Jangan pernah sesumbar apapun jika akhirnya akan menelan ludah sendiri. Dia yang kau benci mati-matian akhirnya harus kau perjuangkan hingga darah penghabisan.
Dan jangan pernah meremehkan seseorang jika akhirnya dia yang akan mengisi harimu di setiap waktu.
Seperti Langit.. dia pasti akan memberikan warna mengikuti Masa dan seperti Nada.. dia akan berdenting mengikuti kata hati.
.
.
Mengandung KONFLIK, di mohon SKIP jika tidak sanggup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Imbas dari kenangan pahit.
Bang Langkit sudah sah menjadi suami istri. Rona bahagia terpancar dari wajah Nada. Dinar pun ikut bahagia melihat kakak perempuannya bahagia.
Berbeda dengan Bang Ratanca dan Bang Langkit yang saat itu memiliki aura tegang. Terutama Bang Dalu yang sudah paham keadaan yang sebenarnya namun tidak ada jalan lain selain Bang Langkit menikahi adik perempuannya.
Tapi di semua yang ada, Bang Dalu merasakan ada sesuatu yang berbeda dari ayahnya. Hanya saja dirinya tidak paham dengan perubahan ayahnya, terutama dari sorot mata ayahnya.
...
Bang Ratanca cukup kaget saat di tengah acara, dirinya mendapatkan surat perintah langsung dari mertuanya untuk berangkat menyelesaikan tugas khusus dalam sebuah misi rahasia. Terpaksa dirinya harus meninggalkan hingar bingar suasana bahagia di ruang tamu keluarga.
Kening Bang Ratanca sempat berkerut merasakan sesuatu yang janggal namun dirinya tidak mau untuk berpikir macam-macam sebab surat perintah tersebut turun langsung dari mertuanya.
"Berangkat besok pagi..!! Danyon dan Wadanyon sudah monitor..!!" Kata Pak Navec.
"Baik yah, laksanakan..!!"
-_-_-_-_-
Dinar kaget mendengar berita bahwa suaminya akan berangkat dinas luar. Entah kenapa perasaannya seperti begitu terguncang tidak nyaman mendengarnya. Seketika kepalanya terasa berat berkunang-kunang. Tubuhnya limbung dan lemas tak sanggup menahan beban tubuhnya sendiri.
"Sayaaang.. kenapa sampai seperti ini???? Saya pergi hanya sebentar. Dua hari saja, tidak lama." Bang Ratanca sampai ikut panik melihat keadaan Dinar yang seperti biasanya.
"Benar hanya dua hari?? Apa Om tidak bohong??" Tanya Dinar memastikan.
"Dalam surat perintah tertulis begitu. Tanggal tiga puluh satu Agustus, sore.. saya sudah lapor datang kembali ke Batalyon." Jawab Bang Ratanca. Pikirannya seketika buntu tak sampai hati melihat Dinar.
Dinar semakin tidak dapat menopang berat tubuhnya, matanya terbuka tapi kesadarannya entah kemana.
"Kuuung... Akung..!!! Tolong buka pintunya..!!!!" Teriak Bang Ratanca sambil membawa Dinar yang semakin lemas.
Mendengar suara menggelegar dari cucunya, Akung segera membuka pintu rumah dan Uti membuka pintu kamar. Kedua sesepuh tersebut bingung dan kelabakan namun juga cekatan membantu Bang Ratanca.
Uti mengambil handuk hangat basah dan air minum sedangkan Akung mengambilkan minyak angin untuk menyadarkan Dinar.
Bang Ratanca menepuk pipi Dinar namun istrinya itu tak juga sadar.
"Bangun dek, lihat Om Ran..!! Kamu bisa dengar suara Om Ran??" Berkali-kali Bang Ratanca menepuk pipi istri kecilnya namun Dinar tidak meresponnya. "Ya Allah dek, saya hanya mau kerja..!! Saya tidak akan macam-macam disana. Berangkat utuh, pulang juga tidak kurang satu apapun. Tolong.. sayang..!! Kalau kamu seperti ini, bagaimana saya bisa kerja??"
Mbah kung meminta Bang Ratanca untuk memakaikan minyak angin pada tubuh istrinya.
Mbah Putri pun membantu Bang Ratanca menyadarkan Dinar. Mungkin karena terlalu panik dan tidak bisa berpikir jernih, Bang Ratanca sampai tidak tau harus berbuat apa padahal sebagai komandan pleton tidak pernah sekalipun dirinya sepanik dan segagal ini.
"Istrimu tidak apa-apa. Wajar kalau istri kaget, namanya juga mau di tinggal. Yang tidak hamil saja masih bisa kaget, apalagi yang hamil seperti Dinar, masih ingin bermanja dan di sayang suami." Kata Mbah Putri menenangkan Bang Ratanca.
Sesaat kemudian Dinar terbangun, pandangannya masih nampak kosong, telapak tangannya pun dingin.
Bibir Dinar terkunci rapat tapi siapapun tau hatinya sedang terguncang. Ia bangkit kemudian susah payah merosot bersimpuh di kaki Bang Ratanca.
"Ada apa dek?? Ayo bangun..!! Jangan begini..!!" Bang Ratanca ingin membantu Dinar tapi Dinar menolaknya dan malah bersandar di paha Bang Ratanca.
"Jangan pergi..!! Perasaan Dinar sungguh tidak enak, tolong jangan pergi..!!" Pinta Dinar.
"Kalau bukan karena tugas, saya pun tidak ingin pergi, saya ingin terus bersamamu..!!"
Dinar sampai histeris meminta suaminya untuk tidak pergi. "Dinar kenal siapa Ayah. Percaya pada Dinar sekali ini saja..!!" Dinar meremas kuat pinggang Bang Ratanca, hendak berdiri pun rasanya tidak sanggup lagi.
"Dinaar, sayaaang..!!!"
"Jangan pergiii, Abaaaang..!!!!" Jerit Dinar begitu pilu.
"Ngger, sebenarnya perasaan Uti juga tidak enak tapi kenyataannya batin istrimu jauh lebih kuat. Perhatikan kembali tugas ini, jika benar masih bisa di batalkan.. lebih baik jangan pergi..!!" Nasihat Mbah putri.
Bang Ratanca terdiam sejenak kemudian mengangkat Dinar agar bisa kembali merebahkan diri di atas tempat tidur. Batinnya ikut pilu melihat keadaan Dinar.
Menepiskan rasa sungkan tentang keberadaan Mbah Kung dan Mbah Putri, Bang Ratanca mengecup bibir Dinar penuh rasa sayang. Tangannya bergeser menggenggam erat jemari Dinar.
"Baiklah, Abang tidak akan pergi. Sekarang juga Abang akan temui Ayah di rumah..!!" Kata Bang Ratanca.
"Dinar ikut..!!"
"Jangan..!! Ini urusan laki-laki. Kamu tunggu saja disini..!! Abang hanya pergi sebentar..!!" Bujuk Bang Ratanca.
...
Pak Navec menyeringai di ruang temaram, ruangan khusus yang berada di bagian paling belakang rumahnya.
Kini Bang Ratanca baru menyadari ada sesuatu yang tidak beres, mungkin benar adanya jika batin kuat seorang istri tengah menyelamatkan dirinya dari hal buruk yang akan terjadi.
"Okee.. itu keputusanmu, Ranca..!!" Pak Navec mengeluarkan sebuah pistol dari laci meja kerja disana. "Sekarang jawab dengan jelas, lugas dan jujur..!! Siapa Airin dan Nawang?? Apa kamu berniat mempermainkan putri saya?? Ayahmu, bukan pengusaha biasa.. dia salah satu kepercayaan lengan seribu yang sudah mencuci tangan, dan kau.. pernah menjadi bagian dari mereka. Apakah saat ini kau akan membelot dari bangsamu??? Analisa saya benar atau tidak?????"
Tangan Bang Ratanca mengepal kuat. Hal yang di takutkan kini benar-benar terjadi.
"Is_tri saya, Yah. Tapi..........."
"Benar-benar kamu ya..!! Kamu mempermainkan putri saya..!!!!!" Pak Navec mengangkat senjata, beliau menarik pelatuknya.
Bang Ratanca memejamkan mata, pasrah dengan keadaan yang terjadi.
doooorrr..
"Naveeecc..!!!!!"
"Pak Prasojo?????? Astaghfirullah..!!!!!!!!!" pekik Pak Navec.
"Ya Allah, Gustiiiii............."
.
.
.
.