"Assalamualaikum, ini pak Ahmad. Bapak, anak anda sedang tidak baik-baik saja. Bila anda mau bertemu langsung, dengan anak anda... Serahkan kepada saya 1M secepatnya, jangan banyak alasan. Ketemu di depan gedung Serbaguna"
"Apa! Apa maksud mu! Siapa kau!! "
....
Ahmad Friko, pengusaha sukses setelah ia mengadopsi anak panti asuhan, yang diberi nama Rara, pak Ahmad bekerja dengan serius sampai terkadang lupa dengan kewajibannya untuk mengurus anak. Hingga saat ia bangkrut, ia mendapat pesan dari seseorang bahwa anaknya sedang di sekap, ditawan dan dimintai uang satu milliar, yang jumlahnya tak biasa. Apa yang akan dilakukan Ahmad setelah ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bu Alisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7-Putriku, ditawan preman 1 milliar.
Oh ya aku jg punya face reveal buat dua tokoh penting disini
Ahmad Fruka
Rara
Add Free
Pororo(◕ᴗ◕✿)
Selamat membaca kawan-kawan ᕙ(͡◉͜ʖ͡◉)ᕗ
"Apa kalian mengira Ahmad akan bicara seperti itu, dengan asisten nya sendiri? "
"Ku ulang lagi dari awal saja. "
"Pak, saya memberitahu kurang beberapa dekade lagi, bapak harus membayar rinci-rincian yang harus kita bayarkan, bila tidak... Perusahaan ini... "
Seru Shafira kecil, tak berani berbicara dihadapan atasannya. Ahmad mengangguk mengerti, realitanya apa yang ia pikirkan tak sama dengan yang ia ucapkan. Pria itu masih menjaga martabatnya sebagai atasan yang tahu apa itu aturan, tak seperti umpatan-umpatan manis yang dia pikirkan.
Ahmad membuka handphone miliknya, "Sudah ya? "
"Apa? " kejut Shafira tak menyangka, wanita itu langsung membuka ipad yang dia genggam tak begitu menyangka wajahnya dibuat terkesima dengan pria itu sekali lagi. "I--ini... "
"MAAF PAK! "
"SAYA TELAH MEMBERIKAN INFORMASI YANG SALAH, SEHARUSNYA SAYA TAHU DARI AWAL, "
Ahmad cengengesan dalam genggaman tangan, menyembunyikan ekspresi tawanya itu. Setelah tangannya dilepas, pria itu menyikap Jaz. "Tak apa Shafira, manusia adalah tempat dipenuhi kesalahan, maklum kau juga baru bekerja di tempat ini, mungkin nanti-nanti kau bisa lebih teliti dalam memberikan informasi yang belum aku ketahui, bisa? "
Shafira mengangguk, rupanya ia telah salah terka. Ia yang mengira pak Ahmad belum membayar hutang sama sekali sejak beberapa bulan, ternyata Shafira lah yang telah ditipu. Buktinya Ahmad mengirimkan screenshoot transferan kepadanya, sebagai bukti pembayaran. Shafira menaikkan badannya ke atas, "Mohon maafkan saya pak, saya benar-benar lalai, setelah ini saya akan bicara kepada pabrik produksi nya untuk komplain. "
"Tak perlu Sha"
"Biar aku urus saja. " seru Ahmad menepis ucapan Shafira dalam beberapa detik. Wanita itu mengangguk dalam, sopan. "Bila begitu, "
"Apa ada yang bisa saya bantu lagi pak? "
"Mungkin anda ingin segelas kopi atau... "
"Ya buatkan. "
"Tolong ya... "
Shafira mengangguk dalam, dirinya segera keluar dari ruangan demi membuatkan pria itu secangkir kopi, yang dimana tempat cafeteria nya hanya tak lebih dari 2 lantai. Setelah kepergian wanita itu, atau asistennya yang hampir saja membuat Ahmad ketahuan. Dirinya langsung melepas dasi yang ia susah-susah pakai, di lepas cepat sampai lehernya hampir tertarik.
Pria itu menepis keringatnya, dan mengambil handphone lagi dari atas meja. "Ck, ini juga. "
"Bodohnya aku, kenapa gue belum juga bayar tagihan, padahal udah numpuk. Kalau aja Shafira tahu, bukti screenshot transferan palsu. "
"Ck, gak bisa gue keluar ke mana-mana lagi. "
Ucap Ahmad seraya merutuki segala perbuatan najis nya, yang diam-diam telah membuat banyak kesalahan di belakang pegawainya sendiri. Ahmad berdiri, menggantung Jaz di gantungan yang sudah disediakan, tatapan pria itu kebawah, ke jalan raya yang pagi ini padat, dipenuhi oleh kendaraan dan macet segala hal.
Pria itu menyentuh jendela pelan, dan menelepon seseorang. "Bisa tidak kita ketemu? "
"Ada yang mau saya omongin. "
Seru Ahmad menutup telepon itu cepat. Dia masih mencari siapa pelaku yang mencuri laptop bersama berkas data-data rahasia nya. Akan gawat bila diketahui orang, sejak awal Ahmad bukan lah pria atau pengusaha yang jujur. Dia memiliki banyak rahasia, yang bahkan asisten pribadi pekerjaan nya saja tak tahu apa yang dia sembunyikan. Sekarang dengan dua topeng yang berbeda, Ahmad merasa tak bersalah sama sekali. Ataupun merasa mempunyai simpati pada lawan-lawan, atau orang yang telah dibuatnya jatuh karena Ahmad.
****
Di rumah, keadaan sangat berantakan, seakan seperti 1 tahun tak pernah dibersihkan. Walau hanya berlangsung tiga hari saja setelah kejadian itu, tak ada lagi yang namanya kebebasan. Di kerubungi lalat-lalat mengganggu, Rara diam saja di tempat tidur seolah tak punya nyawa. Kedua matanya sedikit memompa, tapi tetap kosong dan layu. Perbuatan ayahnya, dan kaki kirinya yang terkena pecahan beling membuat kaki miliknya terinfeksi.
Rara tak memiliki harapan hidup lagi, yang ada di pandangannya seolah bermain dengan mimpi yang suka berubah-ubah. Berlama-lama dikurung di kamar sendiri, tak lagi diberi makan. Gadis itu merasa ayahnya mulai berubah, ya walau tak terlalu signifikan bagaimana berubahnya, Rara merasa sang ayah angkat tak lagi peduli dengannya, apakah tawa bahagia Rara bisa kembali? Tak ada yang tahu, selama ini dirinya terus berharap ayahnya pulang dan membukakan pintu.
3 hari yang lalu, saat malam dimana Rara dicekik. Rara menjadi lemah, ia ditindih ayahnya. Mata Rara tak bisa lepas dari sosok itu, yang melakukan kekerasan padanya. Bahkan bagaimana ayahnya berubah menjadi mengerikan tak seperti sebelumnya membuat Rara sedikit ketakutan, gadis itu terus menangis bahkan air matanya terus mengalir membasahi lantai.
"Mati... Mati... Mati!! "
"Bisa gak kamu mati saja hm? "
"A-aya-ayah... " lirih Rara, suaranya tercekat kedalam. Tekanan tangan ayahnya yang menekan keras ke punggung lehernya membuat Rara sesak napas, dirinya seakan seperti kucing, dan ayah angkatnya adalah harimau. Pria itu melepas tangannya segera, Rara merasa ini kesempatan baginya bisa kabur. Namun kakinya terjatuh karena dirinya yang tak bisa seimbang. Bugh! Suaranya nyaring, Ahmad tertawa lebar melihat kepasrahan putri angkatnya yang begitu lemah.
"AAAA... Tidak!!! " seru Rara berusaha melepaskan cekalan tangan ayahnya yang menyeret kerah baju belakangnya, entah diseret kemana Rara tak bisa berdiri ataupun melawan, tangan kecilnya mencoba memukul-mukul keras tangan besar Ahmad. Rara menangis, menitikkan air mata memohon di lepaskan, sia-sia saja Ahmad berkepala besar, dia tak akan melepaskan tikus yang sudah masuk ke dalam sangkarnya begitu saja.
Pria itu terus menarik kerah belakang putrinya, di seret lalu dilempar ke dalam kamar milik Rara sendiri yang diberikan oleh ayahnya. Rara menutup kepala ketakutan, ia tak bisa lagi berkata-kata, suaranya habis akan kesakitan yang hanya bisa gadis itu tangisi. Ahmad tertawa lagi, seolah ini adalah permainan baginya. Pria itu tak tahu rasa bersalah, atau merasa mengasihi anak kecil. Siapapun baginya, dan selama itu menganggu pekerjaannya. Ahmad tak kan segan berbuat kasar, apalagi pada seorang gadis kecil tak dibekali kekuatan apa-apa.
"Disini saja kau, busuk di dalam. "
"Gak usah lo pergi ke mana-mana, "
"Jangan teriak-teriak, "
"Disini saja ya? Ngerti? "
"Coba rasakan Ra, bagaimana dikurung tanpa minum dan makan. Enak? Atau sengsara? "
Rara menggeleng cepat, ia tak mau dikurung kedua kalinya lagi. Gadis itu berdiri saat ayahnya tega menutup pintu kamar kencang, brak-brak-brak, Rara menggedor pintu beberapa kali, berusaha mengeluarkan diri dari kamar ini. Rara menggeleng dan memohon ampun, "Maaf ayah... "
"Maaf! "
"Tolong keluarkan Rara yah... "
"Ayah.... "
"Ayah Rara maaf ayah! "
"Ayah... Rara mohon... Rara salah, Rara maaf... "
"Ayah... "
Dok-Dok-dok
Pintu kamar gadis itu di gebrak beberapa kali olehnya, tetapi naas ia tak memiliki kekuatan dirinya jatuh tak berdaya alhasil menerima semua kenyataan yang ada. Tak bisa Rara pungkiri, bahwa ayah angkat yang mengadopsi dirinya telah jahat padanya, Rara menangisi sendiri selama semalaman itu, dan tak bisa tidur tenang. Bahkan lapar pun terus menghantui telinga nya, suara kruyuk terasa khas sekali.
Rara tak bisa pergi ke mana-mana. Dia mendekam di penjara. Selama tiga hari itulah, Rara hanya tidur terlentang ke samping sambil memeluk kedua pahanya, kedua mata Rara sudah memerah pekat, tidak tidur berhari-hari tidak tenang, dan selalu dihantui oleh perasaan mendalam.
Selama dirinya disini, tak terpikirkan bagaimana khayalannya bisa menyelamatkan dirinya. Gadis itu diam saja, menunggu ajalnya tiba. Kiya, warung bu Asri yang sering dia kunjungi, dan banyak sekali orang yang pernah mengusirnya saat itu.
Rara tak teringat, bagaimana ia jalan-jalan, keluyuran ke mana-mana, bahkan bermain dengan ledokan. Rara tak mengingat semua itu, dirinya kosong tanpa cangkang.
Bersambung...