Semenjak kandungan Andini menginjak usia tiga bulan, dia sering muntah darah dan kata dokter itu karena dia sama sekali tidak ada makan nasi sehingga asam lambung jadi naik.
bau mulut nya juga membuat Hendra sangat bingung, tubuh Andini juga kurus kering seperti tengkorak. hingga Hendra pun memutuskan untuk pulang kedesa nya saja.
Bagai mana kisah mereka?
Mampu kah Hendra membawa istri nya pulang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon novita jungkook, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33. Tujuh kesempatan
Ajeng dan sang suami tiba di pondok kebun duren mereka, tidak banyak pohon duren yang mereka miliki ini. hanya ada enam batang saja, namun berbuah sangat lebat sehingga bisa untuk di jual jual juga, kalau cuma untuk makan sendiri maka tak akan sanggup untuk menghabiskan duren yang sangat banyak itu.
Memberi tetangga juga tidak semua karena itu di pilih untuk yang dekat dengan dia saja, terutama yang cocok untuk di ajak gosip maka baru lah di beri oleh Ajeng. selebih nya akan di jual saja, karena duit duren juga lumayan, satu buah saja bila yang besar maka akan mencapai lima puluh ribu.
"Tunggu saja di sini, nanti kalau sudah ada suara jatuh baru di datangi." ucap Sarto sambil membuat api unggun.
"Mudah mudahan agak banyak malam ini yang jatuh, aku mau bayar ambal yang di bawakan oleh Bu Jiem." harap Ajeng.
"Kayak nya agak banyak, kan sudah mau pada tua kok." sahut Sarto yang memang sudah melihat duren mereka tadi siang.
"Langsung jual saja kepersimpangan, kalau sama tetangga agak kurang enak karena mereka loh masih nawar." saran Ajeng.
"Biar besok pagi tak bawa, eh itu ada suara ynag jatuh!" Sarto langsung menghampiri nya karena ada suara duren yang jatuh dari pohon.
Ajeng masih duduk diam di pondok mereka yang panggung sehingga rasa nya lebih aman, sebab malam di semak begini rasa nya juga agak takut walau pun ada teman. rumor orang yang di hantui saat menunggu duren bukan satu atau dua lagi karena memang ada hantu yang menggangu mereka semua.
Senter Sarto nampak dari kejauhan sedang mencati suara gedebuk duren, tak lama kemudian ada juga suara menyusul duren jatuh. namun lokasi nya masih dekat dengan Sarto berada, sehingga Ajeng pun tetap diam tidak bergerak mengambil nya. kalau di bagian lain baru lah dia ambil, untuk sekarang dia menunggu saja dulu.
Gedebuuuk.
"Wah ada lagi yang sebelah sana!" Ajeng semangat juga karena banyak duren mereka jatuh.
"Massss! aku kesebelah sana ya, ada yang jatuh juga." teriak Ajeng.
"Iyaaaa!" Sarto berteriak juga.
"Mana ini santer kepala?" Ajeng mencari senter dulu agar nampak jalan.
Gedebuuuuk.
Ajeng cepat berlari karena sudah ada dua yang jatuh di bagian sana, nanti kalau terlambat malah akan di makan musang. maka nya pemilik duren harus menunggu dan gerak cepat karena dia harus berburu juga, kalau telat ya maka akan tidak dapat duren nya, Ajeng berseru girang karena yang ini ukuran nya sangat besar dan bila di jual akan laku lima puluh ribuan.
"Waaah yang ini sangat besar!" pekik Ajeng sangat senang.
"Tapi lebih besar dosa mu." ujar suara di pohon duren.
Ajeng yang kaget karena ada suara orang lain langsung menoleh, sorot lampu senter membuat Ajeng malah tidak bisa bergerak karena dia bisa melihat bagai mana tubuh yang perut nya bolong sampai punggung dan darah mengucur deras, Ajeng ingat bahwa ini adalah Andini.
"Kenapa kau sangat kaget melihat ku?" tanya Andini terbang mendekat.
"Jangan ganggu aku! ku mohon jangan ganggu aku, pergiii!" teriak Ajeng sangat ketakutan.
"Ihihiiiiii.....bila kau menjaga mulut mu maka aku tak akan mengganggu mu, tapi kau tidak bisa menjaga mulut." geram Andini terbang kesana kemari.
Ajeng mengusap wajah nya yang basah oleh sesuatu, ternyata itu adalah darah segar yang mengucur dati tubuh Andini. karena dia terbang kesana kemari, darah itu akhir nya mengucur deras tidak tentu arah dan membasahi tubuh Ajeng dari atas kepala hingga ujung kaki.
"Da-darah! toloooong, Masss tolong aku." pekik Ajeng berusaha lari sambil di punggung membawa keranjang duren.
"Kenapa kau harus lari? ayo lah bersenang senang dengan ku, Ajeeeeeng." Andini terbang mengejar.
"Menjauh darikuuu! menjauh, pergi lah kau setan." teriak Ajeng pontang panting ketakutan.
"Memang nya kenapa bila aku setan!"
Ajeng sudah tidak bisa lagi mau bergerak karena Andini berdiri di depan nya sambil tangan di kerumuni ulat itu memegang pundak dia, seram nya wajah Andini berada tepat di depan mata nya sehingga Ajeng serasa mau pingsan karena melihat wajah mengerikan ini.
"Maafkan aku, Andini!" isak Ajeng sudah tau salah nya.
Crassssh, Braaaak.
Tubuh Ajeng melanting menabrak pohon karena di cakar sembari kibasan Andini yang sangat kencang itu, Ajeng terbatuk pelan dan mengeluarkan darah dari mulut nya karena rasa sakit bukan kepalang. mungkin saja setelah ini dia harus urut, karena mau bergerak saja sudah tidak bisa lagi akibat rasa sakit.
Kraaaaak.
"Aaaaagkkkk, Massss!" Ajeng berteriak memanggil suami nya ketika salah satu kaki di patahkan.
"Bagus bila kau pakai kaki satu saja." Andini menyeringai.
"Tolong ampuni aku, Andini! eeeggkk, ampuni aku!" Ajeng memelas di antara rasa sakit nya.
"Ihihiiiiii..."
"Hentikan, Andini! mari kita cari siapa yang sudah membunuh mu." Nilam akhir nya buka suara setelah sejak tadi diam saja.
Andini menurut dan segera pergi dari sini karena dia memang bangkit untuk mencari siapa pembunuh dia, namun masih agak terganggu dengan omongan orang orang ini sehingga mampir sekejab untuk balas dendam pada orang kurang ajar karena, sebab mereka juga kadang perlu di beri pelajaran.
...****************...
"Bukan kah sudah ku katakan bahwa seharus nya tidak usah beri dia kesempatan, biar kita saja yang membalas dendam." Arya menatap Purnama.
"Kau diam saja! urusan mu masalah Hendra, masalah Andini biar ku tangani." tukas Purnama sengit.
"Sebenar nya Kakak ini kenapa, kenapa Kakak mendukung dia seratus persen?!" heran Arya mulai bingung.
Purnama tidak menjawab karena menurut nya itu adalah hal yang tidak perlu, bahkan tadi sudah dia katakan bahwa hati nya sangat kasihan pada kisah hidup Andini. Bu Semah nama nya Ibu Andini, wanita itu juga tidak pernah menyayangi Andini secara tulus karena dia lebih sayang pada Yogi.
"Itu nama nya tidak adil, bila dia bukan Andini maka sudah pasti tak akan kau beri kesempatan ini." protes Arya.
"Masalah ku ini, Arya!" bentak Purnama.
"Andini sudah membunuh satu nyawa, hanya karena mereka bergunjing!" Arya tak kalah keras.
"Hanya satu, bila sudah tujuh maka baru akan di tindak!" sahut Purnama.
"Kakak gila! arwah lain hanya punya kesempatan satu kali, tapi kenapa Andini tujuh?" Arya sangat tak habis pikir.
Purnama tidak menjawab, dia hanya menatap tujuh bola lampu seperti batu kristal itu. satu lampu sudah tidak bersinar, pertanda Andini sudaj membunuh satu nyawa manusia, arwah lain memang cuma punya satu saja.
Terima kasih up nya untuk hari ini. Semangat terus ka 💪
Sehat selalu 😄
kesal kali kalau part kau ni muncul ,pengen bungkam mulut kau dengan sambal setan .
Heh! dengar cinta bisa hilang asal gak kau pelihara,asal kau niat melupa, waktu akan menenggelamkan rasamu asal kau mau dan tidak bersua dengan Hendra 😡 .
dasar ndableg,belegug, ah serah manehna. Laila semoga othor gak ngabulin doamu ...