Cayenne, seorang wanita mandiri yang hidup hanya demi keluarganya mendapatkan tawaran yang mengejutkan dari bosnya.
"Aku ingin kamu menemaniku tidur!"
Stefan, seorang bos dingin yang mengidap insomnia dan hanya bisa tidur nyenyak di dekat Cayenne.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20 Memperjelas hubungan
Cayenne menatap ibunya dengan senyum tak percaya. Ini adalah pertama kalinya dia mendengar pertanyaan itu sejak lama.
"Jatuh cinta? Apa itu? Sesuatu yang bisa dimakan?" katanya sarkastis.
Namun keluarganya serius menanyakan hal ini. Mereka ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi, meskipun sebenarnya Cayenne sendiri pun tidak tahu banyak tentang perasaan itu.
Kyle batuk keras untuk mengalihkan perhatian keluarganya dari Cayenne. Dia tahu bahwa kakaknya tidak punya waktu untuk pria karena kesibukannya, namun bukan berarti dia tidak menyukai siapa pun.
Dia mungkin saja belum menyadarinya. Berdasarkan tindakan Cayenne akhir-akhir ini, mereka yakin ada seseorang yang mulai mempengaruhi perasaannya.
"Ada seseorang yang kadang membuatmu bingung? Atau membuatmu merasa bahagia dengan hal-hal kecil? Seseorang yang ingin kau habiskan waktu bersamanya? Seseorang yang peduli padamu? Ada orang seperti itu?" Kyle memodifikasi pertanyaan ibunya, membuatnya lebih spesifik.
Dengan cara ini, mungkin Cayenne akan lebih sadar akan perasaannya sendiri.
"Aku tidak kenal orang seperti itu," jawab Cayenne dengan tegas. "Pria yang kukenal sangat menyebalkan. Meskipun dia perhatian, dia tak pernah berhenti mengolok-olok. Wajah tampannya membuatku ingin menjauhkannya dari dunia! Serius! Dia membuatku merasa egois. Kurasa dia itu tidak baik."
"Berapa sering kau memikirkannya dalam sehari?" tanya Luiz.
"Aku tidak tahu! Aku tidak menghitungnya. Terkadang dia muncul begitu saja di pikiranku."
"Apakah ada pria lain yang kau pikirkan?" tanya ibunya lagi.
Cayenne merasa terjebak, tapi dia tidak keberatan dengan pertanyaan itu. Tanpa sadar, keluarganya membantunya memahami perasaannya terhadap Stefan.
"Aku kenal banyak pria dari pekerjaanku. Tapi kenapa?"
"Apakah kau memikirkan mereka?"
"Tidak."
"Kalau begitu, bagaimana perasaanmu setiap kali melihatnya? Maksudku, kau melihatnya setiap hari, kan?" tanya Kyle.
"Aku tidak hanya melihatnya setiap hari, aku tidur dengannya." pikir Cayenne dalam hati, meski hanya mengangguk untuk memastikan bahwa dia memang sering bertemu pria itu.
"Kadang-kadang, aku merasa khawatir. Kadang-kadang, aku merasa takut."
"Tidak ada perasaan seperti ada kupu-kupu di perutmu saat bertemu dengannya? Detak jantung tidak berubah?" tanya Luiz iseng.
Cayenne mengerutkan kening mendengar pertanyaan itu. "Kupu-kupu di perut? Kurasa tidak. Rasanya lebih seperti sembelit. Detak jantung cepat? Kurasa tidak. Detaknya biasa saja. Tidak ada lika-liku atau debaran."
Ketiganya mendesah lega dan sedih. "Kau tidak jatuh cinta," kata Kyle tenang.
"Sudah kubilang, tidak mungkin aku jatuh cinta sama bosku."
"Bosmu?" tanya ketiganya serempak.
Mereka tak tahu bahwa Cayenne sedang berbicara soal bosnya. Wajar jika dia merasa khawatir dan takut terhadap bos yang bisa mengontrol pekerjaannya.
"Sudahlah." Kata Cayenne, mengakhiri diskusi.
Mereka mengira dia benar-benar tidak menyukai bosnya. Padahal hanya Cayenne yang tahu perasaannya sesungguhnya. Dia belum mau mengakuinya. Ini hanya hubungan bisnis dan tak lebih dari itu.
Sementara itu, Stefan merasa kesal di kamarnya. Dalam beberapa hari terakhir, mereka sering bertukar pesan.
Tak ada yang istimewa, hanya percakapan biasa yang biasanya dimulai oleh Stefan. Tapi hari ini, Cayenne hanya mengirim satu pesan untuk menanyakan makanan. Setelah itu, selalu Stefan yang memulai percakapan.
"Apakah dia tidak akan menghubungiku duluan?" pikirnya saat makan siang tiba, masih belum ada kabar darinya.
Stefan mengambil foto makan siangnya dan mengunggahnya. Meski jarang aktif di media sosial, dia berharap postingannya diperhatikan Cayenne.
Namun, tidak banyak orang tahu tentang hubungan mereka dan Cayenne tidak menggunakan media sosial.
Jadi, tak ada kemungkinan dia melihatnya, dan Stefan pun menyadari itu beberapa saat kemudian, merasa frustrasi. Dia menghabiskan makanannya cepat-cepat, dan Cayenne tetap tidak mengiriminya pesan, benar-benar mengabaikannya.
Sebenarnya, Cayenne tidak bermaksud begitu. Dia hanya tidak memiliki akun media sosial dan tidak merasa dirinya penting bagi Stefan. Dia hanyalah karyawan biasa dan enggan mengganggu bosnya.
Perbedaan pemikiran ini membuat mereka tidak akan pernah menyatu.
Jessie yang mengikuti media sosial bos mereka yang biasanya hanya berisi informasi proyek dan bisnis selama beberapa tahun terakhir. Namun, baru-baru ini ada unggahan yang berbeda dan mengejutkan banyak orang, termasuk Jessie dan Manajer.
Mereka sadar akan hubungan Cayenne dengan bos mereka tetapi ragu karena Cayenne terus menyangkal hal tersebut. Kini, mereka curiga bahwa perasaan bos mereka terhadap Cayenne mungkin hanya sepihak.
"Apakah dia sungguh serius padanya?" tanya Jessie kepada manajer.
Sambil makan di ruang karyawan, keduanya menjaga rahasia tanpa menyebut nama yang terlibat. Mereka satu-satunya yang memahami percakapan itu.
"Aku tidak dapat memastikannya, mungkin dia memang memiliki perasaan karena banyak hal yang dilakukannya di belakang layar untuk membantunya. Tapi, kamu kan tahu reputasinya. Bisa berbahaya kalau gadis itu akhirnya terluka. Dampaknya bisa luas."
"Tentu. Aku juga berharap semuanya akan baik-baik saja di antara mereka," balas Jessie.
Mereka berharap segalanya berjalan lancar.
Karyawan lain mulai memperhatikan kedekatan Jessie dan manajer mereka, hal baru yang belum pernah mereka saksikan sebelumnya.
Usai makan siang, Cayenne meminjam ponsel Kyle untuk mengakses internet, berusaha mengalihkan pikirannya dari bosnya yang kerap mengganggu pikirannya akhir-akhir ini.
Hanya dalam seminggu, bayangannya sudah sering muncul, dan Cayenne bertekad agar tidak jatuh cinta padanya. Dia mencari film online dibantu Kyle.
Ibu mereka tidur siang, sementara Cayenne menonton film dan saudaranya bermain game. Suasana kamar tenang dan damai.
Arthur tidak datang hari itu, yang disyukuri Cayenne karena meskipun sudah berdamai, ia tetap canggung.
Waktu berlalu cepat, matahari hampir terbenam, dan banyak orang bersiap pulang, termasuk Stefan yang memilih menunggu Cayenne di dalam taksi daripada menjemput dengan mobil sendiri.
Cayenne tidak menghubungi Stefan, tapi sopir taksi mendapat pesan darinya untuk menunggu di Gerbang 5.
Saat melihat Cayenne setengah berlari ke taksi, Stefan, sambil duduk di kursi belakang, tampak tenang namun dominan.
Cayenne masuk ke taksi dan tersadar bahwa Stefan yang menjemputnya.
"Hai," sapanya pelan, menutup pintu.
"Bagaimana harimu?" tanya Stefan lembut dengan senyum tipis.
"Bagus, aku bersenang-senang," jawab Cayenne.
"Senang mendengarnya," gumam Stefan. "Ayo pulang."
Sepanjang perjalanan, keheningan mengisi mobil, tak ada yang berbicara. Keduanya masih terlibat dalam perang dingin setelah kejadian pagi itu yang mengganggu Cayenne.
Sampai di rumah setelah perjalanan yang lambat karena kemacetan, Cayenne mengucapkan terima kasih pada pengemudi dan mengikuti Stefan masuk ke dalam. Stefan meletakkan tas di meja dan sebelum bertanya.
"Ayen, bisa kita bicara?"
"Tentang apa?" tanya Cayenne.
"Tentang pagi ini -"
"Oh, itu? Tak perlu khawatir. Kau benar. Meski kita bahas, tak ada yang berubah."
"Tapi, aku salah soal itu. Kupikir kita berteman," ujar Stefan.
"Ya, ku pikir juga, tapi mungkin kita lebih baik sebagai majikan dan karyawan. Itu lebih aman untuk mencegah sakit hati di masa depan," kata Cayenne.
Stefan terdiam, tak menyangka kata-kata Cayenne begitu menusuk.
Meski awalnya berniat mempertahankan hubungan untuk keuntungan sendiri, dia tersekat oleh kenyataan menohok bahwa wanita ini hanya seseorang membantunya sembuh dari insomnia, yang bisa dia lepaskan kapan saja.