Hijrah Cinta Annisa
Karena Tak semua Kata, Bisa mewakili rasa, Maka biarlah hati ini menentukan Pilihannya, Diantara Suka,Duka, dan Air Mata.
***
Aku yang di tolak oleh calon suamiku, tepat di hari pernikahan kami, demi wanita masa lalu yang tiba tiba datang untuk memintanya kembali.
Namun Disaat Bersamaan Aku dipertemukan dengan jodoh yang tidak ku duga sebelumnya, Meminang ku, dan Menikahi Ku di waktu yang sama.
Ya. Dia Seorang CEO Emran Company, CEO dingin dan Arogan.
Akankah Cinta bersemi diantara kami.
Nantikan Kisahnya hanya di HIJRAH CINTA ANNISA !!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nabila.id, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8. Cadar Annisa
Hari baru.
Pagi itu Suasana kantor sedikit ramai dari biasanya, jika biasanya para karyawan akan segera sibuk dengan pekerjaan masing-masing, namun kali ini kebanyakan dari mereka masih bergerombol dengan membicarakan sesuatu yang belum Annisa ketahui.
Terlihat juga beberapa orang yang menatap Annisa dengan tatapan aneh yang terlihat tidak seperti biasa. Namun Annisa memilih abai dan terus melangkah menuju ruangan nya.
Berada tepat di depan ruangannya, Annisa di kagetkan dengan kemunculan sang sahabat yaitu Syafira.
Belum juga Annisa masuk kedalam ruangan nya, Syafira dengan langkah cepat menarik tangan Annisa menuju tempat yang dirasa sepi, kemudian mengatakan sesuatu yang membuat Annisa begitu terkejut.
Syafira mengatakan jika Ada beberapa karyawan kantor yang mengalami pemecatan masal hari ini, dan hal itu langsung dilakukan oleh bos besar mereka, Direktur utama perusahaan tersebut.
Dan Kebanyakan dari karyawan mengira jika Annisa lah yang menjadi dalang dari pemecatan tersebut. Kerena mereka menganggap jika Annisa mengadukan perbuatan para karyawan pada Emran.
Mendengar cerita dari sahabatnya tersebut Annisa sangat terkejut, Seketika sudut mata Annisa menghangat, dan melelehkan cairan bening disana.
Belum juga satu masalah selesai sudah datang masalah baru, begitu kira-kira isi dalam pikiran nya, bahkan saat ini Annisa merasakan hatinya begitu rapuh.
Annisa hanya tertunduk lesu dengan wajah sendu, mendengar penuturan dari sang sahabat.
Melihat Annisa dengan kesedihannya, Syafira segera memeluk sang sahabat, mengusap lembut punggung Annisa.
"Nis, Kamu memang tidak bisa menutup mulut semua orang, Tapi kamu punya dua tangan untuk menutup telingamu" Ucap Syafira mencoba menguatkan sahabatnya.
"Aku tidak papa Ra" Ucap Annisa dengan mengurai pelukan Syafira. kemudian mengulas sebuah senyum manis di wajahnya.
"Come on beib, Aku tahu kamu wanita yang kuat" Ucap Syafira, Annisa menjawab dengan anggukan kepala.
Setelah merasa cukup tenang, Annisa memilih kembali ke ruang kerjanya, karena selama menjadi karyawan Annisa harus bersikap profesional. Annisa tidak ingin larut dalam pikiran-pikiran negatif, meski sejujurnya itu sangat mengganggunya.
Annisa pun segera menyeka Air mata yang masih membanjiri wajah cantiknya, wajah yang selalu tertutup oleh cadar yang dia kenakan.
Dengan helaan nafas dalam Annisa Berucap "Bismillah" dalam hati.
Annisa beranjak dan kembali menyelusuri lorong bersama Syafira.
"Heh !! Murahan !!" Panggil salah seorang rekan kerja Annisa
Berdiri tepat dihadapan Annisa dengan menunjuk wajahnya, Seorang wanita yang statusnya menjadi EX Karyawan Emran Company.
Merasa tidak terima dengan perlakuan tidak adil yang dia dapatkan, dan menganggap pemecatan ini adalah karena ulah Annisa yang mengadukan kepada Bos besar mereka.
"Aku tidak menyangka, ternyata kau se murahan itu ya !" Ketusnya.
Annisa hanya terdiam
"Atau kau memang sengaja mengadukan kami, dan apa sekarang kau bahagia ?" Tanya nya lagi.
Annisa masih tetap diam.
Situasi kembali memanas, dengan datangnya beberapa karyawan lain yang berkerumun menyaksikan.
"Please Laura , Ini nggak seperti yang kamu pikirkan !" Ucap Syafira mencoba menengahi perselisihan diantara Annisa dan Laura.
"Cih. Lalu seperti apa ?" ucap Laura ketus.
Annisa masih tetap diam
"Lihatlah Sahabat yang kau banggakan ini hanya diam !, Bahkan menatapku saja dia tidak berani !" Ucap Laura
"Stop Lau, Please!" Ucap Syafira, menyadari situasi yang semakin menjadi-jadi.
Annisa pun masih tetap pada pendiriannya, diam dan mendengarkan apa yang orang katakan
"Hei ******* !!" Ucap Laura dengan menunjuk wajah Annisa.
Mendengar kalimat rasis yang keluar dari mulut Laura tersebut, seketika Annisa mendongakkan wajahnya.
"Sudah ?" Tanya Annisa pada sosok yang berdiri dengan angkuh di hadapannya.
Kini Laura hanya terdiam dengan tatapan sinis.
"Apa kau merasa puas Lau mencaci ku seperti itu ?" Ucap Annisa.
"Apa kau yakin memang akulah penyebab kau dan yang lainya di pecat ? " Tanya Annisa
"Disitulah gunanya Iman" Ucap Annisa
"Jangan terlalu bergantung pada siapapun di dunia ini , Ingat ! Karena Bayanganmu sekalipun akan meninggalkanmu, Ketika kamu berada dalam kegelapan" Ucap Annisa dengan tenang dan tatapan mengarah pada sosok di hadapannya.
Semua orang hanya dapat terdiam mendengar ucapan Annisa , Terutama Laura yang seketika tercengang mendengar ucapan dari Annisa yang sangat lugas.
Annisa menjeda Ucapannya, menghela nafas panjang dan menghembuskannya kasar.
"Kau bisa menganggap ini sebagai Ujian, Atau mungkin Cobaan , Atau mungkin peringatan " ucap Annisa.
Mendengar penuturan dari Annisa yang biasanya irit bicara, membuat Laura merasa jengah dan kesal.
"Aaaaaarkkk"
Ucap Laura dengan menarik Hijab yang di kenakan Annisa.
Merasa panik, Annisa segera berjongkok dan Dengan sigap Annisa memegang kepalanya agar hijab dan cadar yang dia kenakan tidak terlepas.
Begitu juga Syafira yang mencoba menarik tangan Laura yang saat ini tengah menarik cadar Annisa.
Karena dibakar emosi dan kemarahan yang memuncak, seolah Laura mendapatkan tenaga berlipat ganda, hingga cadar yang sekuat tenaga di pegang oleh Annisa dapat di raih oleh Laura.
"Astaghfirullah" Ucap Annisa dengan menutupi wajahnya menggunakan kedua tangganya.
Annisa semakin kalut dan sangat takut, tidak mungkin baginya untuk melawan Laura saat ini, karena yang menjadi sasaran ya adalah hijab yang Annisa kenakan.
"CUKUP !" suara bariton yang seketika membuyarkan kerumunan
Laura yang di buat kaget pun seketika melepaskan hijab milik Annisa yang nyaris tanggal .
Annisa sangat bersyukur setidaknya dirinya selamat saat ini, meski wajahnya kini tidak mengenakan cadar, namun masih bisa dia tutupi menggunakan kedua tangannya.
Tap tap tap.
Emran dengan langkah jenjang dan tatapan tajam, mendekat pada Laura dan Annisa yang saat ini tengah duduk jongkok di lantai.
Menatap tajam Pada Laura "Ternyata aku tidak salah memecat orang !" Ketus Emran kemudian.
Mendengar hal itu Laura mendelik ketakutan, terlebih melihat mata Emran yang begitu tajam menusuk
Emran pun melepas jas yang dia kenakan, kemudian menutup kepala Annisa menggunakan jas tersebut.
"Berdiri !" Ucap Emran
Annisa pun berdiri setelahnya. Emran meraih pergelangan tangan Annisa dan menariknya dari kerumunan.
***
Berada di ruangan Emran.
"Milikmu " Ucap Emran dengan menyodorkan sebuah kain cadar yang sebelumnya di rebut dari tangan Laura
Annisa menerimanya dengan tangan bergetar
"Terima kasih pak " ucap Annisa lirih. Emran hanya bergeming
"Baiklah saya permisi pak, Terima kasih sekali lagi" Ucap Annisa dengan berbalik menuju pintu keluar.
"Sebaiknya lain kali kau tidak perlu terlibat dalam permasalahan seperti ini " Ucap Emran dengan suara ketus.
Mendengar pernyataan bos besarnya Annisa merasa sangat terkejut, dan seketika mengerutkan dahinya.
"Apa bapak pikir Saya menginginkan hal ini ?" tanya Annisa yang merasa kesal.
"Saya tidak pernah ingin terlibat dalam masalah seperti ini pak !"
"Apa bapak pernah berfikir bagaimana bisa saya terlibat masalah ini ?" ucapnya lagi.
Emran hanya bergeming.
"Karena mereka menganggap saya sebagai dalang dari pemecatan yang bapak lakukan secara sepihak !" Ucap Annisa dengan lantang
Annisa merasa sudah sangat jengah dengan situasi ini, hingga dengan berani dia mengatakan kenyataan yang sebenarnya pada sosok bos besarnya tersebut.
Buliran bening seketika lolos begitu saja dari sudut mata indahnya, tanpa dapat dia tahan, hati yang begitu sesak dengan ucapan yang begitu menyakitkan.
Mendengar penuturan dari Annisa, sedikit banyak Emran merasa bersalah, tidak seharusnya dia mengatakan hal tersebut.
"Maafkan aku !" Ucap Emran lirih namun masih sangat jelas terdengar oleh Annisa.
Annisa hanya bergeming, tidak mampu memberikan jawaban apapun pada sosok di hadapannya.
"Maaf pak, jika sudah tidak ada yang perlu di bicarakan saya permisi "
"Tunggu !" Ucap Emran namun tidak di indahkan oleh Annisa, Annisa memilih tetap keluar dari ruangan bos besar ya tersebut.
***