Cocok buat belajar online. Jangan buat main game terus ya, Bed?”

Gobed tersenyum malu. “Iya, Bu. Paling buat cek YouTube sebentar.”

Teman-temannya tertawa lagi. Wandi, yang biasanya paling jahil, menimpali, “Sebentar tapi sampai lupa waktu, kan, Bed?”

Bu Ani menyerahkan kembali hp Gobed sambil berpesan, “Yang penting, hp ini dipakai buat hal-hal yang positif, ya. Manfaatkan untuk belajar, jangan cuma buat hiburan. Nanti kalau ada tugas, Ibu mau lihat kamu yang paling rajin jawab lewat hp, ya.”

“Siap, Bu! Pasti!” Gobed menjawab sambil memberi hormat seperti tentara.

Setelah itu, bel sekolah berbunyi. Teman-teman Gobed perlahan kembali ke tempat duduk mereka, tapi sepanjang hari itu mereka tidak berhenti membicarakan hp baru Gobed. Semua jadi penasaran bagaimana nasib Bapak dan Ibu Gobed yang harus belajar menggunakan Android dari nol. Gosip itu menyebar dengan cepat, dan sampai di telinga guru-guru lainnya.

Saat jam istirahat, beberapa guru datang ke kelas Gobed dan berkata dengan nada bercanda, “Gobed, ajarin Ibu juga dong. Hp Android Ibu masih suka error nih!”

Gobed yang awalnya cuma mau pamer ke teman-teman, sekarang malah jadi “guru dadakan” di sekolah. Tapi, meski sedikit malu, dia tetap senang. Dalam hati, dia bangga bisa punya hp baru, dan siapa tahu nanti orang tuanya malah bisa lebih jago darinya.

Di rumah, malam itu Gobed menceritakan semua kejadian lucu di sekolah kepada Pak Jengkok dan Bu Slumbat. Mereka bertiga tertawa bersama, menikmati momen kemenangan kecil mereka. Meski baru saja belajar teknologi, setidaknya keluarga kecil ini kini bisa bersenang-senang sambil mengatasi kebingungan mereka sendiri.

1
ℨ𝔞𝔦𝔫𝔦 𝔞𝔫𝔴𝔞𝔯
dapat inspirasi di mana nama unik begitu wkwk
Zhu Yun💫: Gak suhu kakak, cuma mencoba menuangkan imajinasi aja 😁

follback y kakak
DJ. Esa Sandi S.: eh iya ya ... 11 mantap lah ..

087737663621 (Esa) please ping me yah .. aku mau berguru lebih lanjut padamu suhu /Pray/
total 16 replies
anggita
like👍+☝hadiah iklan. moga novel ini sukses.
DJ. Esa Sandi S.: makasih Anggita,, moga kamu juga sukses ya/Smile/
total 1 replies
anggita
Jengkok, Slumbat, Gobed...🤔
DJ. Esa Sandi S.: hehehe iya, tau gak artinya?
total 1 replies
Princes Family
semangat kak..
DJ. Esa Sandi S.: makasih ya dek , sukses kembali untukmu ya /Drool/
total 1 replies
Maito
Bahasanya mudah dipahami dan dialognya bikin aku merasa ikut dalam ceritanya.
DJ. Esa Sandi S.: terimakasih suportnya ya 🤗. semoga kamu sukses selalu ya
total 1 replies
Gemma
Terjebak dalam cerita.
DJ. Esa Sandi S.: hehehe . thanks
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!