Ailen kaget setengah mati saat menyadari tengah berbaring di ranjang bersama seorang pria asing. Dan yang lebih mengejutkan lagi, tubuh mereka tidak mengenakan PAKAIAN! Whaatt?? Apa yang terjadi? Bukankah semalam dia sedang berpesta bersama teman-temannya? Dan ... siapakah laki-laki ini? Kenapa mereka berdua bisa terjebak di atas ranjang yang sama? Oh God, ini petaka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~ 23
"Ck, kapan sih dia pergi dari sini. Tidak tahu malu sekali," gerutu Ailen lirih sambil mengintip pria yang masih betah berada di ranjangnya. Ini sudah jam tujuh malam, tapi pria tersebut tak kunjung bangun dan pergi. Sebagai tuan rumah, jelas Ailen merasa risih+terganggu. Namun, dia tak mempunyai keberanian untuk mengusirnya. Pria ini sedikit nekat. "Gara-gara dia aku sampai bolos kerja. Aku yakin Juria pasti memikirkan yang tidak-tidak tentang kami. Hmmm,"
Panjang umur. Baru juga Ailen menyebut nama Juria, orang yang dimaksud datang. Akan tetapi kedatangan Juria diiringi dengan kegaduhan berupa omelan panjang. Wanita itu mengetuk pintu seperti orang gila sambil menyumpah serapahi seseorang. Entah orang malang mana yang telah bersinggungan dengannya, Ailen tah tahu.
Ceklek
"Heran! Apa haknya melarangku datang ke kamar sahabatku sendiri. Dia pikir dia itu siapa. Seenaknya saja bicara. Huh!" ucap Juria bersungut-sungut kesal sambil menoleh ke belakang.
"Kau kenapa, Juria? Siapa yang sedang kau omeli?" tanya Ailen penasaran. Dia sampai ikut melongok ke belakang saking ingin tahu siapa yang sedang bermasalah dengan sahabatnya ini.
"Julian."
Juria mendengus. "Tadi kami tak sengaja bertemu di parkiran bawah. Em ralat. Bukan tak sengaja, tapi sepertinya dia sengaja menguntitku. Saat aku bilang ingin menemuimu, Julian tiba-tiba mengatakan kalau aku tak diijinkan datang. Kan aneh. Memangnya dia siapa berani membatasi kedekatan kita. Wajarkan kalau aku kesal dan mengomel!"
"Oh, Julian ya?"
"Oh? Reaksimu hanya oh? Hei, Nona. Sahabatmu ini baru saja diintimidasi, setidaknya lakukan pembelaan. Bukan malah menunjukkan reaksi santai begini. Bagaimana sih!"
"Nona manis, kau tahu tidak Julian itu siapa?"
"Asprinya Tuan Derren."
"Sebagai seorang aspri, sudah pasti harus selalu berada di sisi atasannya. Benar?"
Juria menganggukkan kepala. Dia fokus menyimak kelanjutan ucapan Ailen.
"Jadi penyebab kenapa Julian ada di sekitar apartemen ini adalah karena bosnya juga ada di sini. Masuklah ke kamarku kemudian lihat siapa yang sedang tidur di sana," ucap Ailen seraya menunjuk ke arah kamar.
Kedua mata Juria membelalak lebar begitu diberitahu kalau Tuan Derren masih berada di apartemen Ailen. Penasaran, dia bergegas masuk ke dalam guna memastikan kebenaran tersebut.
"Astaga, jadi seharian dia tidur di kamarmu?"
"Syutt, jangan berisik. Nanti orangnya bangun,"
"Oke-oke,"
Puas melihat, Juria menggandeng tangan Ailen dan mengajaknya bicara di dapur. Sungguh, ini adalah hal aneh yang baru pertama kali dia lihat. Pacar bukan, suami juga bukan. Tetapi kenapa Tuan Derren bersikap seolah Ailen adalah miliknya? Apa yang sebenarnya telah terjadi pada kedua orang ini hingga bersikap sedemikian rupa?
"Jawab jujur pertanyaanku, Ailen. Antara kau dengan Tuan Derren, apa yang sebenarnya telah terjadi sampai sampai orang sekelas dia mau menginap di apartemen ecek-ecek seperti ini? Aku mau jawaban yang jujur ya," cecar Juria tak main-main.
"Diantara kami tidak pernah terjadi apapun."
"Bohong. Aku yakin kau pasti menyembunyikan sesuatu dariku. Iyakan?"
"Tidak, Juria. Astaga, kenapa kau jadi mencurigaiku begini sih. Antara aku dan Derren itu tidak pernah terjadi apa-apa. Kalau kau penasaran kenapa dia begini, aku pun sama penasarannya sepertimu. Kau tahu sendiri bukan aku saja tak tahu kalau dia hidup di dunia ini. Tiba-tiba muncul di rumah sakit dan langsung mengklaimku sebagai miliknya. Aneh sekali 'bukan?"
Dengan lancar Ailen berkilah. Dia sudah memikirkan alasan ini jika seandainya nanti Juria mempertanyakan alasan kenapa Derren bisa muncul di hidupnya. Dan ternyata hal ini benar terjadi. Jadi Ailen sudah tidak gugup lagi saat menjawab. Ibarat kata, sedia payung sebelum hujan. Dan pepatah ini sungguh nyata.
"Aneh sekali ya. Bagaimana bisa seorang Presdir dari perusahaan besar asal mengklaim seorang wanita tanpa ada sebab yang jelas?" Juria menyipitkan mata. Bukan sedang mencurigai Ailen, tapi sedang memilah alasan yang masuk akal untuk keanehan ini. "Hmm, masalahnya cukup pelik. Sepertinya aku perlu melakukan penyelidikan."
"Penyelidikan?"
(Matilah aku. Bagaimana jika Juria sampai mendatangi club itu kemudian meminta ijin mereka untuk memeriksa CCTV? Dia pasti akan tahu kalau dari sanalah awal mula aku dan Derren terlibat perkenalan yang tak biasa. Astaga, ini tidak boleh terjadi. Juria tidak boleh tahu kalau aku dan Derren pernah menjadi teman ranjang walau hanya semalam)
"Ailen?" Juria memanggil wanita yang tengah melamun sambil mer*mas ujung baju yang dipakai. Respon yang sama kembali dia dapatkan saat memanggilnya lagi. Kesal, Juria menggeplak lengannya tak terlalu kuat kemudian memajukan wajah ke depan. "Sikapmu semakin lama semakin aneh saja. Ada apa, hm? Kau terlihat gelisah. Tidak ingin aku tahu ya alasan kedekatanmu dengan Tuan Derren?"
"Hahaha, bicara apa kau ini." Ailen tertawa sumbang. Takut ketahuan sedang berbohong, dia segera membuang muka saat Juria terus menatapnya intens.
"Tawamu buruk sekali. Terlihat seperti orang yang sedang panik karena ketahuan melakukan sesuatu yang salah."
"Bisa tidak ucapanmu itu dijaga? Aku melamun bukan karena seperti yang kau tuduhankan, tapi aku sedang teringat dengan kejadian tadi siang. Tahu?"
"Kejadian tadi siang? Apa?"
Jiwa penasaran di diri Juria langsung meronta-ronta. Hilang sudah kecurigaan yang tadi dia rasakan. Beralih menjadi rasa ingin tahu yang begitu besar.
Sebelum bicara, Ailen memastikan kalau Derren tak menguping. Dia tidak ingin kembali dibuat malu karena ketahuan menyebut pria itu sebagai anak kucing. "Dokter Fredy datang kemari. Katanya dia tahu darimu kalau aku sakit sehingga tak masuk kerja. Gara-gara ulahmu, hampir saja dokter Fredy tahu kalau Derren sedang menginap di sini. Coba kau bayangkan apa yang akan terjadi jika dokter Fredy dan Derren bertemu. Image-ku pasti akan langsung rusak di depannya."
Mulut Juria ternganga lebar mendengar penuturan panjang Ailen. Sungguh, dia tak menyangka kalau dokter Fredy akan nekat datang menjenguk Ailen. Ini diluar dugaan.
"Juria, aku ... suka pada dokter Fredy. Rasa ini sudah muncul, tapi tak mungkin ku utarakan. Aku hanya seorang dokter bedah biasa, yatim piatu pula. Sangat tidak sadar posisi kalau aku sampai nekat mengungkapkan perasaan pada dokter Fredy. Karenanya, tolong bantu aku ya. Bantu aku untuk memelihara perasaan ini agar tetap utuh dan suci," ucap Ailen seraya memasang mimik wajah yang sangat serius.
"Sudah ku duga kalau kau itu punya rasa pada dokter Fredy. Dari caramu tersenyum padanya, aku lama curiga akan hal ini. Tapi ya sudahlah, itu hakmu untuk jatuh cinta, aku tak akan ikut campur. Tetapi Ailen, bagaimana dengan Tuan Derren? Bahkan satu rumah sakit sudah tahu kalau kalian mempunyai hubungan. Menurutmu bagaimana respon dokter Fredy saat mendengar hal ini?"
"Aku tidak punya hubungan apa-apa dengan Derren."
"Itu menurutmu. Fakta yang ada tidak seperti itu."
"Lalu aku harus bagaimana? Aku benar-benar tidak ada hubungan apapun dengannya. Sungguh!"
"Ah, repot sekali ya. Cinta segitiga sungguh rumit."
"Kau mengeluh?"
"Tidak. Aku hanya sedang membaca mantra."
Ailen menarik napas. Pasrah.
***