sebuah notifikasi pesan masuk dari reno "sayang, kamu tolong bayarin dulu apartment aku bulan ini ya!"
lalu pesan lainnya muncul "sekalian transfer juga buat aku, nanti aku mau main sama teman teman, aku lagi gak ada duit"
jangan dibawa serius plies 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dhyni0_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 24
Pagi itu, cahaya matahari masuk melalui tirai tipis di kamar rumah sakit Keira. Setelah beberapa hari dirawat, akhirnya dokter memberikan izin untuk pulang. Meski masih lemas, Keira sudah merasa jauh lebih baik. Ia perlahan mulai mengemasi barang-barangnya, memasukkan beberapa pakaian dan barang pribadi ke dalam tas kecilnya. Namun, pikirannya sedikit terganggu karena Reno belum menjemputnya.
Keira mengambil ponselnya dari meja samping tempat tidur dan mencoba menelepon Reno. "Kok nggak diangkat sih?" gumamnya kesal sambil terus mencoba menghubungi pacarnya. Ia sudah mengirim beberapa pesan, tapi tak ada balasan. Ponsel itu terus berbunyi, namun Reno tidak kunjung menjawab panggilannya.
"Kemana sih dia?" Keira menghela napas panjang, merasa frustrasi.
Tiba-tiba, pintu kamar rumah sakit terbuka. Axel, yang biasa tampil dingin, memasuki ruangan dengan langkah santai. "Pagi, Ra," sapanya sambil tersenyum kecil. "Loh, kamu udah boleh pulang? Udah beneran sehat?"
Keira mengangguk sambil tersenyum lembut. "Iya, Pak. Dokter udah ngizinin saya pulang hari ini. Katanya saya udah cukup sehat untuk istirahat di rumah."
Axel menatapnya sejenak, tampak sedikit ragu, tapi kemudian berkata, "Kalau gitu, saya antar kamu pulang ya."
Keira sedikit terkejut mendengar tawaran Axel. "Oh, nggak usah, Pak. Nggak enak saya, saya bisa naik taksi aja."
"Taksi? Nggak apa-apa, Ra. Saya kan kebetulan lagi nggak ada urusan mendesak. Ayo, biar saya antar," Axel bersikeras dengan senyum hangat yang jarang Keira lihat sebelumnya.
Keira berpikir sejenak, lalu mengangguk pelan. "Baiklah, kalau Bapak nggak keberatan."
Axel membantu Keira dengan barang-barangnya, dan mereka berdua menuju parkiran rumah sakit. Sesampainya di mobil, Axel membuka pintu penumpang untuk Keira, memperlakukannya dengan begitu sopan.
Saat mereka sudah di dalam mobil, suasana sedikit canggung di antara mereka. Axel menyalakan mesin dan mulai menyetir perlahan keluar dari area rumah sakit. Untuk beberapa saat, tak ada yang berbicara, hanya suara lembut dari radio mobil yang mengisi keheningan.
"Jadi... gimana perasaanmu sekarang?" tanya Axel memecah keheningan. "Udah benar-benar pulih?"
Keira menatap jalanan di depan mereka, sejenak merasa bingung dengan perasaannya sendiri. "Secara fisik, saya udah jauh lebih baik, Pak. Tapi... entahlah, rasanya masih ada yang belum beres," jawabnya dengan suara lirih.
Axel melirik ke arahnya, tapi tetap fokus menyetir. "Kalau ada yang mengganggu pikiranmu, kamu bisa cerita, Ra. Kadang, cerita ke orang lain bisa bikin lega."
Keira tersenyum kecil, tapi ia tahu ada banyak hal yang belum bisa ia ceritakan, termasuk soal hubungannya dengan Reno yang penuh dengan tekanan dan ancaman. "Makasih, Pak. Saya nggak mau ngerepotin."
"Ah, kamu nggak pernah ngerepotin. Saya cuma khawatir aja, soalnya beberapa kali liat kamu kayaknya lagi berat banget masalahnya," kata Axel, sedikit pelan tapi penuh perhatian.
Keira menggigit bibirnya, mencoba menahan emosi yang sempat memuncak. Ia hanya mengangguk tanpa berani mengatakan lebih banyak.
Di dalam mobil, suasana kembali hening sesaat. Keira masih tenggelam dalam pikirannya, sementara Axel sesekali melirik ke arahnya, tampak ingin mengatakan sesuatu tapi ragu. Akhirnya, setelah beberapa menit, Axel bertanya, "Reno belum sempet jemput kamu ya?"
Keira menggeleng. "Nggak, dia sibuk kayaknya. Saya udah telpon beberapa kali, tapi nggak diangkat."
Axel terdiam, mendengar jawaban itu membuatnya merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan hubungan Keira dan Reno. Tapi Axel memilih untuk tidak menanyakan lebih jauh.
Setelah beberapa menit perjalanan, mereka akhirnya tiba di depan apartemen Keira. Axel menghentikan mobilnya tepat di depan pintu masuk gedung.
"Terima kasih banyak ya, Pak," ucap Keira sambil melepaskan sabuk pengamannya. "Bapak mau mampir dulu?"
Axel tersenyum kecil, menatap Keira dengan lembut. "Emang boleh?" tanyanya, setengah bercanda.
Keira tersenyum lemah. "Iya, nggak apa-apa kalau Bapak mau."
Axel tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Lain kali aja ya. Saya harus balik ke kantor, ada beberapa pekerjaan yang belum selesai."
Keira mengangguk. "Oh, baik. Makasih sekali lagi, Pak."
Axel mengangguk dan menatap Keira sekali lagi sebelum menghidupkan mesin mobilnya dan pergi meninggalkan gedung apartemen. Sementara Keira memandangi mobilnya yang mulai menjauh, perasaan hangat dan nyaman sedikit menyelimuti hatinya. Axel memang terlihat dingin, tapi ia selalu muncul di saat Keira membutuhkannya.
Keira melangkah masuk ke dalam apartemennya, mencoba menghapus segala rasa cemas yang masih menyelimuti pikirannya. Namun, meskipun Axel sudah begitu baik padanya, bayangan Reno masih mengganggu pikirannya. Apakah Reno benar-benar peduli padanya? Atau semuanya hanya sekadar permainan?
Saat Keira masuk ke apartemennya, ia merasa lega bisa kembali ke tempat yang biasa ia sebut rumah. Namun, di satu sisi, ada rasa sepi yang menghampiri. Ia ingin berbaring dan melupakan semuanya, tetapi pikirannya terus berkecamuk.
Tak lama setelah masuk ke apartemen, Keira mendengar ponselnya berbunyi. Ia melihat layar dan melihat nama Reno muncul di sana. Ragu-ragu, ia mengambil ponsel itu dan mengangkatnya.
"Ra, kamu udah pulang? Maaf ya, aku tadi lagi sibuk banget. Tadi kamu udah sempat telpon ya?" Reno berbicara dengan nada yang terdengar ceria, seolah-olah tak ada yang salah.
Keira menelan ludah, berusaha menahan segala macam emosi yang ingin keluar. "Iya, Ren. Aku udah di apartemen."
"Bagus deh. Maaf banget ya aku nggak bisa jemput kamu. Tapi nanti aku mampir ke sana ya," ucap Reno.
Keira hanya mengiyakan tanpa banyak bicara. Ia tahu apa yang akan terjadi setiap kali Reno datang; ancaman, manipulasi, dan kata-kata yang membuatnya merasa terjebak.
Setelah menutup telepon, Keira duduk di sofa dengan tatapan kosong. Kenapa semuanya harus jadi serumit ini? Kenapa ia tidak bisa merasa bahagia sepenuhnya?
Di luar sana, Axel sudah kembali ke kantornya. Namun, pikiran tentang Keira terus menghantui benaknya. Ada sesuatu tentang Reno yang membuat Axel merasa tidak tenang. Ia tahu bahwa Reno bukan pria yang bisa dipercaya, dan ada sesuatu yang disembunyikan pria itu dari Keira.
Axel mengambil ponselnya lagi, menelpon anak buahnya untuk mempercepat penyelidikan mereka tentang Reno. Ia tak akan membiarkan Keira terus berada dalam bayang-bayang pria yang mungkin sedang mempermainkannya.
"Saya mau laporan tentang Reno secepatnya. Jangan sampai ada yang terlewat," ujar Axel dengan nada tegas sebelum menutup teleponnya.
Axel tahu bahwa apa yang ia lakukan mungkin terlalu jauh. Tapi ia tidak bisa tinggal diam. Keira berhak mendapatkan lebih dari sekadar pria seperti Reno.
hampir mirip dengan hidupku
Semangat terus Authot
Jangan lupa mampit ya 💜