Kaiya Agata_ Sosok gadis pendiam dan misterius
Rahasia yang ia simpan dalam-dalam dan menghilangnya selama tiga tahun ini membuat persahabatannya renggang.
Belum lagi ia harus menghadapi Ginran, pria yang dulu mencintainya namun sekarang berubah dingin karena salah paham. Ginran selalu menuntut penjelasan yang tidak bisa dikatakan oleh Kaiya.
Apa sebenarnya alasan dibalik menghilangnya Kaiya selama tiga tahun ini dan akankah kesalapahaman di antara mereka berakhir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Kaiya masih tidak bergeming. Gadis itu meringkuk ke sudut menjauhi semua orang. Ia bahkan seperti tidak mengenali Ginran. Lalu tak lama setelah itu gadis itu terisak.
Jantung Ginran serasa ditikam ketika ia melihat sosok Kaiya yang meringkuk di sudut dengan tubuh gemetar sambil terisak. Pria itu harus menahan diri untuk tidak
langsung menarik Kaiya ke dalam pelukannya. Sebagian kecil otaknya yang masih berfungsi memberitahunya bahwa Kaiya pasti sangat ketakutan saat ini dan Ginran
tidak boleh menambah ketakutannya.
Ginran berlutut di depan Kaiya, lalu mengulurkan tangan ke wajahnya. Tetapi Kaiya terkesiap keras dan menempelkan diri ke dinding.
"Hei ... ini aku," bisik Ginran.
"Yaya, ini aku. Ginran,"
mata besar itu menatapnya dengan penuh ketakutan, ketakutan yang membuat dada Ginran terasa sangat sakit.
Kaiya tidak mengenalinya. Kaiya sendiri mengira Ginran akan menyakitinya seperti para penjahat itu.
"Nggak apa-apa," bisik Ginran lagi. Suaranya terdengar serak karena berbagai emosi yang mencekat tenggorokannya.
"Nggak ada yang bisa nyakitin kamu di sini, ada aku." Kaiya masih tidak bersuara dan tubuhnya juta masih gemetar, tetapi tatapan ketakutannya terhadap laki-laki di depannya itu mulai berubah. Ginran melihat kesadaran perlahan-lahan meresap ke dalam mata Kaiya. Gadis itu sudah
mengenalinya sekarang.
Ginran beringsut duduk di samping Kaiya, lalu merangkulnya. Tubuh Kaiya masih sangat kaku, namun Ginran tetap mendekatinya. Sekejap kemudian tangis gadis itu
pun pecah. Ia bersandar di pundak Ginran dan menangis tersedu-sedu.
Darrel lalu menyuruh orang-orang yang menonton pergi dari situ. Beberapa dari mereka bahkan merekam kejadian tersebut, namun bukan Darrel kalau tidak bisa membuat mereka tunduk padanya. Dengan satu ancaman saja, video yang mereka rekam sudah terhapus dari ponsel masing-masing.
Balik ke Ginran, lelaki itu tidak tahu kejadian mengerikan apa yang telah menimpa Kaiya. Dia ingin bertanya, tapi sekarang bukanlah waktu yang tepat. Yang dia inginkan sekarang adalah Kaiya baik-baik saja. Dia sama sekali tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya sendiri kalau Kaiya sampai terluka. Ia tidak akan sanggup menanggungnya. Ia yakin dirinya bisa gila.
"Kita pulang sekarang." Ginran bergumam pelan kepada Kaiya yang
masih menangis. Ia mempererat pelukan dan menyandarkan pipinya di puncak kepala Kaiya.
Lory dan Tita yang masih berada di situ saling berpandangan bingung. Sikap lembut senior mereka yang biasanya sangat dingin tersebut malah berbeda jauh saat dirinya memperlakukan Kaiya.
Senior mereka itu juga mampu menenangkan Kaiya, artinya memang ada sesuatu di antara mereka. Lory yakin sekali. Kalau tidak, mana mungkin hubungan mereka bisa mesra begitu. Lihat saja sekarang, Ginran bahkan menggendong Kaiya menuju parkiran mobil. Benar-benar bikin iri siapapun yang melihat.
"Kalian teman Kaiya?" Darrel bertanya. Ia sudah beberapa kali melihat Lory bersama Kaiya. Sedang gadis yang satunya jarang dia lihat. Tapi karena mereka bersama, pasti mereka berteman.
"I ... Iya kak." sahut Lory malu-malu.
"Ngapain ke sini?"
Ya ampun. Lory dan Tita saling menatap. Mereka jadi lupa tujuan utama mereka datang ke sini buat cari Mia. Mereka dengar Mia ada di sini jadi mereka datang. Tapi karena terjadi kejadian tiba-tiba pada Kaiya, mereka jadi lupa sama Mia. Mana festivalnya tinggal sehari lagi.
"Kami sebenarnya mau cari Mia kak buat minta dia main piano di festival lusa." Tita menjelaskan.
Oh pantas saja. Darrel pikir mereka mau daftar jadi anggota club. Cowok itu tertawa
"Dengar, Kaiya nggak suka keramaian. Besok-besok kalian nggak usah bawa dia ke tempat-tempat yang ramai begini." kata Darrel lagi. Ia sudah memperhatikan Kaiya beberapa kali diam-diam. Dan Darrel menyadari Kaiya merasa risih berada ditengah-tengah keramaian. Beda dengan dulu. Darrel masih bingung kenapa Kaiya tiba-tiba ambruk, namun satu hal yang pasti, Darrel semakin yakin ada yang terjadi di masa lalu.
Entah masalah apa itu, tapi pasti itu bukanlah masalah kecil. Karena perubahan yang terjadi pada Kaiya terlalu drastis. Gadis itu berubah total. Darrel masih terus menyuruh orang suruhannya terus mencari tahu. Sekarang tampaknya Ginran juga mulai menyadari perubahan Kaiya seperti dirinya. Ia bisa lihat tadi.
"K ... kak Darrel kenal Kaiya?" tanya Lory penasaran. Cara pria itu berbicara seolah sudah mengenal Kaiya dari lama. Tentu saja dia dan Tita jadi penasaran.
"Mm, gue sudah lama kenal dia. Pergilah. Kalian masih ada tugas lain kan?" sahut Darrel kemudian menyuruh mereka pergi dari situ. Ia tidak mau membahas banyak tentang Kaiya dengan mereka.
Lory dan Tita akhirnya pergi. Padahal Lory masih mau berlama-lama ngobrol dengan senior mereka yang keren itu.
***
Kaiya sudah lebih tenang ketika mereka masuk taksi. Ginran memilih mengantar gadis itu pulang dengan naik taksi, karena dia harus terus berada disamping Kaiya saat ini. Wajahnya masih pucat pasi,
tubuhnya masih gemetar, namun ia sudah berhenti menangis.
Kaiya sama sekali tidak bersuara selama perjalanan pulang, tetapi ia tidak menarik diri dari pelukan Ginran. Jadi Ginran tidak memaksanya bicara, hanya terus merangkulnya.
Ketika mereka sudah masuk ke dalam apartemen Kaiya, Ginran menyalakan lampu dan menuntun Kaiya ke sofa di ruang duduk.
"Tunggu sebentar di sini."
Kaiya tersentak dan mendongak menatap Ginran, seolah-olah baru ingat bahwa Ginran ada di sana bersamanya. Lalu ia mengangguk kecil, melepaskan diri dari pelukan Ginran dan duduk di sofa. Ia memeluk tubuhnya sendiri dan menggigil. Matanya yang sembap memandang ke sekeliling apartemennya dengan was-was,
seakan takut ada orang jahat yang akan melompat keluar dan menyerangnya.
Melihat sikap Kaiya yang seperti ketakutan sekali itu membuat hati Ginran serasa ditusuk-tusuk. Pria itu berbalik dan pergi ke dapur. Ia mengucap wajahnya kasar. Sialan, ia sangat kacau. Amarah dan perasaan tidak berdaya bercampur aduk dalam dirinya. Ia harus tahu kenapa gadis yang dia cintai menjadi seperti ini. Pasti ada alasan. Perubahan yang terjadi pada Kaiya terlalu drastis.
Ginran memejamkan mata dan berusaha mengatur napas. Pria itu memaksa dirinya bergerak dan beberapa saat kemudian ia kembali ke ruang duduk dengan membawa secangkir teh panas untuk
Kaiya. Ia duduk di samping Kaiya dan mengamati gadis itu menyesap tehnya. Kemudian ponselnya berbunyi. Ginran menjawab saat melihat itu panggilan telpon dari Darrel.
"Yaya gimana?" tanya Darrel dari seberang. Ginran memiringkan kepalanya melirik Kaiya sebentar.
"Sudah lebih tenang. Gue akan temenin dia sampai keadaannya membaik." gumam Ginran. Matanya tak lepas gerak-gerik Kaiya, seolah takut sesuatu tiba-tiba terjadi pada gadis itu.
"Baiklah, jangan lupa kabarin gue kalau terjadi sesuatu."
"Mm." sesudah itu telpon terputus.
pasti terlepas deh /Facepalm/