Aydin terhenyak, dunianya seakan tiba-tiba runtuh saat seorang gadis yang bahkan dia tak tahu namanya, mengaku sedang hamil anaknya.
Semua ini berawal dari sebuah ketidak sengajaan 3 bulan yang lalu. Saat diacara pesta ulang tahun salah satu temannya, dia menghabiskan malam panas dengan seorang gadis antah brantah yang tidak dia kenal.
"Kenapa baru bilang sekarang, ini sudah 3 bulan," Aydin berdecak frustasi. Sebagai seorang dokter, dia sangat tahu resiko menggugurkan kandungan yang usianya sudah 3 bulan.
"Ya mana aku tahu kalau aku hamil," sahut gadis bernama Alula.
"Bodoh! Apa kau tak tahu jika apa yang kita lakukan malam itu, bisa menghasilkan janin?"
"Gak udah ngatain aku bodoh. Kalau Mas Dokter pinter, cepat cari solusi untuk masalah ini. Malu sama jas putihnya kalau gak bisa nyari solusi." Jawaban menyebalkan itu membuat Aydin makin fruatasi. Bisa-bisanya dia melakukan kesalahan dengan gadis ingusan yang otaknya kosong.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GUE HAMIL
Brak brak brak
Riko sampai menggebrak meja saking serunya tertawa. Cowok yang memang suka humor itu sampai menitikkan air mata saat melihat Gino menirukan gaya Pak Mustofa, guru paling killer yang kemarin kepleset kulit pisang pas mau masuk kelas mereka.
"Sayang banget gak sempat videoin. Kalau sempat, beuhh...bakalan langsung viral. Langsung masuk acara tv yang muter video lucu-lucu," ujar Alfath tak kalah heboh.
"Sekarang tuh ya, tiap ngelihat Pak Mus, bawaannya gue pengen ketawa mulu," Nifa menimpali.
Berkali-kali Al melihat kearah Alula, cewek itu sejak tadi hanya diam sambil mencoret coret bukunya gak jelas. Alula tipe cewek periang. Melihat cewek itu hanya diam disaat dia dan temannnya terpingkal-pingkal jelas sesuatu banget.
"Lo kenapa?" tanya Al yang duduk dibangku depannya. "Dari tadi gue lihat diem aja. Ada masalah?"
Alula hanya menanggapi dengan gelengan kepala. Sama seperti Al, Nifa juga merasa sahabatnya itu berbeda. Tak hanya tiba-tiba jadi pendiam, di grup chat geng merekapun, Alula tak biasanya paling aktif, jadi pernah lagi ikut nimbrung.
"Kemarin kenapa gak masuk? Chat dari gue juga cuma lo bales singkat aja," Nifa ikut bertanya. "Lo ada masalah, La?"
Riko yang awalnya duduk diatas meja, segera langsung turun. Ikut menatap Alula penuh tanda tanya.
"Apaan sih kalian, kayak wartawan tahu gak," Alula berusaha bersikap biasa. Tak mau teman-temannya sampai tahu apa masalahnya. "Gue gak papa kok, cuma rada gak enak badan aja."
"Yaahhh....kok gak enak badan sih," ucap Riko dengan nada kecewa. "Nanti malem kan kita mau nonton konser, tiket juga udah beli. Gimana dong? Padahal si Al udah dapat izin dari nyokapnya, jarang-jarang loh, dia dapat izin kayak gini. Sayang banget kalau kita gak jadi pergi atau pergi tanpa lo."
"Kalian pergi aja bertiga, gue gak bisa."
"Kok gitu sih," keluh Nifa. "Padahal yang ngebet nonton awalnya kan elo. Yang ngedesak Al biar minta izin juga lo. Kok sekarang jadi lo yang batal. Gak seru ah."
"Sekali lagi gue minta maaf. Gue beneran gak bisa," ujar Alula sambil menunduk. Sejujurnya dia juga tak enak pada teman-temannya. Apalagi pada Al yang udah dia paksa buat ikut nonton.
Alfath menatap gadis didepannya tersebut. Dia yakin, gadis itu sedang ada masalah. Ini benar-benar tak seperti Alula yang dia kenal.
Obrolan mereka terhenti saat guru memasuki kelas. Suasana kelas seketika berubah senyap. Dan saat Bu Janah meminta mereka menyerahkan tugas yang dia berikan 3 hari yang lalu, saat itulah Alula teringat, jika dia belum mengerjakannya.
"Ada apa Alula?" tanya Bu Janah yang melihat gelagat aneh siswinya itu.
"A-anu, Bu."
"Keluar dari kelas saya." Meski Alula belum bicara, dia sudah hafal gerak-gerik siswa yang tidak mengerjakan PR. Dan hukuman itu, berlaku untuk siapaun sejak dulu.
Alula menghela nafas berat lalu meninggalkan kelas. Duduk dibangku yang ada di halaman belakang sambil menyandarkan punggungnya pada pohon besar yang ada dibelakangnya. Gara-gara kehamilan tak terduga ini, hidupnya jadi berantakan.
Semilir angin membuatnya sedikit mengantuk. Namun sebuah tepukan dibahu, langsung berhasil mengusir kantuk tersebut.
"Al, kok lo ada disini?" Dia kaget melihat Al ada disebelahnya. "Lo dikeluarin juga?"
Al menggeleng, "Gue izin ke toilet tadi." Menyingkirkan daun kering yang ada diatas bangku, lalu duduk disebalah Alula. "Lo ada masalah apa sih, La? Biasanya kalau gak bisa ngerjain tugas, lo pasti minta contekan ke gue? Kenapa tadi malam gak bilang apa-apa?"
"Gue lupa kalau ada tugas."
"Lupa?" Al tersenyum getir sambil geleng-geleng. "Semalam kita udah bahas ini di grup chat. Gua udah ngingetin semuanya."
"Gua gak baca chat di grup." Pikirannya terlalu kacau untuk dibuat santai-santai sambil membaca chat di grup.
"La, lo ada masalah apa sih? Please, cerita ke gue?"
Air mata Alula mulai menetes. Mungkin masalah akan sedikit terasa ringan jika kita berbagi dengan orang lain. Tapi masalahnya, ini aib. Mana mungkin dia akan menceritakan aib nya pada Al. Dan pria itu, meski selama ini selalu bisa membantunya keluar dari masalah, namun sepertinya tidak untuk masalah ini. Alfath tak mungkin bisa membantunya kali ini. Yang ada malah mungkin menjahinya karena dianggap cewek murahan.
"La, kok lo malah nangis sih?" Al makin khawatir, hendak memberi tisu, namun dia bukan cewek yang selalu sedia tisu ditas atas saku. Ingin menghapus menggunakan tangannya, takut Alula marah karena dikira lancang. Dibiarkan saja, rasanya gak tega. Sungguh serba salah."Masalah lo berat banget ya?"
"Hem," Alula mengangguk. Berkali-kali menyeka air mata dengan telapak tangan, namun sialnya, cairan bening itu terus mengalir hingga dia kualahan menyeka.
"Seberat apa sih, La?"
"Banget Al. Berat banget. Rasanya gue udah gak kuat."
Alfath berdecak pelan sambil membuang pandangan kearah lain. "Ini bukan lo, La." Dia kembali menatap Alula. "Alula yang gue kenal itu cewek yang kuat, bukan cewek lemah apalagi sampai putus asa dan bilang gak kuat."
"Tapi gue beneran gak kuat, Al."
"Ya udah, bunuh diri aja kalau gak kuat," celetuk Al yang kesal. Dalam circle pertemanan mereka, becanda seperti itu sudah biasa.
"Kalau besok atau lusa lo denger gue mati, jangan nangis ya."
"LULA," bentak Alfath. Cowok itu langsung berdiri. Dadanya terlihat naik turun menahan emosi. Dia sungguh tak habis pikir dengan cewek disebelahnya itu. Dua tahun lebih mereka kenal dan setahun ini lumayan dekat, baru sekali ini dia melihat Alula seterpuruk ini. Apa sebenarnya masalahnya?
"Apaan sih Al, tereak-tereak," Alula tersenyum simpul. "Gue becanda kali. Gue juga belum pengen mati. Gue masih belum puas makan bakso di kantin." Tapi kalau emang gue harus melalukan aborsi dan mati, itu diluar kehendak gue Al. Gua belum pengen mati, lanjutnya dalam hati.
"Gue gak lagi pengen becanda, La." Alfath kembali duduk, menatap Alula sambil memegang kedua bahunya. "Please, kasih tahu gue, apa masalah lo."
"Lo beneran pengen tahu?" tanya Alula sambil menyeka air mata.
"Iya," sahut Alfath yakin..
"Gue hamil, Al."
"LULA!" Alfath kembali berteriak. "Gue lagi gak mood becanda."
Tangis Alula makin pecah, "Tapi gue sedang gak becanda, Al. Gue hamil, gue hamil, Al."
Tubuh Alfath seketika terasa lemas. Keduanya tangannya yang memegang bahu Alula, terlepas dengan sendirinya.